Capres Korea Selatan Ini Usul Masa Jabatan Presiden Jadi 4 Tahun dan Bisa Dua Periode
Masa jabatan Presiden Korea Selatan saat ini yaitu lima tahun dan hanya satu periode.

Dalam langkah berani yang mengguncang lanskap politik Korea Selatan, Lee Jae-myung, kandidat presiden dari Partai Demokratik Korea (DPK), mengusulkan amandemen konstitusi yang akan mengubah sistem pemerintahan secara signifikan.
Lee mendorong agar masa jabatan presiden diubah menjadi empat tahun dan bisa diperpanjang satu kali, serta memperkenalkan sistem pemilihan dua putaran sebuah sistem yang banyak digunakan di negara-negara demokratis untuk memperkuat legitimasi pemimpin yang terpilih.
Melalui unggahan di Facebook pada hari Minggu, Lee menyatakan bahwa referendum nasional untuk amandemen konstitusi dapat dilakukan bersamaan dengan pemilihan lokal tahun 2026 atau pemilu legislatif 2028.
“Mari kita perkuat akuntabilitas presiden sambil mendesentralisasikan kekuasaan,” tulis Lee dilansir dari The Korea Times.
“Empat tahun masa jabatan dengan dua periode memberi ruang evaluasi tengah pemerintahan. Sementara sistem dua putaran bisa meningkatkan legitimasi dan mengurangi konflik sosial.”
Mengubah Warisan Politik 1987
Sistem kepresidenan Korea saat ini dibentuk pada 1987, sebagai hasil dari reformasi setelah masa kediktatoran militer. Presiden dipilih langsung untuk masa jabatan lima tahun tunggal, tanpa opsi perpanjangan. Lee menilai sistem ini sudah tidak lagi relevan dan perlu disesuaikan dengan dinamika politik dan harapan masyarakat modern.
Lee juga mengusulkan pembatasan terhadap hak veto presiden, terutama dalam kasus RUU yang terkait korupsi atau tuduhan pidana terhadap presiden dan keluarganya. Usulan ini muncul setelah beberapa kali Presiden Yoon Suk Yeol menggunakan veto untuk menggagalkan penyelidikan terhadap dirinya dan istrinya.
Tak hanya itu, Lee juga ingin membatasi kewenangan presiden dalam mengumumkan darurat militer, mewajibkan adanya persetujuan Majelis Nasional dalam 24 jam. Tanpa persetujuan tersebut, deklarasi darurat dianggap batal demi hukum.
Dalam upayanya mendorong keseimbangan antara cabang eksekutif dan legislatif, Lee menyatakan bahwa pengangkatan perdana menteri sebaiknya dilakukan berdasarkan rekomendasi Majelis Nasional, bukan hanya penunjukan langsung oleh presiden.
“Parlemen harus memiliki suara lebih besar dalam menentukan siapa yang akan menjadi kepala pemerintahan,” tegasnya.
Lee juga menyoroti perlunya reorganisasi Badan Audit dan Inspeksi Korea (BAI). Ia mengusulkan agar lembaga tersebut berada di bawah otoritas Majelis, untuk memastikan independensi dan memperkuat pengawasan terhadap pengelolaan keuangan publik.
Menuai Kritik
Namun, tak semua pihak menyambut baik usulan Lee. Partai Kekuatan Rakyat (PPP), partai konservatif yang kini menjadi oposisi, menanggapi dingin gagasan tersebut. Mereka menuding bahwa langkah Lee lebih bersifat politis menjelang debat presiden yang akan disiarkan televisi.
PPP mengkritik inkonsistensi Lee, dengan menyebut bahwa ia menolak proposal serupa dari pihak lain meskipun sebelumnya mendukungnya. Komite amandemen konstitusi PPP bahkan telah lebih dulu mengusulkan masa jabatan empat tahun dua periode dan pencabutan kekebalan parlemen atas penangkapan.