Peringati Hari Buruh, Pekerja Tembakau Minta Hal Ini ke Pemerintah
Keberlangsungan tenaga kerja sangat bergantung terhadap sikap pemerintah yang bertanggung jawab atas kewenangannya.
Kepedulian pemerintah diharapkan bisa lewat penundaan pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
Peringati Hari Buruh, Pekerja Tembakau Minta Hal Ini ke Pemerintah
Peringati Hari Buruh, Pekerja Tembakau Minta Hal Ini ke Pemerintah
Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) mewakili suara pekerja tembakau meminta kepedulian pemerintah, khususnya memperingati hari buruh sedunia 1 Mei.
Kepedulian pemerintah diharapkan bisa lewat penundaan pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
Penundaan ini dimaksudkan agar pasal-pasal tembakau yang dinilai merugikan keberlangsungan pekerja tembakau dapat dipisahkan dari RPP Kesehatan atau agar ditinjau kembali substansinya.
Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS memaparkan, pernyataan sikap serikat pekerja terhadap pemerintah agar peduli terhadap industri tembakau dan pekerjanya.
Sudarto menegaskan bahwa keberlangsungan tenaga kerja sangat bergantung terhadap sikap pemerintah yang bertanggung jawab atas kewenangannya. Momentum Hari Buruh ini pun bertujuan untuk menyuarakan keresahan serikat pekerja agar lebih peduli terhadap industri.
"RTMM juga menegaskan kepada pemerintah untuk mengantisipasi draf RPP kesehatan yang menghambat produksi, distribusi, maupun penjualan yang akan berdampak pada penurunan kesejahteraan dan pemutusan hubungan kerja. Selain itu, antisipasi kenaikan cukai di tahun 2025 sesuai realitas, situasi, dan kondisi dalam negeri dan ketenagakerjaan saat ini," tegasnya dikutip Kamis (2/5).
Terkait RPP Kesehatan, Sudarto mengaku RTMM masih belum mendapatkan draf terbaru berkaitan dengan pasal-pasal tembakau, bahkan belum dilibatkan sekalipun dalam proses perumusannya.
Hingga saat ini, terdapat 147 ribu pekerja tembakau yang tergabung di RTMM dan akan terdampak apabila RPP Kesehatan disahkan.
"Untuk itu terkait RPP Kesehatan, kami khawatir karena RPP Kesehatan itu secara akses kesempatan itu nampak gelap. Dalam artian kami aksesnya tidak diberi ruang," ungkapnya.
Sudarto menegaskan RPP Kesehatan akan berdampak langsung pada penurunan proses produksi hingga ke daya beli.
Hal ini dikarenakan adanya pembatasan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang dapat menekan produksi, padahal industri hasil tembakau (IHT) masih harus mengejar ketertinggalan setelah pandemi.
Maka, Sudarto menilai pengesahan RPP Kesehatan dengan pasal tembakau berpotensi mengancam keberlangsungan pekerja pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selain itu, keterlibatan berbagai pihak juga diperlukan untuk menampung aspirasi pekerja dalam RPP Kesehatan.
"Kami minta ikut dilibatkan karena isinya akan berdampak pada proses produksi dan proses penjualan," tegasnya.
Dalam hal ini, Sudarto menegaskan agar RPP Kesehatan untuk ditunda terlebih dahulu pengesahannya supaya pasal tembakau dapat dipisahkan dan substansinya dapat ditinjau kembali.
"Kami meminta kepada pemerintah agar terus memperdulikan berbagi hal-hal yang baik, bukan hanya memikirkan pemasukan negara tanpa melihat tenaga kerja dan industri yang berdampak, termasuk dari sisi penjualannya juga produksi. Karena kami sadar bahwa untuk mensejahterakan anggota kami, kami juga harus aware dengan kondisi industrinya," katanya.