
Mengenal Upacara Adat Bekakak, Tradisi untuk Mengenang Kesetiaan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
Upacara yang digelar tiap bulan Sapar itu digelar untuk menjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.
Upacara yang digelar tiap bulan Sapar itu digelar untuk menjaga nilai-nilai budaya yang diwariskan turun-temurun.
Di Desa Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Sleman, terdapat sebuah upacara tradisional yang cukup unik bernama bekakak. Upacara ini dilaksanakan pada hari Jumat bulan Sapar. Upacara ini juga disebut Saparan karena pelaksanaannya selalu jatuh pada bulan Sapar dalam perhitungan kalender Jawa.
Dilansir dari Liputan6.com, bekakak merupakan sebuah ritual budaya asli Jawa yang bertujuan untuk mengenang kesetiaan sepasang abdi dalem kesayangan Sri Sultan Hamengkubuwono I bernama Kyai Wirasuta dan Nyai Wirasuta.
Upacara ini biasanya digelar sore hari pada pukul 15.00-18.00 berupa arak-arakan boneka bekakak. Pembuatan boneka bekakak dilakukan secara bergilir dari masing-masing dusun. Sebelum dibawa ke pesanggrahan, bekakak diarak mengelilingi wilayah Ambarketawang.
Arak-arakan itu disertai dengan kirab budaya. Di antara iring-iringan kirab budaya itu adalah barisan prajurit, kesenian jathilan, reog Ponorogo, gunungan yang berisi sayuran dan buah-buahan, serta boneka ogoh-ogoh yang berukuran sangat besar menyerupai raksasa.
Setelah dibawa berkeliling, boneka Bekakak dibawa ke pesanggrahan Gunung Gamping. Di sana boneka dikeluarkan dan disembelih oleh pemerintah setempat. Setelah upacara penyembelihan selesai, boneka bekakak dibagikan kepada pengunjung.
Dilansir dari budaya-indonesia.org, upacara adat bekakak sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I, tepatnya antara tahun 1755 hingga 1792. Ritual ini digelar sebagai bentuk permohonan keselamatan warga Gamping.
Bekakak sendiri artinya korban penyembelihan manusia atau hewan. Hanya saja bekakak yang disembelih zaman sekarang hanyalah tepung ketan yang dibentuk seperti pengantin laki-laki dan perempuan yang sedang duduk bersila.
Sebelum diarak untuk disembelih, pada malam sebelumnya diadakan upacara midodareni layaknya pengantin sejati. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, pada malam menjelang perkimpoian para bidadari turun ke bumi untuk memberi restu. Orang-orang rela begadang demi menyambut kedatangan para bidadari itu.
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta menggelar rangkaian hajad dalem Sekaten.
Baca SelengkapnyaTradisi ini sebagai bentuk keresahan atas keresahan alam yang merajarela
Baca SelengkapnyaPanitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Suku Osing yang unik di Desa Kemiran, Glagah, Banyuwangi
Baca SelengkapnyaMubeng Beteng biasanya dilakukan oleh abdi dalem maupun masyarakat Yogyakarta dengan berjalan kaki tanpa alas dan tidak boleh berbicara.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar setahun sekali, tepatnya pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar.
Baca SelengkapnyaPelaksanaan Upacara Memayu dan ider-ideran bertujuan sebagai bentuk penghormatan masyarakat Trusmi terhadap leluhur yang telah banyak berjasa.
Baca Selengkapnya