Mengenal Nutri-Level dan Tujuannya, Pelabelan Nutrisi yang Segera Diterapkan di Indonesia
Penerapan Nutri-Level di Indonesia merupakan langkah penting dalam upaya mengendalikan konsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat.
Dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengendalikan konsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat, pemerintah Indonesia sedang mengembangkan sistem pelabelan nutrisi yang inovatif, yaitu Nutri-Level.
Sistem ini dirancang untuk memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami mengenai kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam produk makanan dan minuman. Dengan demikian, konsumen dapat membuat pilihan yang lebih sehat dan bijak dalam memilih produk yang dikonsumsi.
-
Kenapa nutrisi penting? Nutrisi yang baik dan seimbang dapat mendukung perkembangan otak dan tubuh anak, serta mencegah defisit gizi atau malnutrisi.
-
Apa saja yang termasuk dalam pilar nutrisi? Nutrisi yang baik harus bergizi seimbang dan bervariasi, mengandung karbohidrat, protein, lemak, serta vitamin dan mineral. Pemilihan susu pertumbuhan yang tepat juga penting untuk mendukung kecerdasan otak dan daya tahan tubuh anak.
-
Bagaimana cara mengetahui kebutuhan nutrisi tubuh? Untuk membantu mengetahui kebutuhan nutrisi tubuh, Dr. Tan merujuk pada konsep 'Isi Piringku' yang digagas oleh Kementerian Kesehatan. Konsep ini menekankan pentingnya mengonsumsi 50 persen sayuran dan buah-buahan dalam setiap hidangan, sementara sisanya terdiri dari karbohidrat dan protein.
-
Apa saja manfaat pemenuhan gizi? Nutrisi yang baik tidak hanya mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu, tetapi juga berperan penting dalam mencegah berbagai masalah kesehatan.
-
Apa tujuan utama gizi seimbang? Gizi seimbang adalah dasar penting untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat, menjaga kesehatan fisik dan mental, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
-
Kenapa penting jaga gizi makanan? Tips masak tanpa merusak gizi dari bahan-bahan makanan tentu penting untuk diketahui semua orang. Metode memasak ternyata dapat memengaruhi nilai gizi yang terkandung di dalam makanan. Maka dari itu, penting mengetahui tips masak agar gizi makanan tetap terjaga.
Nutri-Level akan mengelompokkan produk pangan ke dalam empat kategori berdasarkan kadar GGL-nya. Dengan adanya label ini, diharapkan konsumen dapat dengan mudah mengenali dan memilih produk yang lebih baik untuk kesehatan mereka. Penerapan sistem pelabelan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang, tetapi juga mendorong produsen untuk melakukan reformulasi produk agar lebih sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat.
Apa Itu Nutri-Level?
Nutri-Level adalah sistem pelabelan yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen mengenai kandungan nutrisi dalam produk makanan dan minuman, khususnya terkait dengan kadar gula, garam, dan lemak (GGL).
Konsep ini diadopsi dari sistem serupa yang telah diterapkan di negara lain, seperti Singapura, dan saat ini sedang dalam proses implementasi di Indonesia sebagai langkah untuk mengendalikan penyakit tidak menular (PTM) yang semakin meningkat, seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.
Nutri-Level merupakan bagian dari upaya global yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola makan sehat.
Penerapan Nutri-Level di Indonesia dilakukan secara bertahap. Fokus awal akan diberikan pada minuman siap saji dan pangan olahan. BPOM sedang dalam proses sosialisasi kepada pelaku industri dan masyarakat untuk memastikan pemahaman yang baik mengenai sistem ini. Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan insentif bagi perusahaan yang melakukan penyesuaian produk berdasarkan kriteria Nutri-Level.
Tingkatan dalam Nutri-lLvel
Nutri-Level terdiri dari empat tingkatan: A, B, C, dan D. Level A menunjukkan kandungan GGL yang paling rendah, sedangkan Level D menunjukkan kandungan GGL yang paling tinggi.
- Level A: Menunjukkan produk dengan kandungan GGL yang paling rendah. Produk pada level ini dianggap sangat sehat dan direkomendasikan untuk dikonsumsi.
- Level B: Menunjukkan produk dengan kadar GGL yang rendah. Meskipun tidak sebaik level A, produk ini masih merupakan pilihan yang lebih sehat.
- Level C: Menunjukkan produk dengan kadar GGL yang lebih tinggi. Konsumsi produk pada level ini sebaiknya dibatasi.
- Level D: Menunjukkan produk dengan kadar GGL yang paling tinggi. Produk ini sebaiknya dihindari atau dikonsumsi dalam jumlah sangat terbatas.
Tujuan Penerapan Nutri-Level
Penerapan Nutri-Level di Indonesia memiliki beberapa tujuan utama yang terkait dengan upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan mengendalikan konsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat. Berikut adalah penjelasan yang panjang tentang tujuan penerapan Nutri-Level:
1. Mengendalikan Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (GGL)
Konsumsi yang berlebihan dari gula, garam, dan lemak (GGL) telah diketahui sebagai salah satu penyebab utama penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Di Indonesia, masalah ini semakin parah dengan meningkatnya kasus-kasus tersebut. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengendalikan konsumsi GGL melalui kebijakan pelabelan nutrisi pada produk makanan dan minuman.
2. Memberikan Literasi dan Edukasi
Tujuan utama dari penerapan Nutri-Level adalah memberikan literasi dan edukasi kepada masyarakat tentang kandungan nutrisi dalam produk makanan dan minuman. Dengan adanya label ini, konsumen dapat lebih mudah memahami dan memilih produk yang lebih sehat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berupaya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pola makan sehat.
Penerapan Nutri-Level juga berfungsi sebagai alat edukasi bagi masyarakat. Dengan memahami label nutri-level, masyarakat dapat membuat pilihan yang lebih cerdas terkait konsumsi makanan dan minuman mereka. Hal ini sangat penting terutama bagi anak-anak dan remaja yang rentan terhadap konsumsi makanan tinggi gula.
3. Mengurangi Penyakit Tidak Menular
Dengan mempromosikan pilihan makanan yang lebih sehat, Nutri-Level diharapkan dapat berkontribusi dalam mengurangi prevalensi penyakit tidak menular. Data menunjukkan bahwa konsumsi minuman tinggi gula sangat tinggi di kalangan anak-anak dan remaja, sehingga perubahan perilaku melalui edukasi dan informasi yang tepat menjadi sangat penting.
Pelabelan makanan dan minuman sehat seperti Nutri-Level sudah lebih dulu diterapkan di Singapura dengan nama "Nutri-Grade". Hasilnya, kebiasaan generasi muda dalam mengonsumsi minuman manis telah bergeser. Banyak yang lebih memilih membeli minuman dengan level A (kandungan gula kurang dari satu gram per 100 ml) demi hidup lebih sehat. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pelabelan nutrisi dapat efektif dalam mengubah perilaku konsumsi masyarakat.
4. Mendorong Reformulasi Produk
Penerapan Nutri-Level juga mendorong produsen untuk melakukan reformulasi terhadap produk mereka agar lebih sehat. Pemerintah mempertimbangkan besaran insentif yang akan diberikan kepada perusahaan dalam penyesuaian makanan berdasarkan Nutri-level. Hal ini bertujuan untuk tidak merugikan perusahaan terkait yang tentu akan melakukan penyesuaian untuk pangan yang lebih sehat.
Tantangan dalam Implementasi Nutri-Level
Penerapan sistem Nutri-Level di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang konsumsi makanan dan minuman yang sehat. Meskipun memiliki banyak manfaat, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam implementasinya.
1. Literasi Gizi yang Rendah
Salah satu tantangan terbesar adalah tingkat literasi gizi masyarakat yang masih rendah. Banyak konsumen yang tidak memahami informasi nutrisi atau cara membaca label gizi, termasuk Nutri-Level. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan dalam memilih produk yang sehat. Oleh karena itu, diperlukan upaya edukasi yang intensif agar masyarakat dapat memahami dan menggunakan informasi dari label Nutri-Level dengan baik .
2. Perilaku Konsumsi Masyarakat
Perubahan perilaku konsumsi merupakan tantangan signifikan. Masyarakat sering kali terjebak dalam kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula, garam, dan lemak, meskipun mereka tahu bahwa produk tersebut tidak sehat. Mengubah kebiasaan ini memerlukan waktu dan strategi pemasaran yang efektif untuk mendorong masyarakat beralih ke pilihan yang lebih sehat .
3. Keterlibatan Pelaku Usaha
Penerapan Nutri-Level juga membutuhkan keterlibatan aktif dari pelaku industri makanan dan minuman. Produsen harus melakukan reformulasi produk agar sesuai dengan standar Nutri-Level tanpa merugikan bisnis mereka. Hal ini dapat menjadi tantangan, terutama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mungkin tidak memiliki sumber daya untuk melakukan perubahan pada produk mereka .
4. Regulasi dan Standarisasi
Proses pengaturan dan standarisasi level Nutri-Level juga menjadi tantangan tersendiri. Saat ini, pemerintah masih dalam tahap membahas kriteria dan batasan untuk setiap level (A, B, C, D). Ketidakpastian mengenai standar ini dapat menghambat pelaksanaan sistem pelabelan secara efektif . Selain itu, peraturan harus disinkronkan antara berbagai lembaga pemerintah untuk memastikan keselarasan dalam penerapan Nutri-Level.
5. Sosialisasi dan Penerimaan Masyarakat
Sosialisasi mengenai Nutri-Level kepada masyarakat juga menjadi tantangan penting. Masyarakat perlu diberi informasi yang jelas dan mudah dipahami tentang apa itu Nutri-Level dan bagaimana cara membacanya. Penggunaan gambar atau simbol sederhana pada label dapat membantu meningkatkan pemahaman masyarakat . Namun, efektivitas sosialisasi ini sangat bergantung pada metode komunikasi yang digunakan.