Kenaikan Suku Bunga BI Bak Minum Paracetamol, Begini Penjelasannya
Menaikkan suku bunga tinggi pun tidak cukup membantu pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
rupiah
Menaikkan suku bunga tinggi pun tidak cukup membantu pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Kenaikan Suku Bunga BI Bak Minum Paracetamol, Begini Penjelasannya
Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25 persen.
Namun langkah ini dianggap hanya sebagai upaya jangka pendek.
- Sri Mulyani Dapat Bisikian soal The Fed Bakal Turunkan Suku Bunga Acuan
- Siap-Siap, Harga Obat Bakal Naik Imbas Kurs Rupiah Terus Anjlok
- Demi Rupiah, BI Tahan Suku Bunga di Level 6,25 Persen
- BI Klaim Pelemahan Rupiah Lebih Baik dari Bath Thailand hingga Won Korea, Ini Datanya
- BMKG Pasuruan Catat 153 Kali Gempa Susulan di Tuban & Pulau Bawean Jatim Hingga Sabtu Pagi
- Menteri AHY: Banyak Masalah di Indonesia Libatkan Mafia Tanah
"Kenaikan suku bunga cuma obat parasetamol untuk redam pelemahan rupiah jangka pendek. Ya kalau mau pakai suku bunga terus jangankan 25 bps, sebanyak 50 bps saja belum cukup cegah pelemahan rupiah,"
ujar Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/4).
Bhima menyebut, dampak dari kenaikan bunga acuan membuat masyarakat semakin terbebani, seperti pembelian rumah dan kendaraan bermotor.
"Efek dari kenaikan bunga acuan membuat masyarakat makin terbebani karena pembelian rumah dan kendaraan bermotor sebagian besar pakai fasilitas kredit," jelas dia.
Selain itu, kenaikan bunga acuan juga membuat kredit konsumsi lainnya mengalami pelambatan.
Suku bunga di indonesia sudah dalam posisi yang tinggi, ditambah naiknya bunga acuan BI, sehingga makin tinggi lagi.
"Pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk bayar cicilan kredit bisa makin besar porsinya dan mengurangi alokasi pembelian barang lainnya," terang Bhima.
Menurut Direktur Celios itu, antisipasi fiskal harus segera dikeluarkan, seperti beberapa kebijakan yang berisi stimulus ke sektor ritel, terutama menunda pemberlakuan PPN 12 persen pada 2025.
Lalu memperbesar subsidi bunga KUR dan memperbesar alokasi dana perlindungan sosial.
