Pengamat: India Andalkan Strategi Perang yang 'Sudah Ketinggalan Zaman' Saat Serang Pakistan
India menyerang sejumlah daerah di Pakistan pada Rabu (7/5) dini hari.

Dalam konflik yang terjadi antara India dan Pakistan, pada Rabu (7/5) dini hari, India menyerang lokasi-lokasi seperti kompleks masjid, sekolah keagamaan, dan pusat komunitas layanan pendidikan dan kesehatan. New Delhi juga menargetkan rumah ibadah sederhana, dan madrasah kecil yang terletak di tengah kota yang padat, serangan itu diketahui merupakan serangkaian serangan udara terkoordinasi yang diluncurkan melintasi perbatasan Pakistan.
Serangan tersebut terjadi setelah tragedi serangan mematikan di Pahalgam, Kashmir yang dikelola India, yang menewaskan 26 wisatawan. Setelahnya, New Delhi berjanji untuk memberikan tanggapan tegas dan menyalahkan kelompok militan yang berbasis di Pakistan.
Pejabat India kemudian mengidentifikasi target tersebut sebagai fasilitas pelatihan yang dioperasikan oleh kelompok yang dilarang di Pakistan, yakni Lashkar-e-Taiba (LeT) dan Jaish-e-Muhammed (JeM).
Pada pertemuan yang diadakan di New Delhi Kemarin, Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh, mengklaim bahwa lebih dari 100 teroris tewas di Pakistan. Aksi tersebut merupakan bagian dari “Operasi Sindoor” oleh pemerintah India.
Sebaliknya, pejabat Pakistan mengatakan sedikitnya 31 orang tewas dalam 26 serangan India di enam lokasi pada Rabu Malam.
Namun, bukti yang muncul dan hasil analisis ahli mengatakan bahwa serangan udara India didasarkan pada intelijen yang “sudah ketinggalan zaman,” sehingga menimbulkan keraguan yang tampak dari dampak strategisnya.
Lokasi yang Ditargetkan
Serangan udara India dilaporkan menargetkan serangkaian lokasi di Pakistan yang terhubung dengan JeM dan LeT. Keduanya memiliki sejarah pernah beroperasi dari pondok pesantren dan masjid di Bahawalpur, kota besar di Provinsi Punjab, kompleks terkait dengan pendiri JeM Masood Azhar diserang. Aksi tersebut mengakibatkan tewasnya 13 orang, termasuk sepuluh anggota keluarga Azhar. Operasi tersebut merupakan insiden serangan paling mematikan.
Dalam serangan lainnya, jet tempur India membombardir sebuah gedung di Muridke, sekitar 40 kilometer dari Lahore. Tempat tersebut dikabarkan pernah menjadi markas besar LeT. Dalam serangan tersebut, dilaporkan terdapat tiga orang tewas. Pihak berwenang Pakistan mencatat bahwa kompleks tersebut telah berada di bawah kendali negara sejak 2019, termasuk pelarangan kelompok LeT, dan Jemaat-ud-Dawa.
“Fasilitas-fasilitas ini telah tidak aktif selama satu dasawarsa. Serangan tersebut menunjukkan bahwa India mungkin masih mengandalkan intelijen dari tahun 1990-an dan awal 2000-an," kata pengamat, Majid Nizami, dikutip dari Middle East Eye, Jumat (9/5).
Meskipun serangan India ini berskala besar, tidak ada anggota militan yang tewas. Mayoritas korbannya adalah warga sipil.
Muhammad Feyyaz, seorang akademisi yang bertempat di Lahore dan mengkhususkan diri pada tren terorisme di Asia Selatan, menyatakan bahwa pilihan target menunjukkan India diduga telah bertindak berdasarkan persepsi lama tentang afiliasi kelompok militan, daripada intelijen modern.
“Bisa jadi serangan ini bersifat simbolis, diarahkan ke lokasi-lokasi yang sejak lama dicurigai memiliki hubungan dengan kelompok militan, meskipun kini tidak ada lagi yang beroperasi,” kata dia.
Feyyaz berasumsi bahwa serangan tersebut memiliki tujuan ganda bagi India, yakni memperkuat narasinya ke dunia Internasional tentang dukungan Pakistan terhadap kelompok militan, dan mengonsolidasikan dukungan politik domestik menjelang pemilihan umum.
“Lebih jauh, India menimbulkan histeria yang meluas setelah serangan (Pahalgam) baru-baru ini, menjadikan serangan udara sebagai respons yang hampir tak terelakkan,” tambahnya.
Reporter Magang: Devina Faliza Rey