Riwayat Joki Dalam Ujian Nasional
Menilik ke belakang, ujian seleksi masuk universitas diwarnai dengan kecurangan. Joki, menjadi fokus perhatian.

Kabar kebocoran kunci jawaban Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (UTBK SNBT) 2025, berdesis kencang di jagad maya. Meski sudah dibantah, namun hal ini menambah panjang daftar hitam ujian masuk perguruan tinggi.
Menilik ke belakang, ujian seleksi masuk universitas diwarnai dengan kecurangan. Joki, menjadi fokus perhatian.
Ibarat jamur di musim hujan. Fenomena joki selalu muncul saat tes ujian seleksi masuk perguruan tinggi. Meski ada. Bisa diberantas. Banyak yang tertangkap basah. Namun tetap tumbuh subur.
Sebelum membahas lebih dalam. Joki. Pelan tapi pasti, penyebutan kata ini mengalami pergeseran makna.
Awlnya istilah Joki mengacu pada profesi penunggang kuda dalam pertandingan pacuan kuda. Dalam konteks lain, arti ini mengalami percabangan.
Di dunia pendidikan, joki mengacu pada seseorang yang dibayar untuk mengerjakan tugas, ujian atau pekerjaan lain atas nama orang lain.
Alhasil, Joki menjadi satu dari sekian banyak persoalan yang jadi sorotan di setiap seleksi formal jenjang pendidikan.
Joki ada yang berjalan soliter maupun sindikat. Seperti kasus di Surabaya, Jawa Timur di tahun 2022. Perjokian menjadi sebuah kelompok. Masing-masing anggota kelompok memiliki tugas.
Delapan orang menjadi sindikat perjokian ujian tertulis berbasis komputer (UTBK) masuk perguruan tinggi negeri.
Dalam aksinya, mereka melengkapi diri dengan berbagai macam perangkat komunikasi. Mulai dari kamera tersembunyi, microphone.
Perangkat komunikasi ini dipasang pada peserta ujian. Terlihat seperti kerja spionase. Jadi kamera difungsikan untuk merekam soal-soal ujian.
Pelaku lainnya bertindak sebagai operator untuk mengirim soal-soal ujian yang terekam kamera tersebut kepada sejumlah pelaku lain sebagai master dan memang ahli menjawab.
Kemudian kunci jawaban dikembalikan kepada operator. Selanjutnya didistribusikan melalui alat komunikasi kepada peserta ujian.
Tugas mereka sebagai tim teknis. Sindikat perjokian ini diorder oleh pihak ketiga yang disebut sebagai broker.
Praktik kotor ini terjadi di banyak kampus. Catatan merdeka.com, dirangkum dari berbagai sumber, sepanjang tahun 2023 persoalan serupa juga pernah terbongkar di Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Bengkulu (UNIB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kota Tasikmalaya.
Di UPI, praktik joki ini awalnya berjalan sangat rapi. Kenapa disebut demikian? karena semua alat-alat komunikasi lolos dari metal detektor.
Jadi, perangkat ini disembunyikan secara terpisah di dalam sepasang sepatu yang dikenakan.
Ketika peserta lolos melewati pemeriksaan, dia akan menuju ke toilet terlebih dahulu sebelum masuk ke ruang ujian.
Di dalam bilik toilet, perangkat ini dirakit. Kamera mini dipasang. Headset nirkabel disembunyikan dalam telinga.
Jika diperhatikan sekilas, semua perangkat ini tidak terlihat. Butuh ketelitian.
Kamera itu berfungsi untuk melihat soal-soal ujian. Mirip dengan kasus di Surabaya. Rekaman dari kamera ini kemudian dipelajari oleh tim joki dari tempat lain.
Pola komunikasi antara peserta ujian dengan tim joki adalah satu arah. Selang beberapa saat kemudian, kunci jawaban itu dikirim ke peserta melalui headset.
Ketika kasus ini terbongkar, diamankan telepon seluler, modem hingga baterai. Bahkan panitia ujian sampai membutuhkan magnet untuk mengeluarkan headset dari lubang telinga.
Tarif Perjokian
Untuk curang pun ternyata tidak gratis. Biaya menyewa jasa joki ini tidak murah. Fantastis. Bisa mencapai ratusan juta rupiah. Sementara, para joki mampu meraup keuntungan hingga miliaran rupiah.
Ada beberapa komponen yang menyebabkan biaya perjokian mahal. Pertama, pemanfaatan teknologi canggih. Kedua, para joki beraksi dalam tim dengan keahlian berbeda. Ada tim briefing, tim master, tim operator, hingga tim perlengkapan.
Sebagai contoh. Dalam kasus perjokian di Surabaya dan Tasikmalaya, jasa perjokian bertarif hingga ratusan juta rupiah. Besaran tergantung jurusan program studi dan universitas yang dituju.
Bahkan sindikat di Surabaya, dalam setahun bisa mendapatkan 40 hingga 60 pesanan. Omzetnya berkisar antara Rp2,5 miliar hingga Rp6 miliar.