Tak Banyak Diketahui, Begini Cara Suku Baduy Memakamkan Warganya
Setelah tujuh hari, tanah kuburan sudah bisa digunakan kembali untuk berladang.
Setelah tujuh hari, tanah kuburan sudah bisa digunakan kembali untuk berladang.
Masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, menjalankan aktivitas sehari-harinya dengan berbagai pedoman adat.
Mereka berpegang teguh kepada ajaran nenek moyang, termasuk bagaimana memperlakukan warga mereka yang meninggal. Ini sebagai upaya agar raga yang pergi meninggalkan dunia bisa sampai ke sisi Tuhan secara sempurna. Berdasarkan penuturan warga setempat, prosesi pemakaman akan dilaksanakan selama 7 hari, dimulai sejak warga tersebut meninggal dunia. Upacara yang dilakukan juga tidak ada perbedaan signifikan antara warga Baduy Luar dan Baduy Dalam saat memakamkan warganya. Penasaran dengan cara warga Baduy menjalankan tradisi pemakamannya? Simak informasi selengkapnya.
Mengutip laman YouTube Pedesaan Banten, Selasa (1/8) prosesi pemakaman masyarakat adat Baduy dilakukan selama 7 hari. Menurut salah seorang warga Baduy Luar bernama Emen, dalam kurun waktu itu keluarga akan mengadakan serangkaian acara, mulai dari menyiapkan suguhan, lalu di hari berikutnya warga akan membawa beberapa bahan pokok. “Jadi kalau di sini itu, rata-rata hari pertama ngasih uang buat belanja, terus hari berikutnya itu bawa beras, ada yang bawa ayam, terus di hari terakhir itu bawanya nasi,” kata Emen
Emen menjelaskan juga bahwa ukuran makam akan dibedakan tergantung dari siapa yang meninggal.
Untuk kalangan sesepuh, mereka akan ditempatkan di makam dengan kedalaman dua meter, sedangkan untuk warga lainnya ukurannya sekitar 1,5 meter. “Itu akan dibedakan, biasanya dari siapa yang meninggal, kalau yang sudah tua gitu ya biasanya ukurannya lebih dalam,” kata Emen.
Selain itu juga terdapat pembacaan doa yang dilakukan oleh penghulu sesuai dengan jenis kelamin yang meninggal. Berbeda dengan penghulu di luar Baduy yang biasanya berfungsi untuk memimpin jalannya pernikahan. Emen mengatakan bahwa penghulu di Baduy hanya khusus untuk memimpin doa orang yang meninggal dunia. “Jadi kalau yang meninggal laki-laki penghulunya laki-laki, kalau di sini penghulu khusus untuk yang meninggal,” katanya
Masyarakat Baduy juga akan melakukan mencuci jenazah menggunakan air dari sereh, sebagai aturan dari para leluhur. Kemudian, jenazah akan diberi bantal batang pisang emas, dan tidak boleh diganti dengan yang lainnya. Untuk serehnya sendiri, saat ini sudah banyak yang tidak digunakan untuk memandikan, namun hanya sebagai pelengkap saat membacakan doa.
“Iya, jadi tidak boleh sembarangan, tapi sekarang ada yang juga pakai sabun untuk membersihkannya, walaupun sereh itu tetap harus dilakukan karena itu rukunnya,” kata Emen.
Sementara itu, tokoh Baduy Dalam, ayah Mursid mengatakan bahwa masyarakat adat Baduy tidak menggunakan penanda batu nisan saat memakamkan keluarganya. Mereka hanya menandainya dengan tanaman hanjuang. Tanaman akan ditaruh di tiap makamnya masing-masing dua buah, yakni di ujung kepala dan ujung kaki. “Biasanya akan diberi pohon hanjuang di ujung kepala dan ujung kakinya,” kata ayah Mursid di kanal YouTube Ayi Astaman.
Ayah Mursid juga mengatakan jika masyarakat baik Baduy Dalam dan Baduy Luar, tidak mengenal adanya tradisi ziarah kubur. Setelah sanak keluarga mereka meninggal dan dimakamkan, masyarakat sudah tidak akan menyambangi makamnya lagi. Namun anggota keluarga yang ditingkalkan biasanya akan mengirim doa dari rumah, termasuk membakar kemenyan.
Prosesi pemakaman akan diawali dengan jenazah yang dimandikan dan dibersihkan, setelahnya orang yang meninggal itu akan dibalut kain kafan, dan diberi kapas di beberapa bagian tubuhnya. Jenazah juga akan didoakan menurut kebiasaan dan kepercayaan setempat, lalu dimakamkan dengan menghadap ke selatan. “Kepalanya mengarah ke barat, kakinya ke timur, dan menghadap ke selatan. Pemakamannya sendiri biasanya ada di sebelah barat kampung,” terang ayah Mursid.
Ditambahkan ayah Mursid, tradisi pemakaman warga Baduy hanya berlangsung selama tujuh hari. Setelah itu, masyarakat sudah tidak melakukan aktivitas apapun yang berkaitan dengan kematian. Bahkan, warga sudah bisa menggunakan lahan dari pemakaman warga itu untuk kegiatan bercocok tanam.
“Artinya Baduy tidak memiliki tradisi memakai batu nisan, ziarah ke kuburan untuk kirim doanya, setelah 7 hari sudah dilakukan di rumah masing-masing,” katanya. Ayah Mursid juga menyatakan bahwa memang ada kesamaan antara cara pemakaman warga di luar Baduy, dengan Baduy lewat tradisi 7 harinya tersebut.
Waria diduga menganiaya korban kecelakaan lalu lintas hingga tewas di Tambun Bekasi.
Baca SelengkapnyaPembunuhan dilakukan pelaku ketika kedua korban baru pulang menghadiri hajatan.
Baca SelengkapnyaDiduga mereka kekurangan makanan di tempat asalnya.
Baca SelengkapnyaPara korban cepat dilarikan ke puskesmas setempat dan Rumah Sakit Yulidin Away Tapaktuan.
Baca SelengkapnyaMasih banyak ditemukan peninggalan pondasi rumah dan perabotan rumah tangga di bekas desa yang hilang itu
Baca SelengkapnyaMapolsek Sulamu di Kabupaten Kupang juga rusak parah.
Baca SelengkapnyaKorban pertama kali ditemukan tergeletak dalam kebun jagung
Baca SelengkapnyaBMKG mengatakan jika di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, Banten masuk kategori daerah prakiraan hujan lebat.
Baca SelengkapnyaLengkap dengan penanda nisan seperti makam baru, namun gundukan tanah misterius itu berada bukan di kompleks pemakaman.
Baca Selengkapnya