Sosok Penggugat 'Pasal Karet' di UU ITE Kini Dikabulkan Hakim MK
Gugatan tersebut dilayangkan oleh dua orang. Keduanya terdampak 'pasal karet' dalam uu ite.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian, gugatan terkait Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Gugatan tersebut dilayangkan oleh dua orang.
Mereka adalah Jovi Andrea Bachtiar yang merupakan jaksa dan Daniel Frits Maurits Tangkilisan merupakan aktivis lingkungan hidup.
Keduanya melayangkan gugatan ke MK lantaran terdampak atas pasal-pasal di UU ITE yang dianggap 'karet'.
Jovi diproses hukum atas kasus dugaan pencemaran nama baik. Dia mulanya dilaporkan ke kantor Kepolisian Resor Tapanuli Selatan dengan dugaan pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, dan/atau mendistribusikan Informasi Elektronik mengandung kesusilaan.
Dia diseret kasus pidana hanya karena mengkritik seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) formasi jabatan Pengawal Tahanan pada Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan agar tidak menggunakan mobil dinas Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan tanpa disertai adanya Surat Perintah dan Akta Pengawasan Melekat apalagi untuk kepentingan pribadi.
Atas perbuatannya itu, Jaksa Jovi divonis dengan pidana percobaan selama enam bulan.

Pemohon Kedua
Sementara Daniel, terlibat kasus UU ITE terkait unggahan media sosial tentang pencemaran limbah tambak udang Karimunjawa.
Menurut Daniel, permasalahan yang dihadapinya disebabkan karena pasal-pasal dalam UU 19/2016 diterapkan secara ‘karet’ terhadap dirinya yang mengunggah konten video yang menunjukkan tercemarnya salah satu pantai di Karimun Jawa.
Padahal, unggahan Daniel disebut tersebut tidak ditujukan pada orang tertentu dan tidak pula ditujukan untuk menimbulkan kebencian atas dasar suku, agama, ras, dan antar golongan.
Daniel pun dihukum 7 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jepara. Namun, Pengadilan Tinggi Semarang membatalkan vonis itu serta menjatuhkan putusan bebas kepada Daniel. Putusan bebas itu diperkuat di tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Gugatan Jovi dan Daniel ke MK
Dalam permohonannya, pasal yang digugat oleh Daniel adalah Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) dan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024.
MK menyatakan bahwa ketentuan dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE tidak berlaku untuk lembaga pemerintah, institusi, profesi, korporasi, jabatan, serta kelompok yang memiliki identitas tertentu.
MK menegaskan bahwa frasa 'orang lain' dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE harus dimaknai sebagai individu atau perseorangan.
Diketahui, Pasal 27A sebelumnya berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik”.
Sedangkan Pasal 45 ayat (4) berbunyi: “Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 400.000.000”.
Sementara, Pasal 28 ayat (2) sebelumnya berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik”.
Lalu, Pasal 45A ayat (2) berbunyi: “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000”.
Sementara itu dalam gugatan Jovi meminta MK untuk mengubah sejumlah pasal dalam UU ITE dan KUHP. Pasal-pasal yang dimaksud adalah Pasal 310 Ayat 3 KUHP, Pasal 27 Ayat 1 UU ITE 2024, Pasal 28 Ayat 3, Pasal 45 Ayat 1 dan Ayat 2 Huruf a, Pasal 45 Ayat 7, dan Pasal 45A Ayat 3.
Jovi dalam permohonannya menyebut bahwa pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 28D Ayat 1, Pasal 28E Ayat 2 dan Ayat 3, serta Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945.
MK dalam putusannya mengabulkan sebagian permohonan dari Jovi tersebut, yaitu terkait dengan Pasal 28 Ayat 3 dan Pasal 45A Ayat 3 UU ITE yang semula berbunyi sebagai berikut.
Dalam putusan tersebut, MK menyatakan kata 'kerusuhan' dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber'.
Diketahui, Pasal 28 ayat 3 UU ITE sebelumnya berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat."
Sedangkan Pasal 45A ayat 3 UU ITE berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00."
MK juga menyatakan permohonan pemohon sepanjang frasa 'dilakukan demi kepentingan umum' dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a UU 1/2024 serta frasa 'melanggar kesusilaan' dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024 tidak dapat diterima.
Pasal 45 ayat (2) huruf a UU ITE berbunyi: "Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan demi kepentingan umum;"
Pasal 27 ayat (1) berbunyi: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Sedangkan Pasal 45 ayat (1) berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00."