Mencari Solusi Cepat Selesaikan Pelanggaran HAM di Papua
DOB disebut menjadi salah satu solusi karena berdampak pada pelayanan publik
DOB disebut menjadi salah satu solusi karena berdampak pada pelayanan publik
Berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM masih terus terjadi di Papua. Namun Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Papua, Willem Frans Ansanay melihat dengan adanya Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua akan memudahkan penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM. Willem mengapresiasi dinamika perubahan politik yang terjadi di Papua belakangan ini. Misalnya, ada pemberian DOB dan Otonomi Khusus. "Jadi, kalau dulu kita sangat sulit mengikuti penyelesaian pelanggaran HAM. Benang kusutnya terlalu rumit," ujar Willem, Jumat (27/7).
“Banyak harapan baru untuk Papua,” kata Willem.
Willem berharap, pemimpin di Papua harus selesai dengan hidupnya. Dengan begitu, tinggal mendedikasikan dirinya untuk pengabdian bagi kemajuan dan kesejahteraan Papua. "Yang terjadi adalah pemimpin yang ada masih belum selesai dengan dirinya. Masih mencari sesuatu di tengah permasalahan di Papua," ucap Willem. Dia menganggap, masalah pelanggaran HAM di Papua harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang perbuatan pelanggaran HAM yang bisa terjadi baik pribadi maupun institusi atau kelompok terhadap hak-hak hidup dari orang lain.
"Untuk konteks pelanggaran Papua yang terjadi baik di masa lampau maupun saat ini memang tidak terlepas dari perbedaan persepsi tentang bagaimana hidup berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," jelas Willem.
Dia menegaskan, persoalan Papua yang dulu bernama Irian Barat ini sudah selesai dan tidak perlu diragukan lagi Papua adalah bagian dari NKRI. "Jika masih ada kekecewaan sehingga meletus dan melebar kepada keinginan yang tidak sejalan dengan tujuan berbangsa dan bernegara. Maka inilah yang kadang-kadang menciptakan terjadinya pelanggaran HAM baik disengaja atau tidak, baik pribadi perorangan atau kelompok," imbuh Willem. Menurutnya, negara atau lembaga dan institusi, masing-masing memegang kedaulatannya. Berbicara tentang negara, tentu kedaulatan negara akan didahulukan.
Ketua Badan Musyawarah (Bamus) Papua, Willem Frans Ansanay
Di sisi lain, kata Willem, Indonesia harus bersyukur bahwa perjalanan sejarah bangsa sampai hari ini bukan hanya Papua, Aceh, dan beberapa tempat. Negara saat ini, sambung Willem, di bawah Presiden Jokowi, ada upaya untuk penanganan secara serius secara baik, bermartabat, sehingga semua pihak tidak merasa ada yang dirugikan, tetapi tidak juga merasa diuntungkan melampaui batas.
Senada, Pengamat Isu Strategis, Prof Imron Cotan melihat, DOB berdampak pada pelayanan birokrasi dan pelayanan publik. Menjadi cepat, efektif, mudah. Sehingga diharapkan bisa mempercepat berbagai pelanggaran HAM yang terjadi. Prof Imron berpendapat, Pemerintahan Presiden Jokowi memberikan perhatian khusus dan serius atas berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan wilayah lain di Indonesia. Bahkan, kata dia, pelaku pelanggaran HAM berat di Paniyai tahun 2014, akhirnya dihukum setelah diproses di Pengadilan.
Prof Imron menanyakan kepada Willem, apakah pendekatan hukum adat juga memungkinkan dalam penanganan pelanggaran HAM di Papua. Willem menjawab, pendekatan hukum formal memang merupakan amanat undang-undang. Namun ia menjelaskan, di beberapa daerah tertentu di Papua ada karakteristik berbeda. "Di Papua itu kan banyak hal bisa diselesaikan di luar hukum formal, misalkan hukum adat. Tetapi hukum adat itu sendiri bisa dirundingkan, dibicarakan. Sehingga tidak terlalu fenomenal untuk merugikan pihak yang lain. Namanya hukum konvensi itu kan kesepakatan, mana yang bisa dibicarakan dengan baik. Tinggal bagaimana pemerintah daerah membangun komunikasi yang baik dengan tokoh masyarakat, tokoh adat atau intelektual setempat," ujar Willem.
"Kalau pelayanan publiknya baik, saya kira hal-hal yang kita khawatirkan soal pelanggaran HAM itu tidak akan mungkin terjadi," kata Willem.
Pada prinsipnya, lanjut Willem, kata kuncinya ialah pelayanan publik yang terbaik ialah bagaimana mensejahterakan masyarakat. Willem berpandangan, negara kita sebenarnya sangat manusiawi. Salah satu contohnya, beberapa waktu lalu Presiden Jokowi dalam kunjungan ke Aceh, menegaskan pemerintah konsen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu dengan secara berkeadilan.
Hal itu juga tentunya akan dilakukan di wilayah lain baik secara yudisial maupun non yudisial. "Yang dilakukan pertama kali adalah penyelesaian secara non yudisial untuk menjawab tuntutan para korban pelanggaran HAM sekian lama dengan upaya memenuhi kebutuhan mereka, ini kan sesuatu yang luar biasa. Kalaupun ada bukti-bukti yang kuat, maka akan ditempuh secara yudisial seperti yang disampaikan Menko Polhukam Prof. Mahfud MD," kata Willem.
WNA itu men menyebut petugas menawarkan solusi agar tidak dideportasi karena paspor kotor. Yakni membayar AUD 1.500 atau sekitar Rp15,2 juta.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan memiliki tiga solusi dalam mengatasi persoalan di tanah Papua
Baca SelengkapnyaLukas juga diwajibkan membayar Rp19.690.793.900 dalam waktu satu bulah setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak hartanya akan disita.
Baca SelengkapnyaPengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy, menyebut kliennya sudah berdamai dengan tiga pelapornya.
Baca SelengkapnyaSudirman menyampaikan Pilpres menjadi kontestasi di mana individu memegang kekuatan terbesar sebagai pemilih.
Baca SelengkapnyaHingga Rabu (18/10) siang, sudah ada dua pasang bakal capres dan cawapres yang diumumkan ke publik.
Baca SelengkapnyaIbas mengutuk keras kasus penculikan dan penganiayaan Paspampres terhadap pemuda Aceh.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menilai kualitas udara di Jakarta telah mencapai tingkat yang membahayakan.
Baca SelengkapnyaNama Menko Polhukam Mahfud MD menjadi sorotan menjelang pengumuman bakal calon wakil presiden pendamping Ganjar Pranowo.
Baca Selengkapnya