Panduan Rumah Sehat dari WHO: Bisakah Diterapkan di Rumah Mungil 18 Meter Persegi?
WHO memberikan panduan rumah sehat untuk mencegah penyakit menular, stres, dan masalah kesehatan lainnya. Simak kriteria hunian ideal di sini!

Rumah bukan hanya sekadar tempat berlindung, tetapi juga fondasi kesehatan keluarga. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah lama menekankan pentingnya hunian yang sehat sebagai faktor krusial dalam meningkatkan kualitas hidup.
Bentuk rumah sehat ini telah dijelaskan dalam WHO Housing and Health Guidelines yang diterbitkan pada tahun 2018. Panduan ini, yang ditujukan bagi pemerintah untuk diadopsi menjadi peraturan, memberikan kerangka kerja komprehensif untuk menciptakan lingkungan hunian yang mendukung kesehatan fisik dan mental penghuninya.
Lantas, bisakah panduan ini bisa diterapkan di rumah mungil yang hanya 18 meter persegi? Seperti kita tahu, pemerintah tengah mendorong rumah subsidi sekecil ini untuk menjawab mimpi masyarakat berpenghasilan rendah memiliki hunian. Namun, di balik harga terjangkau, ada pertanyaan besar: apakah rumah sekecil ini sehat untuk ditinggali?
Ruang Hidup: Jangan Sampai Berdesakan
WHO bilang, rumah sehat adalah tempat yang tak hanya melindungi dari hujan dan panas, tapi juga menjaga kesehatan fisik dan mental. Salah satu musuh utama kesehatan adalah crowding—kepadatan, saat terlalu banyak orang berdesak-desakan di ruang sempit. Kepadatan bisa memicu penyakit menular seperti tuberkulosis atau diare, hingga masalah mental seperti stres akibat kurangnya privasi.
Meski WHO tak menetapkan ukuran minimum meter persegi per orang, ada patokan internasional. Misalnya, UN-Habitat bilang rumah dianggap padat kalau lebih dari tiga orang berbagi satu ruangan layak huni—seperti kamar tidur atau ruang tamu, bukan dapur atau kamar mandi. American Crowding Index lebih ketat: lebih dari satu orang per ruangan sudah padat, dan kalau lebih dari 1,5 orang, itu masuk kategori berat. Di Indonesia, Standar Nasional Indonesia (SNI) merekomendasikan minimal 9 meter persegi per orang. Artinya, rumah 18 meter persegi idealnya cuma untuk dua orang.
Untuk keluarga dengan tiga orang atau lebih, ruang ini bisa jadi bencana. Bayangkan empat orang tinggal di 18 meter persegi—tiap orang hanya kebagian 4,5 meter persegi, separuh dari standar minimum. Ruang gerak terbatas, privasi nyaris hilang, dan risiko penyakit meningkat. WHO juga punya catatan khusus untuk situasi darurat, seperti pengungsian, di mana 4,5–5,5 meter persegi per orang cukup—tapi ini bukan untuk hidup jangka panjang.
Udara Segar: Rumah Harus Bisa Bernapas
Pernah merasa sesak di ruangan tanpa jendela? Itu tanda ventilasi buruk, dan menurut WHO, ini ancaman serius. Ventilasi yang baik menjaga udara dalam ruangan tetap segar, mencegah kelembapan, jamur, dan polutan dari masakan atau asap. Tanpa ventilasi, risiko alergi, asma, hingga infeksi pernapasan melonjak. Penelitian WHO bahkan menyebut ventilasi buruk menyumbang 3,8 juta kematian dini setiap tahun akibat polusi udara dalam ruangan.
Di iklim tropis Indonesia, ventilasi alami adalah kunci. Jendela besar atau lubang angin di dua sisi rumah bisa menciptakan aliran udara yang bikin ruangan terasa lega. Untuk rumah 18 meter persegi, ventilasi silang—udara masuk dari satu sisi dan keluar dari sisi lain—adalah solusi murah meriah. Tanpa ini, rumah mungil bisa jadi seperti oven, terutama saat siang bolong.
Sanitasi: Kebersihan adalah Nyawa
Rumah sehat tak lengkap tanpa sanitasi yang baik. WHO menegaskan, air bersih dan toilet layak adalah fondasi mencegah penyakit seperti diare, kolera, atau tipus. Air minum harus bebas dari kuman seperti E. coli dan kontaminan berbahaya seperti timbal atau arsenik. WHO juga merekomendasikan 100–200 liter air per orang per hari untuk kebutuhan minum, masak, dan mandi.
Di rumah 18 meter persegi, sanitasi harus dirancang cerdas. Kamar mandi mungkin cuma seluas lemari, tapi harus bersih dan fungsional. Sistem pembuangan limbah juga harus rapi agar tak mencemari air bersih. Kalau sanitasi buruk, ruang kecil jadi sarang penyakit—kuman dari toilet kotor bisa menyebar cepat di ruangan terbatas. Penelitian WHO menyebut sanitasi buruk menyebabkan 842.000 kematian per tahun akibat diare, angka yang tak bisa diabaikan.

Suhu Nyaman: Jangan Biarkan Panas Menguasai
Di Indonesia yang panas dan lembap, menjaga suhu rumah tetap nyaman adalah tantangan. WHO bilang, di iklim panas, ventilasi alami, kipas, atau peneduhan bisa mencegah heat stress yang bikin tubuh lemas dan kepala pusing. Rumah kecil cenderung cepat panas karena ruangnya terbatas, jadi desain harus mendukung aliran udara.
Misalnya, jendela di dua sisi rumah bisa bikin angin berputar, menurunkan suhu tanpa perlu AC. Di rumah 18 meter persegi, trik ini krusial. Kalau suhu tak terkendali, penghuni—terutama anak-anak atau lansia—bisa kena dampak kesehatan serius.
Keamanan: Rumah Kecil, Tetap Aman
WHO juga menyoroti keamanan rumah dari risiko cedera. Di ruang kecil, bahaya seperti lantai licin, sudut tajam, atau pencahayaan buruk harus dihindari. Perangkat seperti alarm asap atau pengaman jendela penting untuk mencegah luka bakar, jatuh, atau keracunan. Di rumah 18 meter persegi, desain minimalis harus tetap aman—misalnya, pakai furnitur tanpa sudut tajam atau pastikan kabel listrik tak berserakan.
Akses untuk Semua: Rumah Inklusif
Rumah sehat juga harus ramah untuk semua, termasuk penyandang disabilitas. WHO merekomendasikan fitur seperti ramp, pegangan tangan, atau pintu lebar untuk memudahkan akses. Di rumah kecil, ini mungkin sulit, tapi desain universal—seperti pintu tanpa ambang tinggi—bisa membantu. Dengan populasi lansia yang terus meningkat, aksesibilitas jadi semakin penting.
Udara Bersih dan Tenang: Jauhkan Polutan dan Bising
Selain ventilasi, kualitas udara dalam ruangan harus bebas dari polutan seperti karbon monoksida, formaldehida, atau asap dari bahan bakar kotor. WHO juga menyoroti kebisingan—suara bising di malam hari sebaiknya tak lebih dari 40 desibel di luar rumah, agar penghuni bisa tidur nyenyak. Di perumahan padat, ini tantangan besar, tapi rumah 18 meter persegi bisa dirancang dengan jendela kedap suara atau dinding tebal untuk meredam bising.
Hindari Zat Beracun: Jaga Rumah dari Bahaya Tak Terlihat
WHO memperingatkan soal zat beracun seperti asbes, timbal, atau radon, yang bisa memicu kanker atau kerusakan saraf. Di rumah kecil, paparan zat ini bisa lebih berbahaya karena ruang terbatas. Pastikan material bangunan aman—misalnya, hindari cat berbahan timbal atau asbes untuk atap. Ventilasi yang baik juga membantu mencegah penumpukan radon.

Rumah 18 Meter: Layak atau Tidak?
Jadi, apakah rumah 18 meter persegi bisa disebut sehat? Untuk satu atau dua orang, sangat mungkin, asalkan desainnya cerdas: jendela besar untuk udara segar, kamar mandi bersih, dan furnitur hemat ruang. Tapi, untuk keluarga dengan anak, ruang ini terlalu sempit. Kepadatan meningkatkan risiko penyakit dan stres, apalagi kalau ventilasi atau sanitasi buruk.
Pemerintah mengatakan bahwa rumah ini cocok untuk lajang atau pasangan muda, dan itu masuk akal. Tapi, tanpa perencanaan matang, rumah mungil bisa jadi jebakan kesehatan. Desain harus memenuhi standar WHO: ventilasi alami, sanitasi mumpuni, suhu terkendali, dan keamanan terjamin.
Wacana rumah subsidi 18 meter persegi menunjukkan niat pemerintah membuat perumahan dengan harga terjangkau. Tapi, niat baik saja tak cukup. WHO menyarankan kolaborasi antarsektor—pemerintah, arsitek, dan masyarakat—untuk memastikan rumah kecil tetap sehat. Kode bangunan seperti ISO 21542:2011 untuk aksesibilitas bisa jadi panduan. Pemantauan juga penting, supaya rumah ini tak cuma murah, tapi juga layak huni.
Panduan rumah sehat dari WHO memberikan kerangka kerja komprehensif untuk menciptakan hunian yang mendukung kesehatan fisik dan mental penghuninya. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita dapat mewujudkan rumah yang tidak hanya nyaman, tetapi juga menyehatkan. Ingatlah bahwa rumah adalah investasi jangka panjang untuk kesehatan dan kesejahteraan keluarga Anda.