Mengenal Perang Lempar Air, Tradisi Masyarakat Tionghoa di Selatpanjang Riau
Perang Lempar Air merupakan salah satu tradisi tahunan yang diselenggarakan oleh masyarakat etnis Tionghoa di Selatpanjang, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Keberadaan masyarakat etnis Tionghoa di Selatpanjang sudah cukup banyak. Pasalnya, mereka menempati posisi ketiga terbanyak setelah Melayu dan Jawa.
Tak heran jika pelaksanaan tradisi Perang Lempar Air di Selatpanjang menjadi momen agenda setiap tahun dan menjadi tontonan dan hiburan warga lainnya.
Penasaran dengan tradisi yang satu ini? Simak rangkuman yang dihimpun dari beberapa sumber.
Asal Usul Tionghoa di Selatpanjang
Mengutip indonesia.go.id, sejarah masuknya etnis ini ke daerah Selatpanjang dimulai pada abad ke-19. Mereka melakukan migrasi besar-besaran dari Provinsi Fujian dengan alasan untuk mencari kehidupan yang lebih layak.
Pembuktian adanya masyarakat etnis Tionghoa di tanah Selatpanjang terlihat dari adanya rumah ibadah Kelenteng Hoo Ann Kiong yang mayoritas beragama Konghucu dan Buddha.
Mencari kehidupan yang layak, mereka pun terkenal dengan sifat pekerja keras dan bermatapencaharian sebagai kuli di perkebunan dan ada juga yang menjadi nelayan.
Dari situlah, proses akulturasi terjadi. Mereka tidak butuh waktu lama untuk beradaptasi dengan lingkungan Selatpanjang, baik itu secara pergaulan maupun hal-hal kehidupan lainnya.
Sebagai rasa terima kasih, setiap Imlek digelar sebuah tradisi yang bernama Perang Air yang melibatkan seluruh masyarakat di Selatpanjang. Nama dalam bahasa Hokkien, yaitu Cian Ciu.
Perayaan Perang Lempar Air
Tradisi unik yang satu ini tak hanya dilaksanakan pada hari pertama perayaan Imlek hingga enam hari berikutnya saja. Namun, tradisi ini juga muncul saat menyambut Cap Go Meh atau perayaan 15 hari pertama di awal tahun Imlek.
Uniknya, tradisi ini hanya satu-satunya di Indonesia. Bahkan etnis Tionghoa di daerah lain tidak ada pelaksanaan tradisi yang serupa.
Kegiatan ini rupanya juga berdampak pada potensi wisatanya. Banyak turis asing yang datang ke Selatpanjang hanya untuk menyaksikan tradisi yang satu ini. Turis tersebut biasanya dari Singapura, Malaysia, Hong Kong, Tiongkok, Taiwan, bahkan dari Australia.
Biasanya mereka datang dari awal, tepatnya sejak proses ibadah di Kelenteng.
Sebelum proses Perang Lempar Air berlangsung, biasanya para tokoh masyarakat akan menentukan terlebih dahulu ruas jalan yang akan digunakan, setelah itu baru diumumkan kepada masyarakat.
berita untuk kamu.
Proses Pelaksanaan
Pelaksanaan Perang Lempar Air biasanya berlangsung antara pukul 16.00 sampai 18.00 WIB. Masyarakat pun sudah memenuhi seluruh ruas jalan dan juga menyiapkan alat perangnya.
Biasanya alat-alat perang yang digunakan mulai dari ember warna-warni yang sudah diisi dengan air dan membawa gayung. Selain itu, adapun alat yang lebih "modern" yaitu pistol air dengan kapasitas penyimpanan air yang besar.
Tanda dimulainya perang ini saat rombongan becak motor berisi 2-3 orang membawa tandon atau ember besar yang berisi air sebanyak ratusan liter. Saat mereka lewat, perang pun dimulai. Perang ini layaknya pesta air di tempat wisata.
Tradisi Penuh Makna
Tradisi Perang Lempar Air tak semata-mata sebagai simbol saja. Namun ada alasan di balik menggunakan air sebagai medianya.
Menurut orang Tionghoa, air adalah sumber rezeki dan lewat saling menyiramkannya maka itu dianggap berbagi rezeki kepada orang lain.
Selain itu, tradisi ini juga mempererat tali persaudaraan antar etnis yang ada di Selatpanjang. Dari tradisi ini tidak memandang etnis, kelas sosial, agama dan lain sebagainya.
- Adrian Juliano
Tradisi Lebaran bukan cuma soal mudik dan makan ketupat. Di berbagai daerah banyak sekali tradisi dilakukan secara turun temurun dan hanya ada saat Lebaran.
Baca SelengkapnyaTarian adu kekuatan dan ketangkasan kaum laki-laki dengan menggunakan senjata berupa rotan sebagai alat pukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi.
Baca SelengkapnyaTradisi ini terus dilestarikan masyarakat Sedulur Sikep agar tidak punah
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Tradisi nadran yang dilakukan masyarakat pesisir Indramayu menyimpan makna khusus.
Baca SelengkapnyaIndonesia tumbuh dengan ragam budaya. Setiap budaya memiliki kekhasannya tersendiri. Salah satu ciri khas dari ragam budaya ini adalah kain tradisional.
Baca SelengkapnyaNirok Nanggok, tradisi masyarakat Belitung saat menangkap ikan ketika musim kemarau telah tiba.
Baca SelengkapnyaBagi masyarakat Melayu Riau, corak pada tenun Siak tidak hanya menjadi hiasan semata, tetapi juga mengandung makna yang mendalam serta berisi nilai-nilai luhur.
Baca SelengkapnyaSemaking bising suaranya, semakin senang warga mendengarnya.
Baca SelengkapnyaSecara tradisional, mereka tinggal di sebuah rumah kayu yang bentuknya memanjang.
Baca Selengkapnya