Sosok Haji Cornelis Princen, Pria Belanda yang Mendukung Kemerdekaan Indonesia hingga Memperjuangkan HAM
Pria yang membelot dari tanah kelahirannya ini memilih untuk menjadi Warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu tokoh aktivis HAM pada zamannya.

Pria yang membelot dari tanah kelahirannya ini memilih untuk menjadi Warga Negara Indonesia dan menjadi salah satu tokoh aktivis HAM pada zamannya.

Sosok Haji Cornelis Princen, Pria Belanda yang Mendukung Kemerdekaan Indonesia hingga Memperjuangkan HAM
Banyak pihak-pihak individu yang tidak melulu mendukung aksi kolonialisme yang dilakukan oleh Belanda di Nusantara. Seperti salah satu Haji Johannes Cornelis (H.J.C) Princen atau bisa dikenal Poncke Princen.
Ia merupakan sosok yang mendukung adanya kemerdekaan di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, Princen justru memilih menjadi Warga Negara Indonesia serta melawan berbagai rezim, seperti era Orde Baru. (Foto: Wikipedia)
Di Indonesia, Princen juga berjuang Hak Asasi Manusia serta berperan aktif dalam kegiatan sosial-politik. Selain itu, Princen juga memeluk agama Islam setelah menikah dengan seorang janda yang ditinggal mati suaminya.
Profil Singkat
H.J.C. Princen lahir dan tumbuh besar di Belanda, pria kelahiran 21 November 1925 itu sempat mengenyam pendidikan di Seminari mulai tahun 1939-1943. Ketika sekolah ia dikurung di asrama karena invasi Nazi ke Belanda.
Sempat mau melarikan diri, tapi usahanya gagal. Lalu ia dikirim ke Kamp Konsentrasi di Vught. Tahun 1944 setelah bebas ia kembali ditahan Belanda karena menolak mengikuti wajib militer.
Princen yang didesain untuk dikirim ke tanah jajahan Belanda di wilayah Timur, akhirnya ia bergabung dalam tentara kerajaan yaitu KNIL.
Nama “Poncke” konon diperolehnya dari roman yang digemarinya tentang pastur jenaka di Belgia Utara yang bernama Pastoor Poncke.
Bergabung Dengan TNI
Setelah kemerdekaan berkumandang, pihak Belanda masih tetap tidak ingin mengakuinya. Princen pun banyak sekali melihat kekejaman negaranya itu terhadap para kaum Pribumi.
Melihat dari situasi yang tidak manusiawi dan kejam, Princen pun berubah pikiran dengan keluar dari KNIL yang berbasis di Jakarta. Pada tahun 1949, Princen bergabung dengan TNI Divisi Siliwangi.
Ia ikut merasakan Long March ke Jawa Barat dan sangat terlibat aktif dalam setiap perang gerilya. Tahun 1956, ia menjadi politikus Indonesia dan menjadi Parlemen Nasional mewakili Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).
Kritik Rezim Orde Baru
Hidup di era Orde Baru membuat Princen tidak betah melihat sistem rezim Orde Baru. Ia pun berada dipihak yang lawan dan membela orang-orang yang sudah menjadi korban pelanggaran HAM.
Pada tahun 1968-1969, Princen menguak sebuah fakta dan memprotes pembantaian massal PKI di Jawa Tengah. Kritik ini justru mendapat bantahan dari Rezim Soeharto yang baru berkuasa. Selain itu, ia bersikeras kepada pemerintah untuk membentuk tim independen dalam menguak kasus Purwodadi.
Tahun 1970, ia menjadi salah satu pelopor berdirinya Lembaga Bantuan Hukum. Empat tahun kemudian ia terlibat penggalangan demonstrasi menentang pembangunan TMII.
Terus Aktif hingga Akhir Hayat
Menuju masa tuanya, Princen tetap bergerak dan semakin vokal jika berbicara soal HAM. Ia turut membela HAM di Timor Timur yaitu salah satu kasus pembantaian Santa Cruz serta melindungi para mahasiswa Timor-Timur.
Setelah itu, Pricnen mendirikan YLBHI, menjadi pengacara para korban peristiwa pembantaian Tanjung Priok dan membela ratusan mahasiswa ITB yang ditahan dalam demo terhadap Mendagri Rudini.
Ia meninggal pada 22 Februari 2002 di Jakarta pada usia 76 tahun. Ia meninggalkan empat orang anak. Princen adalah seorang Belanda yang jasa-jasanya sangat dikenang di berbagai pihak.