Normalisasi Sungai Ciliwung Ditargetkan Rampung Tahun 2026
Pemerintah menargetkan normalisasi Sungai Ciliwung rampung 2026, tapi prosesnya terkendala lahan dan penolakan warga.

Banjir tetap menjadi masalah serius bagi masyarakat Jakarta, terutama ketika musim hujan tiba dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Salah satu upaya utama yang terus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan normalisasi pada Sungai Ciliwung. Proyek ini ditargetkan selesai pada tahun 2026 sebagai bagian dari strategi untuk mengendalikan banjir di ibu kota.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menekankan bahwa normalisasi Sungai Ciliwung merupakan langkah strategis yang diharapkan mampu mengurangi risiko banjir hingga 40 persen. Namun, proyek ini masih menghadapi berbagai tantangan yang menghambat kelancarannya, khususnya terkait dengan masalah pembebasan lahan dan penolakan dari warga setempat.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menetapkan tiga wilayah prioritas yang menjadi fokus utama dalam proses normalisasi sungai tersebut. Dengan adanya tantangan yang dihadapi, baik pemerintah pusat maupun daerah terus melakukan koordinasi agar proyek ini dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Target Penyelesaian Normalisasi Sungai Ciliwung Tahun 2026
Pemerintah pusat, melalui Kementerian Pekerjaan Umum, menetapkan target untuk menyelesaikan normalisasi Sungai Ciliwung pada tahun 2026. Menurut Menteri PU Dody Hanggodo, proyek ini merupakan elemen krusial dalam upaya pengendalian banjir di Jakarta.
"Fokus utama kita adalah percepatan pembebasan lahan sehingga pengerjaan bisa dilakukan bertahap mulai tahun ini hingga tahun depan," ujar Dody di Jakarta, Kamis (13/3/2025), dikutip dari Antara.
Saat ini, dari total panjang Sungai Ciliwung yang direncanakan untuk dinormalisasi sejauh 33,69 km, baru 17,14 km yang telah berhasil diselesaikan. Sisa panjang yang mencapai 16,55 km masih dalam proses penyelesaian pembebasan lahan. Proyek ini memerlukan total lahan seluas 35,94 hektare, yang mencakup 5.353 bidang tanah yang harus dibebaskan.
Tiga Wilayah Prioritas Normalisasi Sungai Ciliwung
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan tiga lokasi utama yang menjadi prioritas dalam pembebasan lahan untuk normalisasi Sungai Ciliwung. Ketiga wilayah tersebut mencakup Cawang, Bidara Cina, dan Pengadegan.
- Cawang: 411 bidang tanah dengan luas total 58.946 m²
- Bidara Cina: 162 bidang tanah dengan luas total 57.035 m²
- Pengadegan: 61 bidang tanah dengan luas total 13.101 m²
Kendala utama yang dihadapi di ketiga wilayah ini meliputi kepemilikan tanah yang masih memerlukan proses pembuktian, keterbatasan anggaran, serta penolakan dari warga yang enggan untuk melepaskan lahannya.
Tantangan dalam Pembebasan Lahan dan Penolakan Warga
Meskipun proyek normalisasi Sungai Ciliwung dianggap sangat krusial, pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah lamanya proses pembebasan lahan. Banyak warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai menolak untuk direlokasi karena pertimbangan sosial dan ekonomi.
Selain itu, pemerintah juga harus menghadapi kendala anggaran yang terbatas dalam proses ganti rugi lahan tersebut. Pemerintah pusat dan daerah terus berupaya menemukan solusi yang paling efektif agar normalisasi dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana tanpa menimbulkan konflik sosial yang berkepanjangan.
Pemprov DKI Jakarta juga menegaskan bahwa setelah proses pembebasan lahan selesai, akan dilakukan berbagai langkah seperti pelebaran sungai, pembangunan tanggul, dan pembuatan jalan inspeksi. Langkah-langkah ini diambil untuk mengoptimalkan fungsi drainase dan memastikan keberlanjutan proyek normalisasi.
Langkah Pemerintah untuk Mempercepat Proyek Normalisasi

Untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada, baik pemerintah pusat maupun daerah terus berupaya melakukan koordinasi demi kelancaran proyek normalisasi. Dalam hal ini, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mempercepat proses pembebasan lahan yang diperlukan.
Lebih jauh, pemerintah juga menerapkan sejumlah strategi tambahan untuk mengendalikan banjir, seperti:
- Pembangunan dua bendungan kering (dry dam) di Sukamahi dan Ciawi, Kabupaten Bogor.
- Sodetan Ciliwung yang berupa terowongan sepanjang 1.268 meter dengan dua jalur pipa berdiameter 3,5 meter.
- Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang bertujuan untuk mengurangi intensitas curah hujan di Jakarta.
Dengan berbagai langkah tersebut, pemerintah memiliki keyakinan bahwa normalisasi Sungai Ciliwung dapat tercapai.
Apa Dampak Normalisasi Sungai Ciliwung bagi Warga Jakarta?
Jika proyek normalisasi dapat diselesaikan, diharapkan Sungai Ciliwung akan mampu mengalirkan air dengan lebih lancar. Hal ini berpotensi menurunkan risiko banjir di Jakarta secara signifikan. Selain itu, pembangunan infrastruktur tambahan seperti tanggul dan jalan inspeksi akan berkontribusi pada peningkatan kualitas lingkungan di sekitar sungai tersebut.
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menekankan bahwa tujuan dari proyek ini bukan hanya untuk mengendalikan banjir, melainkan juga untuk meningkatkan kapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan air dengan lebih efisien.
Dody menuturkan, Sungai Ciliwung memiliki peran besar dalam sistem drainase Jakarta. Oleh karena itu, normalisasi ini bukan hanya untuk mengurangi risiko banjir, tetapi juga meningkatkan kapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan air secara optimal.
People Also Ask
1. Mengapa normalisasi Sungai Ciliwung penting bagi Jakarta?
Normalisasi dilakukan untuk mengurangi risiko banjir dengan meningkatkan kapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan air.
2. Apa saja kendala utama dalam normalisasi Sungai Ciliwung?
Kendala utama meliputi pembebasan lahan, keterbatasan anggaran, serta penolakan dari warga yang tinggal di bantaran sungai.
3. Kapan proyek normalisasi Sungai Ciliwung selesai?
Pemerintah menargetkan proyek ini rampung pada tahun 2026.
4. Apa dampak normalisasi bagi warga Jakarta?
Dampaknya meliputi berkurangnya risiko banjir, lingkungan yang lebih tertata, serta infrastruktur yang lebih baik di sekitar sungai.