Apakah Rumah yang Lebih Kecil Berarti Kesehatan Mental yang Lebih Buruk?
Rumah mungil 18 meter persegi bisa memengaruhi kesehatan mental? Ketahui dampak tinggal di rumah mungil terhadap kesehatan mental kita.

Banyak orang bermimpi memiliki rumah besar dengan halaman luas. Namun, realitasnya, tidak semua orang mampu mewujudkannya. Keterbatasan lahan dan biaya seringkali memaksa kita untuk tinggal di hunian yang lebih kecil.
Bayangkan tinggal di sebuah rumah yang luasnya hanya setara dengan carport atau bahkan kandang ayam. Itulah gambaran yang muncul ketika pemerintah Indonesia mengusulkan untuk memperkecil ukuran rumah subsidi menjadi hanya 18 meter persegi, turun dari standar sebelumnya yang berkisar antara 21 hingga 36 meter persegi.
Meskipun tujuannya adalah untuk meningkatkan akses perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, terutama di daerah perkotaan dengan lahan mahal, banyak pihak khawatir bahwa rumah sekecil ini dapat membahayakan kesehatan mental penghuninya. Bagaimana ukuran rumah memengaruhi kesejahteraan psikologis? Dan apakah kebijakan ini sepadan dengan risiko yang mungkin ditimbulkannya?
Hubungan antara Ukuran Rumah dan Kesehatan Mental
Penelitian ilmiah telah lama menyoroti pentingnya lingkungan tempat tinggal bagi kesehatan mental. Sebuah studi yang diterbitkan di International Journal of Environmental Research and Public Health (Can Homes Affect Well-Being?) menemukan bahwa rumah dengan luas lebih dari 80 meter persegi menawarkan kenyamanan akustik yang lebih baik, yang membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Sebaliknya, rumah yang terlalu kecil sering kali menyebabkan kepadatan penduduk (overcrowding), yang dikaitkan dengan peningkatan stres, kecemasan, dan depresi.
Sebuah penelitian oleh Ruiz-Tagle dan Urria (2022) di Social Science & Medicine (Household Overcrowding) menunjukkan bahwa kepadatan rumah tangga yang tinggi dapat menurunkan kesejahteraan mental. Kurangnya ruang pribadi dan privasi dapat memicu ketegangan dalam hubungan keluarga, meningkatkan risiko gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Studi lain oleh Singh et al. (2019) di American Journal of Preventive Medicine (Housing Disadvantage) menemukan bahwa wanita yang tinggal di rumah dengan ruang tidak memadai melaporkan rata-rata 0,8 gejala depresi lebih banyak dibandingkan mereka yang tinggal di rumah yang lebih luas.
Selain itu, sebuah studi oleh Pierse et al. (2016) di Journal of Epidemiology and Community Health (Household Crowding) menunjukkan bahwa setiap peningkatan jumlah orang per kamar tidur berkorelasi dengan skor gangguan psikologis yang lebih tinggi. Hal ini menegaskan bahwa ruang yang sempit tidak hanya memengaruhi kenyamanan fisik tetapi juga kesehatan mental penghuni. Berikut adalah delapan dampak utama ukuran rumah kecil terhadap kesejahteraan psikologis, diikuti dengan sorotan singkat tentang kebijakan pemerintah yang kontroversial ini.
1. Peningkatan Stres Akibat Kepadatan
Kepadatan rumah tangga, atau overcrowding, adalah salah satu dampak utama rumah berukuran kecil. Penelitian dalam Social Science & Medicine (Household Overcrowding) menunjukkan bahwa tinggal di ruang sempit meningkatkan stres karena penghuni merasa terbatas dalam ruang gerak. Ketidakmampuan untuk menemukan ketenangan di rumah dapat memicu ketegangan sehari-hari.
2. Gangguan Kecemasan yang Lebih Tinggi
Ruang yang terlalu kecil sering kali membuat penghuni merasa terkekang. Studi dari American Journal of Preventive Medicine (Housing Disadvantage) menemukan bahwa wanita yang tinggal di rumah kecil melaporkan rata-rata 0,8 gejala depresi lebih banyak, termasuk kecemasan, karena kurangnya ruang untuk relaksasi atau aktivitas pribadi.
3. Konflik Keluarga yang Meningkat
Kurangnya privasi di rumah kecil dapat memicu konflik antar anggota keluarga. Menurut Journal of Epidemiology and Community Health (Household Crowding), setiap tambahan orang per kamar tidur meningkatkan risiko ketegangan keluarga, yang dapat memperburuk hubungan dan kesehatan mental.
4. Gangguan Tidur
Rumah kecil sering kali memiliki keterbatasan dalam hal isolasi suara. Penelitian dari International Journal of Environmental Research and Public Health (Can Homes Affect Well-Being?) menunjukkan bahwa rumah di bawah 80 meter persegi cenderung memiliki kenyamanan akustik yang buruk, menyebabkan gangguan tidur yang berkontribusi pada stres dan kecemasan.

5. Kurangnya Ruang Pribadi
Privasi adalah kebutuhan dasar untuk kesejahteraan mental. Artikel di What Works Wellbeing (Home Design) menekankan bahwa kontrol atas ruang pribadi penting untuk mengurangi stres. Rumah kecil sering kali tidak menyediakan ruang untuk menyendiri, yang dapat meningkatkan perasaan tertekan.
6. Dampak pada Perkembangan Anak
Untuk keluarga dengan anak-anak, rumah kecil dapat membatasi ruang bermain dan belajar. Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di lingkungan sempit berisiko mengalami stres dan masalah perkembangan emosional akibat kurangnya ruang untuk aktivitas kreatif atau fisik.
7. Penurunan Produktivitas
Ruang kerja yang sempit atau tidak memadai di rumah kecil dapat menurunkan produktivitas, terutama bagi mereka yang bekerja dari rumah. Kurangnya ruang untuk fokus dapat meningkatkan frustrasi dan menurunkan kesejahteraan mental.
8. Ketidakmampuan Memersonalisasi Ruang
Mengatur dan mempersonalisasi ruang rumah penting untuk menciptakan rasa nyaman. Rumah berukuran kecil sering kali membatasi kemampuan penghuni untuk mendekorasi atau menata ruang sesuai keinginan, yang dapat memengaruhi kepuasan hidup dan kesehatan mental.
Kebijakan Rumah Subsidi 18 Meter Persegi
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, mengusulkan draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 untuk mengecilkan ukuran minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi untuk bangunan dan 25 meter persegi untuk lahan, turun dari standar sebelumnya 21 meter persegi untuk bangunan dan 60 meter persegi untuk lahan. Tujuannya adalah meningkatkan keterjangkauan perumahan di daerah perkotaan dengan harga lahan tinggi, tetapi pengembang dan masyarakat mengkritik ukuran ini sebagai tidak layak huni, membandingkannya dengan gudang atau kos-kosan.
Kebijakan ini masih dalam tahap draf, dan pemerintah terbuka terhadap masukan publik. Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah menyatakan bahwa ukuran lebih besar masih dipertimbangkan, sementara Menteri PKP Maruarar Sirait menegaskan bahwa rumah 18 meter persegi hanya opsi tambahan untuk kebutuhan tertentu, seperti untuk lajang atau pasangan muda.
Kepadatan Hunian dan Stres: Dampak Rumah Mungil 18 Meter Persegi
Salah satu dampak paling signifikan dari rumah mungil 18 meter persegi adalah kepadatan hunian. Ketika terlalu banyak orang tinggal di ruang yang sempit, privasi menjadi barang langka. Hal ini dapat memicu stres, konflik, dan perasaan tertekan. Standar Nasional Indonesia (SNI) merekomendasikan minimal 9 meter persegi per orang. Jika sebuah keluarga beranggotakan empat orang tinggal di rumah mungil 18 meter persegi, jelas standar ini tidak terpenuhi.
Kepadatan hunian yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai masalah psikologis. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Environmental Psychology, orang yang tinggal di lingkungan padat cenderung lebih mudah marah, sulit berkonsentrasi, dan rentan terhadap gangguan tidur. Kurangnya ruang pribadi juga dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional, terutama pada anak-anak dan remaja.
Namun, bukan berarti rumah mungil 18 meter persegi selalu menjadi sumber masalah. Jika dirancang dengan cerdas dan ditata dengan baik, hunian kecil tetap bisa memberikan kenyamanan dan kebahagiaan. Kuncinya adalah memaksimalkan setiap sudut ruang dan menciptakan suasana yang tenang dan damai. Misalnya, dengan menggunakan furnitur multifungsi, memanfaatkan dinding sebagai tempat penyimpanan, dan memilih warna-warna cerah yang memberikan kesan lapang.
Rumah kecil mungkin hemat biaya, tetapi dampaknya terhadap kesehatan mental tidak bisa diabaikan. Dari peningkatan stres hingga konflik keluarga, ruang yang sempit dapat mengikis kesejahteraan psikologis. Pemerintah perlu mempertimbangkan temuan penelitian dan kritik publik untuk memastikan bahwa rumah subsidi tidak hanya terjangkau, tetapi juga mendukung kualitas hidup yang sehat.