Iwan Lukminto Pernah Masuk Daftar Orang Terkaya
Tak lama setelah dijemput paksa, pria tersebut digelandang penyidik Kejagung terbang ke Jakarta

Kejaksaan Agung bergerak. Menjemput paksa seorang pria di Solo, Selasa (20/5) dini hari.
Tak lama setelah dijemput paksa, pria tersebut digelandang penyidik Kejagung terbang ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan secara intensif. Sekira pukul 08.00 mereka mendarat.
Belakangan terungkap sosok pria itu adalah Iwan Setiawan Lukminto. Seorang Sarjana Business Administration dari Suffolk University, Boston, Amerika Serikat (1997).
Bukan orang sembarang. Iwan Lukminto merupakan Putra sulung dari almarhum H.M. Lukminto, pendiri Sritex (PT Sri Rejeki Isman), raksasa tekstil di Solo.
Dikutip dari sejumlah sumber, Lukminto terbilang salah satu pengusaha sukses di dalam negeri. Mulai menapaki karir sebagai asisten direktur di tahun 1997, Lukminto naik jabatan jadi Wakil Direktur Utama dua tahun kemudian.
Terus menanjak. Lukminto sampai di titik menjabat Direktur Utama Sritex pada 2006 hingga Maret 2023.
Di puncak karirnya, Iwan Lukminto masuk nominasi 50 orang terkaya versi majalah Forbes di Tahun 2020. Sebab, saat itu total kekayaan Iwan Lukminto menyentuh USD515 juta atau setara dengan Rp7,81 triliun menurut kurs saat itu. Ia tercatat menduduki peringkat ke-49 orang terkaya hingga tahun 2021.

Kasus di Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan penyelidikan kasus korupsi setelah pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat adanya tindak pidana korupsi oleh PT Sritex.
Perusahaan tersebut meninggalkan jejak utang yang sangat besar sehingga menyebabkan kepailitan. Meskipun perusahaan tersebut merupakan pihak swasta, kejagung tetap mengusut kasus tersebut karena dinilai ada kerugian negara yang terjadi dengan keterlibatan dari bank daerah.
"Karena ada dana yang ditempatkan disana oleh negara dan yang dipisahkan. Nah itu juga bagian dari keuangan negara sebagaimana penjelasan dalam undang-undang 17 ya," jelas Harli.
Penyidik kejagung hingga saat ini masih mendalami dugaan letak terjadinya tindak pidana korupsi tersebut apakah ketika sebelum dinyatakan pailit atau sesudahnya. Kejagung juga enggan membeberkan pihak-pihak bank daerah yang diduga terlibat.
"Nah inilah yang menjadi hal yang harus digali oleh penyidik untuk melihat apakah ada disitu ada peristiwa pidana berbuatan melawan hukum yang terindikasi merugikan keuangan negara atau daerah," pungkas Harli.