Industri Rokok

Aturan yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) ini dianggap berpotensi merugikan baik konsumen maupun produsen.

Merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan antara satu merek dengan merek lainnya.

DPN APTI juga mencatat sejumlah kejanggalan dalam RPMK, seperti jangka waktu penerapan ketentuan standardisasi kemasan.

Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dan telah memicu perdebatan publik yang cukup hangat.

Andry juga menyoroti aturan zonasi larangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan yang masih rancu karena tidak disebutkan dengan jelas.

Berdasarkan hasil perhitungan dampak yang dilakukan oleh Indef dengan penerapan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok.

Sejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.

Kebijakan kemasan polos ini juga dinilai dapat menciptakan kekhawatiran akan inkonsistensi dalam pandangan Indonesia.

Kedua beleid tersebut tengah mendapat sorotan hangat masyarakat luas karena dinilai memiliki dampak negatif yang signifikan.

Sutrisno Iwantono menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK berpotensi merugikan berbagai pihak.

Pelaku usaha selama ini sudah komitmen terhadap aturan sebelumnya, yaitu tidak menjual produk tembakau kepada anak-anak di bawah umur.

Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman memandang, bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram.

Pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 5,9 persen menjadi Rp244,198 triliun.

Keputusan pemerintah sangat mengecewakan karena aspirasi dan masukan dari pihaknya tidak diperhatikan selama proses penyusunan beleid tersebut.

Dia menilai aturan tersebut sebagai masalah besar karena menitikberatkan pelarangan hanya kepada pelaku usaha perseorangan.

Selama ini rokok menjadi komoditas penyumbang omzet terbesar bagi pedagang pasar.

Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo, mengkritik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 atau PP Kesehatan.

Ada 70 juta orang perokok aktif di Indonesia. 7,8 Persen di antaranya berusia muda

Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari masalah merokok sambil tetap memberikan pilihan kepada perokok dewasa.

Padahal, sektor ini berjasa sebagai kontributor pendapatan daerah dan merekrut banyak tenaga kerja