Demo Ojol, Ini yang Bakal Terjadi kalau Mitra Driver Dijadikan Pegawai
Ada dampak yang bakal terjadi jika mitra driver menjadi pegawai.

Chief of Public Affairs, Grab Indonesia, Tirza Munusamy menjelaskan dampak negatif yang akan terjadi jika mitra pengemudi ojek online (ojol) menjadi karyawan tetap. Setidaknya, kata dia, ada tiga hal. Pertama, akan timbul penyusutan jumlah mitra pengemudi.
“Mungkin orang bicara itu memang kebanyakan hak ya, dapat gaji, dapat cuti, tapi yang orang enggak biasa bicarakan adalah adanya jam kerja. Ada performance evaluation, semuanya pasti akan dicek ya. Kalau enggak berarti apa? Mungkin dikasih SP. Kalau sekarang kan enggak. Waktunya fleksibel,” jelas dia di Jakarta, Senin (19/5).
Kedua adalah sulitnya untuk mendaftar ojol tidak semudah saat ini. Pasalnya, akan ada seleksi yang ketat yang berdampak terhadap tidak bisanya diterima pengemudi lain yang ingin bergabung dengan ojol.
“Sama seperti pada umumnya perusahaan akan menyeleksi pekerjanya dengan beragam tahapan, seperti masukann CV, seleksi CV, dan interview. Proses ini justru menjadikan teman-teman yang lain enggak bisa terakomodir,” kata dia.
Kemudian saat ini banyak sekali UMKM yang sudah menggantungkan hidupnya dari ekosistem ojol. Jika terjadi penyusutan jumlah mitra pengemudi, maka ini akan berdampak negatif terhadap UMKM. Alhasil, ekonomi juga akan makin terguncang.
“Yang terakhir ketiga akan berdampak buruk terhadap UMKM makanan. Sebetulnya sekarang banyak sekali UMKM yang dilayani oleh ojol dan kurir online. Apalagi Indonesia saat ini sudah banyak UMKM. Di kami saja, 90 persen mitra makanan adalah UMKM. Jadi kalau sampai jumlah mitra pengemudi menyusut, maka nanti kemampuan untuk melayani pesanan dari UMKM ini pasti akan berdampak negatif,” terang dia.
Sebelumnya, Serikat Pekerja Angkutan Umum Indonesia (SPAI) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang mengatur tentang pekerja platform digital.
Desakan ini mencuat seiring meningkatnya jumlah pekerja di sektor gig economy yang dinilai tidak sebanding dengan perlindungan dan kesejahteraan yang mereka terima.
Ketua SPAI, Lily Pujianti, menyoroti masih banyaknya pekerja transportasi daring seperti pengemudi ojek online, sopir taksi berbasis aplikasi, dan kurir yang tidak diakui sebagai pekerja formal.
Mereka, kata Lily, hanya diberi status sebagai "mitra", sehingga tidak memperoleh hak-hak dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Para pengemudi transportasi online selama ini hanya dianggap sebagai mitra, bukan pekerja. Ini menyebabkan mereka kehilangan hak atas perlindungan kerja yang semestinya mereka dapatkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
SPAI menilai, tanpa kejelasan regulasi, praktik hubungan kerja yang timpang ini akan terus berlanjut dan merugikan para pekerja platform yang menjadi tulang punggung ekonomi digital saat ini.