Kejagung Usut Kaitan Aliran Kredit Macet Berujung Sritex Pailit & PHK Ribuan Pekerja
Sritex telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada ribuan perkerja sejak dinyatakan pailit pada Oktober 2024 silam.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar mengatakan, pihaknya masih mendalami soal keterkaitan antara aliran kredit yang disalahgunakan oleh Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto dengan kepailitan perusahaan.
Apalagi, Sritex telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada ribuan perkerja sejak dinyatakan pailit pada Oktober 2024 silam.
"Ya tentu nanti akan kita lihat lah bagaimana perkembangan penyidikan ini. Karena ini kan masih proses di awal ya. Bahwa tentu juga kita mengharapkan ada juga apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya," kata Harli kepada wartawan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (23/5).
"Termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank. Karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK," sambungnya.
Selain itu, dirinya menegaskan, Adhyaksa masih terus mendalami terkait kemana aliran penggunaan uang sebesar Rp692 miliar. Sehingga, hal itu dikatakan sebagai kerugian negara.
"Kan kalau kita dengar penjelasan, ini kan sesungguhnya bahwa pemberian kredit ini kan harus digunakan untuk modal kerja. Modal kerja berarti bagaimana operasionalisasi dari perusahaan ini, sehingga perusahaan ini tidak mengalami kondisi yang katakanlah tidak baik," ujarnya.
"Apakah modal kerja untuk para pegawai, pekerja dan juga produksi. Tetapi kenyataannya kan bahwa yang bersangkutan, ISL justru menggunakan ini untuk hal-hal lain, katakan untuk pembayaran hutang," tambahnya.
Hal itu lalu yang kemudian sampai sekarang ini pihaknya atau penyidik sedang mendalaminya. Apakah pembayaran utang perusahaan atau uang pribadi.

Kejagung Tetapkan 3 Tersangka
Akan tetapi, jika dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan tidak dibenarkan. Karena, hal tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya.
"Karena di dalam akad atau kontrak pemberian kredit itu sudah disepakati, sudah diperjanjikan bahwa ini dilakukan untuk modal kerja. Nah belum lagi misalnya ada indikasi bahwa uang ini juga untuk dipergunakan terhadap penggunaan, pembelian aset-aset yang tidak produktif, yang tidak produktif bagi berlangsungnya kinerja dari perusahaan ini," tegasnya.
"Sehingga seperti yang kita tahu sekarang mengalami pailitan. Artinya kalau ada manajemen yang baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali bahwa PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat," sambungnya.
Berdasarkan informasi yang pernah disampaikan, pada tahun 2020 perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan sekira Rp1,8 triliun. Namun, pada tahun 2021 sudah mengalami minus mencapai Rp15 triliun lebih.
"Jadi ada deviasi yang cukup signifikan, yang barangkali itu menjadi anomali dan pintu masuk bagi kita untuk mengkaji, menganalisa. Kenapa sih harus sampai begitu. Nah makanya ternyata disana ada juga tindak bidana korupsi," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi yang menyeret PT Sri Rejeki Isman atau PT Sritex Tbk. Ketiganya, yakni DS, YM dan ISL.
"Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap DS, YM dan ISL pada hari ini, Rabu 21 Mei 2025 penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan 3 orang tersebut sebagai tersangka," kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar saat jumpa pers di Kejagung, Rabu (21/5) malam.