Kejagung Usut Dugaan Sritex Pailit Sampai PHK Ribuan Karyawan Imbas Korupsi Kredit
Penyidik tengah mendalami ke mana pembayaran kredit oleh tersangka Iwan Setiawan Lukminto, untuk perusahaan atau pribadi.

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan terjadinya pailit sampai pemecatan atau PHK ribuan karyawan imbas terjadinya kasus korupsi, yakni dugaan penyelewengan kredit yang dilakukan oleh bos PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto (ISL).
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyampaikan, penyidik tengah mendalami ke mana pembayaran kredit oleh tersangka Iwan Setiawan Lukminto, untuk perusahaan atau pribadi.
“Nah itu yang sedang terus didalami, kemana aliran penggunaan uang Rp692 miliar. Sehingga itu dikatakan sebagai kerugian uang negara. Kan kalau kita dengar penjelasan, ini kan sesungguhnya bahwa pemberian kredit ini kan harus digunakan untuk modal kerja,” tutur Harli kepada wartawan, Sabtu (24/5).
“Modal kerja berarti bagaimana operasionalisasi dari perusahaan ini, sehingga perusahaan ini tidak mengalami kondisi yang katakanlah tidak baik. Apakah modal kerja untuk para pegawai, pekerja dan juga produksi,” sambungnya.
Hasil temuan fakta di lapangan, tersangka Iwan Setiawan Lukminto menggunakan kredit ini untuk hal lainnya, termasuk urusan pembayaran utang.
“Nah ini sekarang yang sedang didalami oleh penyidik apakah pembayaran utang perusahaan atau uang pribadi. Tetapi sekiranya pun ini dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan, nah ini juga tidak dibenarkan. Kenapa? Karena ini tidak sesuai dengan peruntukan. Karena di dalam akad atau kontrak pemberian kredit itu sudah disepakati, sudah diperjanjikan bahwa ini dilakukan untuk modal kerja,” jelasnya.
Bahkan, ada pula indikasi penggunaan uang untuk pembelian aset-aset tidak produktif bagi keberlangsungan kinerja dari perusahaan.
“Sehingga seperti yang kita tahu sekarang mengalami pailitan. Artinya kalau ada manajemen yang baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali bahwa PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat,” kata Harli.
Dia mengulas, pada 2020 PT Sritex mendapatkan keuntungan hingga Rp1,8 triliun. Namun masuk 2021, malah terjadi minus Rp15 triliun lebih sehingga terjadi deviasi yang cukup signifikan dan menjadi anomali dan pintu masuk penyidik untuk menganalisa.
“Bahwa tentu juga kita mengharapkan ada juga apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya, termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank. Karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK,” pungkasnya.