Sejarah Penyiaran Radio Pertama di Padang, Dulunya Hanya Dinikmati Kalangan Elite Belanda
Radio sudah mulai beroperasi di Sumatra Barat sekitar tahun 1930-an oleh seorang insinyur Belanda dan kawan-kawannya yang mendirikan organisasi radio.

Radio sudah mulai beroperasi di Sumatra Barat sekitar tahun 1930-an oleh seorang insinyur Belanda dan kawan-kawannya yang mendirikan organisasi radio.

Sejarah Penyiaran Radio Pertama di Padang, Dulunya Hanya Dinikmati Kalangan Elite Belanda
Radio sangat penting bagi berlangsungnya penyiaran berita, tak terkecuali berkumandangnya naskah proklamasi Republik Indonesia yang disebarkan dari gelombang frekuensi.
Bergeser sedikit ke wilayah Sumatra Barat, masuknya teknologi radio ini kira-kira pada tahun 1930-an. Belanda yang saat itu masih menguasai Indonesia, radio hanya bisa didengarkan atau dinikmati oleh golongan mampu karena sanggup memiliki pesawat radio yang harganya tidak lah murah.
Ir. Zeipkunst dan kawan-kawan adalah orang-orang di balik penyiaran radio di Sumatra Barat pada tahun 1938. Waktu itu mereka mendirikan stasiun organisasi radio A.R.O.P (Amateurs Radio Omproep Padang).
Organisasi ini tidak bertahan lama setelah Jepang mulai menduduki Indonesia. Selain itu pihak Jepang juga mendirikan kantor penyiaran radio bernama Hoso Kyoku untuk memenangkan perang melawan musuhnya di Perang Asia Timur Raya.
Direbut Karyawan Pribumi
Setelah Jepang menyerah, para karyawan pribumi yang bekerja di kantor radio tersebut berinisiatif untuk merebut pemancar untuk melakukan penyiaran. Di Padang terbentuk organisasi radio bernama PPTTR atau Pemuda PTT dan Radio

Saat situasi di daerah-daerah yang masih dalam keadaan darurat, pemancar Radio Republik Indonesia (RRI) dipindahkan ke luar kota. Praktis, pada tahun 1946-an, di Padang tidak ada lagi aktivitas penyiaran radio.
Ketika Padang kembali jatuh ke tangan Belanda pada era perjuangan fisik, ada badan radio bernama Strijdkrachten Programma di Padang. Lalu, dari awalnya dipimpin oleh orang Belada kemudian diserahkan kepada Sjarief Sjoekoer.
Pasca Proklamasi
Mengutip situs jurnal ppid.rri.go.id, 5 tahun pertama setelah proklamasi kemerdekaan, peran penyiaran radio diarahkan untuk menyebarkan semangat menggelora kepada rakyat.
Tepat tahun 1950, telah disusun perencanaan untuk menyusun dan merancang organisasi, program siaran, merehabilitasi sejumlah studio RRI dan mengusahakan alat-alat penyiaran dari luar negeri.

Di Padang, RRI mulai disiarkan pada tahun 1951 yang dipimpin oleh Loetan Soetan Toenaro. Pada tahun 1956, status RRI Padang pada saat itu terancam oleh pergerakan Dewan Banteng.
Masa Orde Baru
Di masa Orde Baru, banyak terjadi dinamika di tubuh RRI Padang. Banyak pergantian pemimpin dan sempat mendapatkan bantuan dari Pemprov Sumbar berupa mobil dinas untuk menunjang siaran pedesaan pada tahun 1980-an.
Tak sampai situ, peralatan penyiaran juga terus berbenah. Salah satunya merehabilitasi dua buah studio dan menambah dua set peralatan studio atau pemancar dan AC.
Memasuki tahun 2000-an, RRI Padang tidak ada perubahan yang siginfikan kecuali adanya pergantian kepemimpinan. Kemudian, wajah RRI Padang berubah dengan adanya pentas publik. Tahun 2011 terdapat program Subuh Mubarokah yang menjadi favorit pendengar di sana.
Sekarang RRI Padang dipimpin oleh Drs. H. Mirza, MM. Di masa kepemimpinannya ini, RRI Padang berubah tipenya dari tipe C menjadi tipe B dan sekaligus menambah program siaran menjadi empat ( Program IV ).
Programa IV ini khusus menyiarkan tentang kebudayaan setempat dengan Motto “Benteng Budaya Minang“.