Perang Lawan Hamas Tak Kunjung Usai, Israel Alami Tren Ditinggalkan Warga Sendiri
Warga Israel bahkan dilaporkan melakukan protes massal secara terus menerus, penolakan keras dari tokoh-tokoh peradilan, keamanan, ekonomi dan masyarakat.
Warga Israel bahkan dilaporkan melakukan protes massal secara terus menerus, penolakan keras dari tokoh-tokoh peradilan, keamanan, ekonomi dan masyarakat.
Satu bulan lebih Israel membombardir warga sipil Palestina dengan dalih menyerang militan Hamas. Imbauan gencatan senjata yang disuarakan sejumlah negara dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak dihiraukan.
Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang mendukung Israel yang menolak gencatan senjata. Sudah lama pula Amerika Serikat menjadi ‘tulang punggung’ Israel setiap kali berperang.
Di satu sisi, kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak sepenuhnya didukung oleh warga Israel. Bahkan, kawasan zionis ini memiliki masalah yang berpotensi meruntuhkan Israel.
Dalam survei yang dilakukan Channel 13 menunjukan bahwa lebih dari seperempat warga Israel sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan tempat mereka tinggal.
"Bahwa 28 persen responden mempertimbangkan untuk pindah ke luar negeri, 64 persen tidak, dan 8 persen tidak yakin," demikian Laporan Channel 13 dikutip melalui Times of Israel.
Warga Israel bahkan dilaporkan melakukan protes massal secara terus menerus, penolakan keras dari tokoh-tokoh peradilan, keamanan, ekonomi dan masyarakat, dan ribuan tentara cadangan Israel yang bersumpah untuk berhenti bertugas. Mereka memprotes tentang pengesahan undang-undang Israel terkait keamanan.
merdeka.com
Pada tahun 2017, hanya sekitar 4,5 persen warga Israel kembali ke Israel usai menempuh pendidikan di luar negeri.
Sementara sebagian besar, mereka menutuskan untuk tidak kembali.
Sebuah studi dari Taub Center for Social Policy Studies di Israel menemukan tren bahwa sejak 2008, satu dari lima dosen di universitas-universitas Israel meninggalkan pergi untuk bekerja di universitas-universitas Amerika. Tren ini kemudian dikenal dengan sebutan Brain Drain.
Menurut Co-Chairman of Start-Up Nation Policy Institute (SNPI), Prof. Eugene Kandel, alasan terjadinya brain drain, adalah adanya beberapa negara yang menjadi tempat berkumpulnya para akademisi.
"Mereka mendapati bahwa ilmuwan-ilmuwan terkemuka tertarik pada pusat-pusat yang jauh lebih besar, entah itu di Amerika, entah itu di Eropa, entah itu di Singapura," kata Kandel.
Peraturan ini juga tidak mengizinkan universitas untuk melakukan negosiasi yang diberikan oleh universitas di luar Israel.
"Hal ini secara konsisten menolak gagasan bahwa calon mahasiswa perlu mengetahui prospek mereka untuk masuk perguruan tinggi atau universitas tertentu di bidang tertentu dan mendapatkan pekerjaan serta berapa penghasilan yang akan mereka peroleh.”
Nama Benjamin Netanyahu bukanlah nama baru dalam kepemimpinan di Israel.
Baca SelengkapnyaLokasi kuburan ini di persimpangan penting jalur perdagangan kuno di gurun Negev, Israel.
Baca SelengkapnyaBeberapa orang yang hadir menggambarkan pertemuan ini menegangkan dan penuh amarah.
Baca SelengkapnyaBeredar narasi Netanyahu terkena serangan jantung karena banyaknya tentara Israel tumbang dalam peperangan.
Baca SelengkapnyaGelombang aksi protes Benjamin Netanyahu pada pekan ke-28 ini semakin memanas setelah PM Israel jatuh sakit.
Baca SelengkapnyaKemarin pagi Hamas melancarkan serangan besar-besaran yang mengejutkan ke Israel dengan meluncurkan ribuan roket.
Baca SelengkapnyaPihak militer mangatakan Steinberg, 42 tahun, berasal dari selatan Shomria, sedang dalam perjalanan menuju lokasi baku tembak.
Baca SelengkapnyaPertemuan ini bertujuan untuk menunjukkan kesatuan nasional dan tekad Israel dalam menghadapi ancaman dari kelompok Hamas di Jalur Gaza.
Baca SelengkapnyaPerdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemarin dilarikan ke rumah sakit karena mengeluh sakit dada.
Baca Selengkapnya