Anak Gangguan Mental Emosial saat Ini Lebih Banyak Dibanding Dulu, Ini Penjelasan BKKBN
Peran keluarga sangat vital dalam menjaga kestabilan kondisi mental anak-anak.
Peran keluarga sangat vital dalam menjaga kestabilan kondisi mental anak-anak.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam mencegah kasus anak yang mengalami gangguan mental emosional yang belakangan ini marak dijumpai. Ia mengakui, jumlah anak-anak zaman sekarang yang mengalami gangguan mental emosional jauh lebih banyak dibandingkan zaman dulu, sehingga peran keluarga menjadi sangat penting untuk membantu pencegahannya.
terang Kepala BKKBN, Dr. dr. Hasto Wardoyo, mengutip ANTARA pada Jumat (4/8).
Hasto mengatakan, gejala lain yang mengganggu mental emosional antara lain anak-anak yang merasa hebat sendiri, depresiasi seksual atau memiliki orientasi seksual yang aneh. “Anak muda mengatakan ‘toxic people’, orang yang betul-betul meracuni. Ketemu jadi ‘toxic friendship’, nikah jadi ‘toxic relationship’, akhirnya ‘broken home’,” kata Hasto.
Terkait hal tersebut, Hasto meminta keluarga benar-benar menjalankan perannya dalam mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya. Sebab mereka memang sedang butuh perhatian besar. “Nasihat ulama, didiklah anak cucumu sesuai dengan zamannya karena mereka tidak dilahirkan di zamanmu. Ajak mereka berdiskusi. Orang tua tidak perlu merasa hebat,” kata Hasto.
Ia mengatakan bahwa membangun keluarga memang tidak mudah, tetapi benar-benar harus dilakukan karena keluarga merupakan pondasi bagi anak untuk menapakkan langkahnya ke depan. "Anak-anak betul-betul butuh perhatian. Sebagaimana pesan Pak Jokowi bahwa keluarga menjadi pondasi. Marilah kembali pada keluarga, menciptakan keluarga yang sebaik-baiknya," katanya.
Hasto juga menyoroti angka perceraian di Indonesia yang masih tinggi, seperti pada 2021 dengan jumlah perceraian 581 ribu kasus, sedangkan angka pernikahan di tahun yang sama adalah 1,9 juta. "Mayoritas, 75 persen alasannya karena konflik kecil-kecil berkepanjangan, boten purun ngalah (tidak ada yang mau mengalah). 70 persen lebih yang nyuwun (minta) cerai dari pihak istri," katanya. Itulah sebabnya, Hasto mengingatkan bahwa pasangan yang ingin menikah harus mendapatkan bimbingan pernikahan yang baik, termasuk suami yang menjadi khalifah dalam rumah tangga.
Anak-anak yang sering mengalami teriakan dari orangtua cenderung mengalami gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan stres.
Baca SelengkapnyaKondisi kesehatan mental punya dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak muda.
Baca SelengkapnyaPenyakit keterbelakangan mental adalah kondisi medis yang mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial, dan emosional anak.
Baca SelengkapnyaAnak kurang kasih sayang mendapatkan banyak masalah kesehatan mental.
Baca SelengkapnyaOrang yang mengalami mental down akan kehilangan gairah untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan tidak bisa melakukan suatu pekerjaan seperti biasanya.
Baca SelengkapnyaDaripada merespon dengan marah atau balas dendam, seseorang dapat belajar bagaimana berbicara dengan bijak dan mencari solusi yang konstruktif.
Baca SelengkapnyaTes mental anak adalah cara untuk mengukur perilaku dan karakteristik anak, guna mendapatkan informasi tentang perkembangan pola pikir dan kecerdasannya.
Baca SelengkapnyaPsikopat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki emosi, perasaan, dan hati nurani.
Baca SelengkapnyaKesehatan mental penting diperhatikan selama masa kehamilan. Edukasi diri Anda dan pasangan tentang hal ini.
Baca Selengkapnya