Keluarga di Temanggung Ini Nekat Tinggal Sendiri di Kampung Mati, Dikelilingi Rumah-Rumah Kosong Terbengkalai
Akses menuju kampung itu cukup sulit. Pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan tanah yang terjal dan berbatu.

Akses menuju kampung itu cukup sulit. Pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan tanah yang terjal dan berbatu.

Keluarga di Temanggung Ini Nekat Tinggal Sendiri di Kampung Mati, Dikelilingi Rumah-Rumah Kosong Terbengkalai

Dusun Gunung Tengu merupakan sebuah perkampungan mati yang berada di tengah perkebunan kopi, lokasinya berada di Desa Sidoharjo, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung.
Melalui sebuah video yang diunggah pada 18 Maret 2024 lalu, kanal YouTube BG Channel berkesempatan untuk mengunjungi dusun terpencil itu.
Untuk menuju ke sana, pemilik kanal YouTube itu harus berjalan kaki menyusuri jalan tanah yang terjal dan berbatu.

Saat musim hujan, jalan itu berubah menjadi becek, licin, dan dipenuhi lumpur. Hal ini berbahaya bagi keselamatan pengendara.
Di sepanjang jalan, beberapa warga tampak sedang membuka ladang untuk kegiatan pertanian. Di tengah perjalanan, pemilik kanal menemukan sebuah batu besar misterius yang warga sekitar menyebutnya “watu jonggol”.

Menurut warga yang ditemui, batu itu sebelumnya ada di bagian bawah, namun tiba-tiba berpindah ke pinggir jalan setapak itu.
Dalam perjalanan itu juga dijumpai beberapa bangunan terbengkalai yang terbuat dari kayu. Di antara deretan rumah terbengkalai itu, ada satu rumah yang masih berpenghuni.
Di dalam, tampak seorang perempuan paruh baya sedang menggendong anak balita.
Perempuan itu bernama Bu Wahyuti. Ia tinggal di kampung terpencil itu bersama suaminya. Sementara rumah-rumah di sekeliling rumah Bu Wahyuti tampak terbengkalai. Bagian atap hingga dindingnya sudah dipenuhi tumbuhan merambat.

Bu Wahyuti mengeluhkan akses yang sulit dari tempat tinggalnya menuju pusat keramaian yang harus ditempuh dengan berjalan kaki. Di sana ia tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

Bu Wahyuti mengatakan ia terpaksa tinggal di kampung terpencil itu karena belum memiliki rumah sendiri, sehingga ia dan keluarganya harus menumpang di rumah yang disewakan pihak perhutani.
Sementara penghuni rumah lainnya pergi meninggalkan kampung terpencil itu karena sudah punya rumah sendiri.