Ilmuwan Jelaskan Alasan Mengapa Astronot Tak Boleh Terlalu Lama di Luar Angkasa, Ini Risikonya
Ada risiko besar menanti bila astronot memaksakan terlalu lama di luar angkasa.
Ada risiko besar menanti bila astronot memaksakan terlalu lama di luar angkasa.
Ilmuwan Jelaskan Alasan Mengapa Astronot Tak Boleh Terlalu Lama di Luar Angkasa, Ini Risikonya
Ketika astronot kembali ke Bumi, terkadang kondisinya tidak sebugar saat pertama melakukan perjalanan misi ke luar angkasa.
Sesampainya di Bumi, mereka harus melakukan training atau adaptasi.
-
Apa bahaya yang dihadapi astronot di luar angkasa? Mereka akan mengalami suhu ekstrem, mulai dari minus 240 hingga 250 derajat Fahrenheit atau minus 120 derajat Celcius di orbit rendah Bumi (LEO). Kondisi ini akan menyebabkan luka bakar atau pembekuan.
-
Bagaimana Astronot NASA bisa tinggal lama di luar angkasa? Mengutip Starlust, Selasa, (19/9), durasi seorang astronot bekerja di luar angkasa biasanya dipengaruhi oleh jenis misi dan tujuan seperti penelitian atau pemeliharaan alat.
-
Apa dampak radiasi luar angkasa pada astronot? Bahkan selama enam bulan berada di luar angkasa, para astronot berisiko mengalami sepsis karena terpapar radiasi penyebab kanker dan disregulasi sistem imun.
-
Kenapa astronot mudah sakit? Radiasi kosmik, mikrogravitasi, serta stres fisik dan mental secara keseluruhan yang terlibat dalam perjalanan luar angkasa dapat melemahkan sistem kekebalan astronot dan membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit sistemik.
-
Apa yang terjadi pada astronot? Pada 25 oktober, salah satu astronot dirawat di rumah sakit setelah mendarat di atas kapsul SpaceX Crew Dragon yang mengakhiri misi 235 hari.
-
Apa yang terjadi pada tubuh astronot di luar angkasa? Perlu diketahui bahwa tanpa sadar cahaya matahari ternyata memengaruhi tubuh dalam mengatur jadwal tidur setiap harinya. Ketika sedang berada di luar angkasa menemui banyak sekali matahari terbit dan tenggelam dalam waktu singkat tentunya akan mengubah ritme sirkadian.
Tujuannya agar kondisi badannya kembali terbiasa dengan adanya gravitasi.
Maklum, ruang hampa udara membuat badan astronot seperti tak memiliki beban. Mereka melayang-layang karena tidak adanya gravitasi.
Ternyata tak hanya itu, astronot juga seringnya terkena ruam pada kulitnya atau terserang virus saat berada di stasiun luar angkasa. Hal ini yang kemudian mencoba dianalisis oleh para ilmuwan.
Dilansir dari Science Focus, Rabu (12/7), sebuah studi baru dari Universitas Otawa, Kanada, menunjukkan bahwa perjalanan ruang angkasa benar-benar mengubah cara kerja gen dalam sel darah putih.
Sederhananya, sel darah putih dicegah untuk melakukan fungsi yang biasa dikenali guna memerangi infeksi.
"Kekebalan yang lebih lemah meningkatkan risiko penyakit menular, membatasi kemampuan astronot untuk melakukan misi berat mereka di luar angkasa,"
Guy Trudel seorang profesor kedokteran dan molekuler dari Universitas Ottawa yang juga sebagai peneliti studi itu.
Dia dan tim telah mempelajari gen sel darah putih dari 14 astronot yang telah menghabiskan waktu 4,5-6,5 bulan di ISS. Sebelum, selama, dan setelah penerbangan, para astronot diambil darahnya 4 mililiter sebanyak 10 kali.
Studi yang dipublikasikan di Frontiers In Immunology ini menjelaskan bagaimana penurunan cepat kekuatan sistem kekebalan manusia ketika berada luar angkasa. Hal itu kemungkinan besar disebabkan oleh fenomena yang dikenal sebagai 'pergeseran cairan' atau fluid shift. Pergeseran cairan melibatkan plasma darah, yang mengangkut sel darah putih ke seluruh tubuh. Ia bergerak dari tubuh bagian bawah ke tubuh bagian atas karena gayaberat mikro."Jika infeksi atau kondisi terkait kekebalan berkembang menjadi kondisi parah yang membutuhkan perawatan medis, astronot saat berada di luar angkasa akan memiliki akses terbatas ke perawatan, pengobatan, atau evakuasi,"
Guy Trudel.
Berita baiknya, keadaan yang terjadi pada tubuh astronot tidak dialami seterusnya. Dalam setahun setelah astronot kembali dari tugas selama enam bulan di ISS, volume sel darah putih astronot kembali normal. Tetapi perlu dicatat, waktu pemulihan setiap masing-masing astronot berbeda-beda. Tergantung dari metabolisme tubuh mereka. Myles Harris, ahli dari University College London (UCL) turut mengomentari studi penelitian yang baru ditemukan ini “Hasil ini merupakan pertimbangan penting terkait risiko terhadap kesehatan selama penerbangan luar angkasa dan eksplorasi luar angkasa,” kata Myles Harris, ahli dari University College London (UCL) .
Langkah selanjutnya adalah merancang cara untuk mencegah penekanan kekebalan selama penerbangan luar angkasa jangka panjang.
“Ini juga akan memberikan kontribusi yang berharga untuk desain obat yang dipersonalisasi di Bumi,” kata Harris.