Harga Kelapa Melejit, Pedagang Kecil Menjerit
Kenaikan harga kelapa sejak bulan suci Ramadan kemarin sudah tidak masuk akal.

Tangan keriput Udin (55) tampak cekatan membersihkan daun pisang untuk bungkus nasi uduk. Sebagian daun pisang yang telah dibersihkan tersebut dia susun rapi di tempat rak khusus agar pembeli tak perlu menunggu lama.
Udin sengaja memilih untuk menggunakan bungkus daun pisang dibandingkan kemasan modern seperti styrofoam agar cita rasa gurih nasi uduk tetap terasa. Rupanya cara ini menjadi rahasia jualannya tetap bertahan.
Selain itu, rahasia dari cita rasa gurih nasi uduk buatannya berasal dari bulir santan kelapa segar. Dalam satu kali masak, Udin menghabiskan dua sampai tiga butir kelapa.
"Karena kunci nasi uduk itu kan di santan ya. Kalau sedikit nggak terasa," ujar pria yang telah puluhan tahun menjual kuliner khas Betawi di kawasan Palmerah, Jakarta Barat ini.
Belakangan wangi santan nasi uduk buatan Udin tak semerbak biasanya. Hal ini disebabkan komposisi santan yang dikurangi. Saat ini, Udin hanya mampu membeli paling banyak tiga butir kelapa per hari.
Bukan tanpa alasan. Pria paruh baya tersebut sengaja mengurangi pembelian kelapa tersebut lantaran harganya yang terlampau mahal. Menurutnya, kenaikan harga kelapa sejak bulan suci Ramadan kemarin sudah tidak masuk akal.
"Sekarang kelapa harganya Rp25.000 per butir biasanya cuma Rp7.000 an. Kayak daging ayam. Mau nggak mau dikurangi lah belinya. Biasanya kan bisa tujuh butir kita beli," tuturnya.
Di sisi lain, Udin juga tak tertarik untuk menggunakan santan instan yang lebih murah. Sebab, cita rasa yang dihasilkan dari santan olahan tersebut tak segurih dari santan perasan langsung. Hal ini menjadi alasannya untuk tetap membeli buah kelapa segar.

Keuntungan Kian Menipis
Meski bahan baku hidangan khas Betawi tersebut mengalami kenaikan. Udin bertekad untuk tetap menjual nasi uduk dengan harga normal.
Untuk lauk standar dengan bihun dan oreg tempe tetap dijual Rp10.000 per porsi. Baginya tak apa keuntungannya menipis asalkan pembelinya tak kabur.
"Yang penting masih ada untung buat jualan besok. Kalau harga nasi naik nanti nggak ada yang beli," bebernya.
Diakuinya kenaikan harga buah kelapa ini membuat keuntungannya menipis. Selain itu, Udin juga takut jika harga buah kelapa terus mahal dapat membuat usaha gulung tikar. Mengingat tak sedikit pelanggan yang mengeluhkan cita rasa nasi uduk buatannya tak segurih biasanya.
"Ada takut juga sekarang. Kan yang beli kemarin juga protes rasanya berubah. Tapi gimana lagi kalau dinaikin harganya takut pelanggan kabur," keluhnya.
Udin sendiri mengaku tak tahu penyebab mahalnya harga kelapa di pasaran. Dia hanya berharap pemerintah segera turun tangan untuk menurunkan harga buah kelapa. Menurutnya, harga buah kelapa saat ini sudah sangat memberatkan pedagang kecil sepertinya.

Penyebab Harga Kelapa Melejit
Sementara itu , Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso akhirnya mengungkapkan penyebab mahalnya harga kelapa hingga Rp25.000 per butir.
Dia menyebut kenaikan harga kelapa di dalam negeri karena pengusaha lebih tertarik melakukan ekspor kelapa bulat. Hal ini lantaran harga kelapa bulat di luar negeri lebih tinggi.
"Ini mahal, karena di ekspor ya. Harga ekspor memang lebih tinggi daripada harga dalam negeri. Karena semua ekspor, akhirnya jadi langka dalam negeri," ujar Budi.
Budi menuturkan, pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan pelaku industri kelapa dan eksportir untuk membahas harga kelapa yang mahal.
Dia juga mengatakan pertemuan antara pelaku industri kelapa dan eksportir, untuk mencari kesepakatan terbaik bagi kedua belah pihak terkait dengan harga dan stok di dalam negeri.
"Biar nanti ada kesepakatan yang lebih baik. Karena kita juga di dalam negeri membutuhkan. Tetapi harga tentunya juga kalau murah kan, petani dan eksportir kan nggak mau. Jadi nanti kita cari kesempatan yang lebih baik," kata dia.