Nelayan Resah, Bambu Pagar Laut Rusak Jaring dan Baling Kapal di Pantai Kohod
Saiful mengatakan, proses pembongkaran dan pembersihan bambu bekas pagar laut ditargetkan rampung dalam waktu satu pekan, selama cuaca mendukung.

Tumpukan material bambu bekas pagar laut tampak berserakan di perairan Pantai Kohod, Kampung Alar Jiban, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Di lokasi, tampak warga memunguti bambu yang berceceran, sementara sebagian batang bambu masih tertancap kuat di dasar laut akibat pengerukan menggunakan alat berat.
Petugas gabungan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten serta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) terus berupaya melakukan pencabutan cerucuk bambu yang tersisa di lokasi tersebut.
“Kami juga agak kesulitan karena lokasi pagar laut dipenuhi lumpur ya, makanya besok kami kerahkan dua ekskavator, satu untuk mencabut bambu, yang satunya untuk memindahkan bambu ke tepi laut,” kata Koordinator Lapangan Direktorat PSDKP KKP, Saiful Bahri.
Saiful mengatakan, proses pembongkaran dan pembersihan bambu bekas pagar laut ditargetkan rampung dalam waktu satu pekan, selama cuaca mendukung.
“Kalau target kami ya dalam satu minggu selesai. Asal cuacanya terus bersahabat,” lanjutnya.
Pembangunan pagar laut tersebut diketahui atas perintah Kepala Desa Kohod, Arsin, bersama staf desa bernama Tasrin. Dalam proses pembersihan, pihak PSDKP mendapat dukungan dari berbagai instansi termasuk nelayan lokal, pemerintah daerah, dan aparat setempat.
“Semua pihak kami kerahkan, mulai dari PSDKP KKP, nelayan, Pemprov, dan aparat setempat,” ujarnya.
Ganggu Aktivitas Nelayan
Nelayan setempat, Marto, menyambut baik upaya pembersihan ini. Ia berharap sisa-sisa pagar laut bisa segera dicabut seluruhnya agar aktivitas nelayan tidak terganggu.
“Tentu kami juga berterima kasih atas usaha pemerintah melindungi dan melayani masyarakat. Pasti kami ingin agar pagar laut itu dicabut secara tuntas. Artinya aktivitas nelayan kami juga tidak ragu untuk menebar jaring dan sebagainya,” ucap Marto.
Ia menjelaskan, sisa bambu yang masih tertancap di laut sering kali merusak jaring dan baling-baling kapal karena tersembunyi di dalam air.
“Justru bambu yang patah itu karena tidak terlihat ketika kapal kami melintas di situ. Secara tidak langsung, kekhawatiran kami bisa terkena baling-baling, kemudian juga saat penebaran jaring juga tidak tahu karena ada patok-patok itu bisa merusak alat tangkap kami,” pungkasnya.