Begini Penampakan Pagar Laut dari Citra Satelit, Mengepung Pesisir Tangerang
Visual pagar laut yang membentang di pesisir Kabupaten Tangerang terlihat dari citra satelit Google Maps.

Visual pagar laut yang membentang di pesisir Kabupaten Tangerang terlihat dari citra satelit Google Maps. Dilihat merdeka.com, bagian pagar laut membentang dari kawasan Tanjung Pasir hingga kawasan Pantai Anom.
Sementara di daratan, terlihat pin-pin yang menunjukkan lokasi kawasan pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Nelayan pantai utara Tangerang membenarkan garis pantai yang tergambar pada citra satelit google maps tersebut.
Bentangan wilayah garis pantai Desa Kohod, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang merupakan wilayah pagar laut misterius yang diketahui dimiliki oleh beberapa perusahaan dan personal yang dibuktikan dari akta sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Benar itu di Kohod," terang SY, warga setempat saat ditemui, Selasa (21/1).
Dijelaskan dia, pagar laut dengan material jutaan batang bambu yang membentang di 16 wilayah Desa pada 6 wilayah Kecamatan di Kabupaten Tangerang yang terpasang di wilayah perairan pangai Kohod dipasang menggunakan alat berat.
"Di sana pakai alat berat, saat ini masih ada alat beratnya. Enggak tahu masih ada aktivitas atau enggak. Harusnya sih sudah enggak ada pemasangan," ucapnya.
RD nelayan lain menyebutkan jika pemasangan pagar laut pertama kali dilakukan di wilayah pantai Desa Kohod, sekitar bulan Juni/Juli 2024. Masyarakat pada saat itu tidak berani protes dengan kebijakan pemagaran laut di garis pantai utara Tangerang itu.
"Memang warga sini, bukan dari mana-mana pekerja yang melakukan pemagaran. Bayarannya kalau engga salah antara Rp100.000 sampai 110.000 per hari. Kalau diklaim itu swadaya oleh nelayan setempat engga mungkin, duit dari mana buat belanja bambu cerucuk, jaring sebanyak itu. Belum ongkos ngunjalinnya (angkutan) kalau sampai 30 kilo meter, duit siapa. Kita nelayan cari ikan susah, ini buang-buang uang belanja bambu, bohong. Kita engga salahin yang kerja, kan pengembang yang bayar," ungkap dia.
Dia juga memastikan bahwa aparat pemerintah (desa) juga mengetahui adanya pemagaran laut di wilayah mereka masing-masing. Hanya saja, para aparatur desa seperti sudah berpihak ke pemilik modal.
"Mohon maaf ngomong orang-orang di desa seperti memihak. Masyarakat engga bisa berkutik juga istilahnya lurah-lurah berkecimpung. Ibaratnya menghalang-halangi (protes warga). Memang makin ramai dan masyarakat juga semakin tahu prosedur pengembang," terang dia.
Meski begitu RD dan masyarakat nelayan lain tidak mengetahui persis maksud dan tujuan pemilik modal memagari area pesisir utara Tangerang. Dia mengira pagar bambu cerucuk itu hanya dijadikan sebagai patok penguasaan lahan saja.
"Memang pagarnya tidak dibuat rapat, sehingga nelayan masih bisa melintas. Kayanya buat patok, ciri untuk mereka saja. Pekerjanya dia-dia juga. Ipar dari istri saya juga ikut kerja, istilahnya lumayan juga dia kerja mager. Yang punya motor perahu juga disewain buat bawa material dan pekerjanya memagar," tandas dia.