Arkeolog Temukan Jejak Nenek Moyang Orang Eropa Berlayar Naik Perahu ke Benua Afrika di Zaman Batu
Jejak tersebut dianalisis menggunakan DNA kerangka gigi dan tulang manusia purba yang ditemukan di situs Tunisia dan Aljazair timur laut.

Penelitian terbaru menunjukkan sekitar 8.500 tahun lalu, masyarakat pemburu-pengumpul dari Eropa mungkin berlayar menyeberangi Mediterania ke Afrika Utara.
Menurut sebuah makalah yang diterbitkan 12 Maret di Jurnal Nature, DNA purba dikumpulkan dari kerangka manusia Zaman Batu dari wilayah Maghreb timur, yang membentang Tunisia dan Aljazair timur laut. Mengungkapkan bahwa mereka mungkin merupakan keturunan dari pemburu-pengumpul Eropa.
Dilansir Live Science, Selasa (18/3), kerangka salah satu manusia purba ditemukan di situs Tunisia, bernama Djebba. Kerangka itu memiliki sekitar 6% DNA yang berasal dari keturunan pemburu-pengumpul Eropa.

Hasil ini merupakan bukti genetik pertama yang menjelaskan tentang kontak antara populasi Eropa awal dan Afrika Utara, sehingga menunjukkan pemburu-pengumpul Eropa dan Afrika Utara pada Zaman Batu mungkin berinteraksi lebih sering dari yang kita duga sebelumnya.
Rin Pinhasi, rekan penulis studi dan seorang antropolog evolusi di Universitas Wina menyatakan, “Beberapa dasawarsa lalu, kelompok antropolog biologi mengusulkan bahwa masyarakat pemburu-pengumpul Eropa dan Afrika Utara telah melakukan kontak, berdasarkan analisis morfologis ciri-ciri kerangka,”
“Pada saat itu, teori ini tampak terlalu spekulatif,” katanya. “Namun, setelah 30 tahun kemudian, data genomic baru kami memvalidasi hipotesis awal, ini benar-benar menarik.”
Zaman Batu dimulai sekitar 3 juta tahun lalu, dikenal dengan penggunaan perkakas batu, dan berakhir sekitar 5.000 tahun lalu di berbagai bagian Afrika Utara dan Eropa. Berakhirnya zaman ini disebabkan karena munculnya peralatan logam dan peradaban awal.
Selama zaman batu, manusia di Eropa dan Afrika Utara sebagian besar hidup sebagai pemburu-pengumpul. Lalu, secara bertahap beralih ke pertanian dan masyarakat yang lebih kompleks selama Periode Neolitikum, atau Zaman Batu Baru (10.000 dan 2.000 SM).
Pada awalnya, arkeolog tidak tahu banyak tentang transisi ke pertanian di Afrika Utara, dengan sebagian besar data genomik berasal dari situs-situs di Maghreb barat jauh (Maroko modern).
David Reich, rekan penulis dan ahli genetika populasi di Harvard Medical School mengatakan, “tidak banyak cerita tentang Afrika Utara,’ ucapnya kepada Nature News. “Itu adalah lubang yang sangat besar.”

Penelitian sebelumnya di Maghreb Barat, menemukan orang-orang di daerah tersebut memiliki tingkat keturunan petani Eropa yang tinggi, jika dilihat secara genetis, mereka berbeda dari pemburu-pengumpul. Keturunan petani tersebut mencapai hingga 80% di beberapa populasi, diduga karena pergerakan petani melalui Selat Gibraltar sekitar 7.000 tahun lalu.
Studi baru ini mengungkap bahwa masyarakat Maghreb Timur memiliki sedikit keturunan petani Eropa dibandingkan populasi lain, dan tetap relatif terisolasi secara genetis dengan pengecualian yang mengejutkan, yaitu adanya pengaruh pemburu-pengumpul Eropa periode sebelumnya.
Para arkeolog menganalisis sembilan jasad yang hidup di antara 6.000 dan 10.000 tahun lalu di Maghreb timur dengan menggunakan DNA dari tulang dan gigi.
DNA tersebut menunjukkan bahwa salah satu manusia purba (yang hidup 8.500 tahun lalu) memiliki sekitar 6% DNA yang sama dengan para pemburu-pengumpul Eropa. Hasil ini menunjukkan bahwa mereka berlayar menyeberangi Mediterania, dan diperkirakan menggunakan kano (perahu kecil) kayu yang panjang.
Jejak kaca vulkanik atau obsidian dari Pantelleria, sebuah pulau di Selat Sisilia, menunjukkan adanya kemungkinan pemburu-pengumpul pernah singgah di beberapa pulau dalam perjalanan mereka menyeberangi laut.
DNA ini juga mengungkap bahwa hanya sedikit keturunan petani Eropa di wilayah ini, hanya mencapai 20%. Hal ini menunjukkan bahwa Maghreb timur sangat tangguh secara genetis dan budaya, dibandingkan dengan Maghreb barat. Didukung oleh penemuan arkeologi sebelumnya bahwa pertanian baru diadopsi sepenuhnya di Maghreb timur setelah 1000 SM.
Reporter Magang: Devina Faliza Rey