Alat Monitoring Gempa dan Peringatan Dini Tsunami di Sidrap Dicuri
Supiadi menyebut sejumlah barang yang dicuri tidak hanya milik BMKG, tetapi juga lembaga penyiaran TVRI.

Alat monitoring gempa dan peringatan dini tsunami milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap dicuri. Aksi pencurian dan perusakan diperkirakan terjadi pada pukul 23.00 Wita, Rabu (12/2) kemarin.
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Kepolisian Resor Sidrap Ajun Komisaris Supiadi Ummareng membenarkan adanya aksi pencurian alat monitoring gempa dan tsunami di Kecamatan Watang Pulu. Dia mengaku Wakil Kepala Kepolisian Resor Sidrap sudah meninjau.
"Kejadiannya kalau tidak salah antara Rabu atau Kamis.Waktu itu Pak Waka (Wakapolres Sidrap) sudah sampaikan," ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (15/2).
Supiadi menyebut sejumlah barang yang dicuri tidak hanya milik BMKG, tetapi juga lembaga penyiaran TVRI.
"Ada dua dicuri beterainya (alat monitoring gempa dan tsunami) dan towernya TVRI juga. Tapi lebih jelasnya saya belum dapat data lengkap dari (Polsek) Watang Pulu," ujarnya.
Buru Pelaku
Sementara Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sidrap Ajun Komisaris Setiawan mengaku masih melakukan penyelidikan terkait aksi pencurian alat monitoring gempa dan tsunami milik BMKG. Saat ini pihaknya masih melakukan pengejaran terhadap terduga pelaku.
"Masih proses penyelidikan. Pelaku masih dalam pengejaran," kata dia melalui pesan WhatsApp.
Terpisah Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG RI, Daryono mengungkapkan ada 10 kasus pencurian dan perusakan alat monitoring gempa dan tsunami sejak tahun 2015. Kasus terbaru pencurian dan perusakan terhadap peralatan monitoring gempa dan peringatan dini tsunami terjadi di Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, Sulsel
"Dalam kejadian ini, pencuri mengambil sebanyak enam unit aki yang digunakan untuk menghidupkan sensor seismograf serta 2 unit panel surya yang terpasang di atas bangunan shelter stasiun SPSI (Sidrap-Indonesia)," ujarnya..
Daryono menyayangkan aksi pencurian tersebut kembali terjadi. Bahkan, aksi pencurian alat di tempat tersebut sudah empat kali terjadi.
"Ini merupakan kasus keempat kalinya pencurian dan perusakan peralatan BMKG terjadi di lokasi yang sama. Pada kejadian kali ini, pencuri bahkan membongkar bangunan shelter, masuk ke dalamnya, dan mengambil seluruh baterai (aki) yang berfungsi sebagai sumber daya utama bagi stasiun monitoring gempa," bebernya.
Akibatnya, BMKG terpaksa mencabut seluruh peralatan yang tersisa, termasuk sensor, digitizer, dan peralatan komunikasi, untuk menghindari kerugian lebih besar.
Daryono mengaku keberadaan alat tersebut sangat penting, mengingat wilayah tersebut secara tektonik merupakan daerah rawan gempa karena berada di jalur patahan aktif Sesar Walanae.
"Berdasarkan laporan Pusat Gempa Nasional (Pusgen, 2017), Sesar Walanae di Sulawesi Selatan bukanlah sesar mikro, melainkan sesar regional yang dapat memicu gempa hingga magnitudo Mw7,1. Menurut peta seismisitas/kegempaan, kawasan Teluk Mandar, Pinrang, Rappang, dan Parepare memiliki tingkat aktivitas kegempaan yang sangat tinggi akibat aktivitas Sesar Walanae," tuturnya.
Selain gempa bumi, Kecamatan Watang Pulu juga berpotensi mengalami dampak ikutan gempa yaitu longsor (landslide), runtuhan batu (rockfall), dan likuifaksi. Sebagai catatan, kata Daryanto, wilayah ini pernah diguncang gempa dahsyat berkekuatan Mw6,0 pada 29 September 1997.
"Gempa mengakibatkan 16 orang meninggal dunia, 35 orang luka berat, 50 rumah rusak berat, dan lebih dari 200 rumah rusak ringan," ungkapnya.
Daryanto menyebut pencurian peralatan BMKG sangat merugikan keselamatan masyarakat, karena tanpa sensor gempa yang berfungsi, maka kecepatan dan akurasi BMKG dalam memberikan informasi gempa dan peringatan dini tsunami di Sulawesi Selatan akan menurun. Perlu diingat, bahwa wilayah Sulawesi Selatan juga pernah terdampak tsunami dari Teluk Mandar yang dipicu gempa Mw6,3 pada 11 April 1967, menyebabkan 58 orang meninggal dunia.
"Kami memohon dengan sangat kepada masyarakat untuk tidak melakukan vandalisme, perusakan, atau pencurian peralatan BMKG. Jika belum bisa aktif terlibat dalam mitigasi bencana dan pengurangan risiko bencana, setidaknya jangan merusak alat yang bertujuan melindungi keselamatan banyak orang di Sulsel," imbaunya.
"Kami juga meminta pemerintah daerah untuk ikut berperan dalam mengamankan peralatan BMKG yang telah dipasang di lokasi strategis demi kepentingan masyarakat Sulsel," imbuhnya.
Dalam situasi dan kondisi saat ini, kata Daryanto, tidak mudah untuk segera mengganti peralatan yang hilang atau rusak. Alasannya, peralatan tersebut menggunakan teknologi canggih dengan biaya yang sangat tinggi.
"Oleh karena itu, kami berharap pengertian dan perhatian dari semua pihak untuk menjaga keberlangsungan sistem peringatan dini bencana di Sulsel khususnya dan di seluruh wilayah Indonesia pada umumnya," pungkasnya.