Ini Putusan MK yang Larang Laut Dikuasai Swasta, Dipagari, Diberi SHM dan HGB
Anggota DPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka menilai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan SHM di Kabupaten Tangerang melanggar putusan MK.

Anggota DPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka menilai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan SHM di Kabupaten Tangerang melanggar putusan Mahkamah Konstitusi. Rieke menegaskan, laut adalah milik semua rakyat Indonesia.
Putusan yang dilanggar adalah putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010. Putusan itu menyangkut ketentuan mengenai pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945.
"RUANG LAUT MILIK BERSAMA!!!," kata Rieke dikutip dari akun instagramnya, Senin (20/1).
Dalam gugatannya, para penggugat beralasan pemberian HP-3 menguntungkan pemodal dan merugikan masyarakat adat, nelayan kecil, serta tak sesuai dengan bunyi Pasal 33 UUD 1945, di mana kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.
Menanggapi gugatan pemohon, MK mempertimbangkan pemberian HP-3 atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengakibatkan adanya pengalihan kepemilikan dan penguasaan oleh negara dalam bentuk single ownership dan close ownership kepada seseorang, kelompok masyarakat atau badan hukum atas wilayah tertentu dari wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Selain itu, dampak lain pemberian HP-3 itu yakni terjadinya pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia. Namun, pengkaplingan ini dikecualikan untuk kawasan konservasi hingga pelayaran.
"Akibat selanjutnya dari pemberian HP-3, adalah adanya pengkaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia kecuali pada kawasan konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan Pelabuhan dan pantai umum, sehingga negara mengalihkan tanggung jawab, penguasaan dan pengelolaan wilayah tersebut kepada pemilik HP-3," tulis MK.
MK juga mempertimbangkan, keluarnya HP-3 ini dapat mengancam kelangsungan hidup nelayan karena akses ke laut menjadi terbatas. Untuk itu, MK menegaskan penguasaan perairan pesisir kecil oleh swasta akan tetap lebih menguntungkan pemegang HP-3 dibanding kemanfaatan yang diperolah masyarakat.
"Pemberian HP-3 juga akan potensial mengancam posisi masyarakat adat dan nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya secara turun temurun dari sumber daya yang ada pada perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, karena keterbatasan mereka untuk memperoleh HP-3 dibanding pengusaha swasta yang memiliki segala-galanya," papar MK.
Menteri KKP Sebut HGB dan SHM Ilegal
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan, sertifikat di atas laut adalah ilegal. Hal ini merespons adanya temuan bahwa pagar laut di Tangerang sudah memiliki SHGB dan SHM.
"(SHM dan HGB di atas laut) Ilegal sudah pasti, karena di PP 18 sudah menyatakan (Sertifikat) yang ada di bawah air sudah hilang dengan sendirinya, tidak bisa. Jadi kalau tiba-tiba itu ada kan aneh juga ya," kata Trenggono usai bertemu presiden Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/1).
Trenggono mengungkap, Prabowo memberi arahan untuk meminta membongkar pagar laut yang ada di Tangerang dan Bekasi. Pembongkaran bakal dilakukan hari Rabu (22/1) bersama lembaga terkait.
"Jadi sesuai arahan dari bapak presiden gitu, pokoknya sesuai dengan koridor hukum dan kemudian saya bisa sampaikan disini, Rabu kita akan bersama-sama dengan seluruh pihak dan pada saat itu kita akan bongkar," ucap dia.
Trenggono kembali menegaskan, bahwa pagar laut bersertifikat yang disebut Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN Nusron Wahid adalah ilegal.
"Saya mendapatkan press conference dari Menteri ATR BPN bahwa sudah ada sertifikat yang ada di dalam laut. Saya perlu sampaikan, kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi itu sudah jelas illegal juga," jelas Trenggono.

Fakta Pagar Laut: SHM dan HGB
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan dua perusahaan yang mengantongi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan Pagar Laut Tangerang. Pagar laut itu berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.
Nusron mengatakan, SHGB itu dimiliki perusahaan PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang. Selain itu, ada yang dimiliki perseorangan sebanyak 9 bidang. Totalnya ada 263 SHGB yang diterbitkan di lokasi tersebut.
"Jumlahnya 263 bidang dalam bentuk SHGB atas nama PT Intan Agu Makmur sebanyak 234 bidang dan atas nama PT Cahaya Inti Sementara Sentosa sebanyak 20 bidang," kata Nusron di Kantor Kementerian ATR/BPN.
"kemudian atas nama perseorangan sebanyak 9 bidang, kemudian ada juga SHM Surat Hak Milik atas 17 bidang," sambungnya.
Politisi Golkar ini pun membenarkan informasi yang disampaikan di media sosial mengenai penerbitan HGB di Desa Kohod, Tangerang.
"Jadi, berita-berita yang muncul di media tentang sertifikat tersebut setelah kami cek benar adanya. Lokasinya pun benar adanya sesuai dengan aplikasi BHUMI, yaitu ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuaji, Kabupaten Tangerang," kata Nusron.
Nusron tidak membeberkan secara rinci identitas dari pemilik perusahaan yang mempunyai SHGB itu. Menurutnya, hal itu bisa dicek langsung ke sistem Administrasi Hukum Umum atau AHU.