Hidup di Antara Puluhan Rumah Kosong, Keluarga Ini Tinggal di Kampung Mati Cigerut
Disaat semua warga pindah, keluarga ini memilih bertahan di kampung mati.
Disaat semua warga pindah, keluarga ini memilih bertahan di kampung mati.
Berkunjung ke Kampung Mati Cigerut ibarat menyusuri labirin panjang nan berliku menuju ke dunia lain. Letaknya yang begitu terpencil di atas bukit membuat kampung ini seakan jauh dari peradaban manusia.
Tak heran apabila banyak penghuninya memilih pindah ke tempat yang lebih “layak” untuk dihuni.
Namun siapa sangka, masih ada sisa-sisa peradaban kecil di kampung mati itu. Kondisi kampung mati ini coba dieksplorasi kanal YouTube Jejak Bang Ibra. Seperti apa kondisi kampung mati itu?
Saat sampai di Kampung Cigerut, kita langsung diperlihatkan deretan rumah kosong yang terbengkalai. Kebanyakan rumah-rumah itu merupakan bangunan permanen. Namun ironis, karena sudah terlalu lama ditinggalkan pemiliknya, banyak bagian rumah itu yang rusak dan dipenuhi tumbuhan liar.
Banyak rumah kosong di mana-mana. Bahkan kondisi masjid pun dibiarkan tak terawat. Butuh waktu lama untuk mengelilingi kampung mati itu. Hari makin sore, sinar matahari di ufuk barat makin redup. Hingga akhirnya Jejak Bang Ibra menemui sebuah rumah yang masih ada penghuninya.
Seorang gadis keluar dari rumah itu dan menyambut Bang Ibra dengan ramah lalu mempersilahkannya masuk. Di rumah sudah menanti ibu dari gadis itu, Teteh Intan.
Teteh Intan mengaku sudah empat tahun tinggal di kampung itu. Ia berkata beberapa tahun lalu terjadi longsor yang menyebabkan akses menuju kampungnya terputus. Setelah kejadian itu warga satu kampung diungsikan ke Desa Cipakem yang berada di bawah.
Selama dua tahun Teteh Intan dan keluarganya tinggal di tempat relokasi bernama “Bedeng”. Tapi karena ternak dan kebun mereka berada di Cigerut, serta kondisi perekonomian yang terus memburuk, ia dan keluarga memutuskan untuk kembali tinggal di Cigerut.
Sementara suaminya harus bekerja keras mengadu nasib dengan bekerja apapun yang bisa ia lakukan untuk menghidupi keluarga.
“Kalau suami saya itu kerja serabutan. Kerja apa saja mau. Pulangnya nggak mesti. Paling cepat dia pulang jam lima sore. Kadang maghrib, kadang malam, kadang nggak pulang sama sekali,” tutur Teteh Intan.
Selama tinggal di kampung mati itu, tak jarang Teteh Intan mengalami kejadian aneh seperti suara gedoran pintu dan halusinasi setelah bangun tidur.
Hal itu kerap terjadi saat suaminya tidak ada di rumah.
“Sebenarnya saya takut tinggal sendiri di sini. Tapi mungkin lama-lama rasa takutnya sudah nggak ada, jadi sudah terbiasa,” kata Teteh Intan.
Teteh Intan mengatakan, kini di kampung itu hanya menyisakan empat keluarga. Namun rumah mereka saling berjauhan, sehingga jarang bertegur sapa.
Sementara itu Kang Maman, suami dari Teteh Intan, mengaku hingga saat ini ia terus berusaha mencari uang agar bisa membeli rumah atau mengontrak rumah di luar. Bagaimanapun ia dan keluarga ingin pindah dari kampung mati itu.
ungkap Kang Maman, dikutip dari kanal YouTube Jejak Bang Ibra.
Ditumbuhi semak belukar, warga mengaku hampir tiap malam membunuh ular.
Baca SelengkapnyaAda seorang warga kampung yang hilang dan keberadaannya belum diketahui hingga kini.
Baca SelengkapnyaKini rumah tersebut didiami oleh ibunya. Pembangunan di desa kampung halaman sang bupati itu juga cukup baik.
Baca SelengkapnyaSebuah keluarga yang memiliki dua bocah perempuan terpaksa harus tinggal di kampung mati tengah hutan dan setiap hari makan nasi pakai garam.
Baca SelengkapnyaLulusan pascasarjana UGM ini rela lepaskan peluang berkarier di perkotaan demi menemani orang tuanya di rumah
Baca SelengkapnyaRumah makan ini jadi tempat yang asyik dikunjungi bersama keluarga saat berada di Kuningan.
Baca SelengkapnyaMasih banyak ditemukan peninggalan pondasi rumah dan perabotan rumah tangga di bekas desa yang hilang itu
Baca SelengkapnyaMeski digelar sederhana di rumah, namun perayaan ulang tahun Ayu Dewi terasa hangat dan bahagia.
Baca SelengkapnyaKampung ini memiliki pemandangan yang benar-benar memanjakan mata.
Baca Selengkapnya