Wafat di Usia 98 Tahun, Ini Profil KH Arief Mahya Sesepuh NU Asal Lampung
Tokoh besar pejuang dan sesepuh dari Nahdlatul Ulama (NU) yang paling disegani di Lampung inii telah tutup usia pada Rabu (15/5) siang.
Tokoh besar pejuang dan sesepuh dari Nahdlatul Ulama (NU) yang paling disegani di Lampung inii telah tutup usia pada Rabu (15/5) siang.
Wafat di Usia 98 Tahun, Ini Profil KH Arief Mahya Sesepuh NU Asal Lampung
Kabar duka kali ini datang dari jajaran kepengurusan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung.
Ia merupakan sosok sesepuh dan paling disegani dalam jajaran tokoh NU di Lampung.
Tokoh tersebut bernama KH Arief Mahya yang wafat di usia 98 tahun. Kabar duka ini disampaikan langsung melalui situs resmi Nahdlatul Ulama Lampung (lampung.nu.or.id). (Foto: paratokohlampung.blogspot.com)
"Innalillahi wa inna ilaihiraji’un. Telah berpulang ke rahmatullah, yang kami sayangi KH Arief Mahya, Rais Syuriyah PWNU Lampung 1990-an, hari ini pukul 14.30," Melansir dari situs lampung.nu.or.id yang dirilis pada Rabu (15/5) kemarin.
KH Arif Mahya meninggal dunia di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Lantas, seperti apa sosok dan profil dari salah satu tokoh NU yang paling disegani?
Simak rangkuman informasinya berikut ini.
Profil Singkat KH Arief Mahya
KH Arief Mahya lahir di Gedung Asin, Liwa, Lampung Barat pada tanggal 6 Juni 1923 silam.
Ia mulai menuai pendidikan di Volkschool saat kolonial Belanda berlangsung. Selanjutnya, Arief melanjutkan di Pesantren Ad-Diniyah Al-Islamiyah.
Kemudian ia melanjutkan di Standardschool bernama Wustho Zu'ama, dan Onderbow-Kweekschool yaitu Wustho-Mu'alimien di tahun 1941. Setelah tamat di Onderbow-Kweekschool, ia terpaksa berhenti sekolah akibat Perang Dunia II.
Alhasil ia juga harus bergabung bersama prajurit-prajurit untuk terlibat di kancah peperangan. Bahkan, dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Arief ternyata juga turut berjuang bersama pejuang-pejuang lainnya.
Beprofesi Sebagai Guru
Masih di era perjuangan kemerdekaan Indonesia, Arief Mahya masih menyempatkan diri untuk bekerja sebagai guru Madrasah Ibtidaiyah di Talang Paris, Bukit Kemuning, Lampung Utara pada tahun 1942.
Hanya setahun bekerja sebagai guru, ia kemudian berpindah tempat di Madrasah Ibtidaiyah di Karang Agung, Way Tenong, Lampung Barat.
Dengan pendapatan yang minim, Arief yang sudah menjadi ayah dari 8 anak ini harus memutar otak agar mendapatkan uang lebih.
Merintis Usaha
Mengingat pendapat guru yang sangat minim, Arief pun memutuskan untuk merintis usaha dengan berdagang kecil-kecilan, dengan membeli barang-barang tertentu lalu dijual kembali di tempat lain.
Sekira tahun 1970 hingga 1990, ia mulai berusaha perkebunan karet, cengkeh, hingga rambutan yang ditanam di kebunnya sendiri yang berada di kawasan Gunung Sugih. Namun, usahanya tersebut tidak menemukan keberhasilan yang sesuai ia harapkan.
Kariernya sebagai guru yang berstatus PNS itu masih tetap berlanjut. Ia kembali mengabdi di dunia pendidikan sebagai Kepala Perguruan Islam di Metro, lalu pernah mengajar sebagai guru agama di SD Negeri 1 dan 2 di Metro.
Kontribusi di NU
Melansir dari situs lampung.nu.or.id, Arief sudah terlibat di PWNU Lampung sejak usia muda.
Ia bergabung atas dasar permintaan dari H Marhasan Sultan Sejagad Sealam yang menjabat sebagai PCNU Metro saat itu yang kemudian menjadi ketua PWNU Lampung pertama.
Arief kemudian didapuk menjadi Ketau Lembaha Pendidikan (LP) Ma'arif. Namun, perjalanannya hanya bertahan satu sampai dua tahun. Lalu, ia memutuskan berhenti karena kesibukannya sebagai petugas jawatan Penerangan Agama Provinsi Lampung.
Meski hanya bekerja satu sampai dua tahun saja, namun kontribusi KH Arief Mahya tetaplah besar. Buktinya, ia kembali dipercaya menjadi Wakil Rais Syuriyah tahun 1989-1995.