Sosok Petrus Kanisius Ojong, Tokoh Pers Nasional Asal Bukittinggi
Tokoh yang satu ini sudah menjadi jurnalis sejak usia 25 tahun dan salah satu pendiri Kelompok Kompas Gramedia bersama temannya, Jakob Oetama.
Indonesia begitu banyak melahirkan tokoh-tokoh cendekiawan di berbagai bidang, salah satunya di dunia jurnalistik. Selain menulis berita, tokoh jurnalis juga turut terlibat langsung dalam pergerakan nasional serta melawan kolonial melalui tulisan.
Salah satu tokoh yang cukup terkenal dengan karya-karya dan kontribusinya di bidang jurnalistik adalah Petrus Kanisius Ojong atau biasa dikenal dengan P.K. Ojong. Namanya tersohor karena menjadi salah satu pendiri dari Kelompok Kompas Gramedia. Selain itu, ia juga pemerhati masalah keadilan, demokrasi, kemanusiaan, hingga seni-budaya.
-
Siapa Raja Pers Indonesia? Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
-
Siapa yang mendirikan Indonesische Persbureau? Berdirinya kantor berita Indonesia tak lepas dari sosok RM Soewandi Soerjaningrat atau yang dikenal dengan Ki Hajar Dewantara.
-
Bagaimana Sitor Situmorang berkecimpung di dunia jurnalistik? Mengutip dari badanbahasa.kemdikbud.go.id, Sitor pun juga sempat bergabung dengan kantor berita nasional Antara di Pematang Siantar. Pada tahun 1947, Sitor di tunjuk oleh Menteri Penerangan, Muhammad Natsir untuk menjadi koresponden Waspada di Yogyakarta.
-
Siapa yang pernah menjadi wartawan berprestasi dan komisaris Garuda Indonesia? Yenny Wahid memiliki cukup banyak sepak terjang dalam ranah berbeda-beda. Ia pernah menjadi wartawan berprestasi hingga komisaris Garuda Indonesia.
-
Apa nama surat kabar pertama di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama 'Mataram Courant' dan satunya lagi bernama 'Bintang Mataram'.
-
Siapa yang menjadi redaktu Majalah Indonesia? Keterlibatannya di majalah tersebut membuat Suparna makin marah terhadap kalangan penjajah. Ia lantas dipercaya sebagai redaktu Majalah Indonesia dan menerbitkan berbagai tulisan yang provokatif dan mengajak rakyat untuk melawan kekuasaan Belanda.
P.K. Ojong sendiri sudah menjadi seorang jurnalis sejak usianya 25 tahun. Ia juga pernah bekerja di beberapa media serta tokoh utama dalam organisasi khususnya di bidang jurnalistik.
Profil Singkat
Petrus Kanisius Ojong atau yang memiliki nama Auw Jong Peng-Koen ini lahir di Bukittinggi, 25 Juli 1920. Sejak kecil ia sudah diajarkan oleh ayahnya untuk hemat, disiplin, dan juga tekun yang membentuk dirinya saat dewasa. Sang ayah sendiri bekerja sebagai petani di salah satu wilayah Tiongkok, lalu merantau ke Sumatera Barat.
Selama hidupnya, Ojong dikenal sebagai orang yang sederhana, jujur, pandai mengelola uang, dan tanggung jawab. Ia cenderung memilih untuk menyumbangkan uangnya kepada yang membutuhkan ketimbang menghambur-hamburkannya untuk acara pesta.
Ojong menempuh pendidikan di Hollandsch Chineesche School (HCS) atau sekolah dasar khusus Tionghoa di Payakumbuh. Dirinya memiliki watak yang disiplin dan serius. Ia kemudian mengenal agama Katolik dan memutuskan untuk memeluk agama tersebut. Ojong melanjutkan pendidikannya di Hollandsche Chineesche Kweekschool.
Ketika di sekolah HCK inilah Ojong mulai hobi membaca koran dan majalah berlangganan dari perkumpulan penghuni asrama. Dari sini pula dia belajar menelaah cara penulisan dan penyajian gagasan. Ojong melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia dan lulus tahun 1951.
Awal Karier Jurnalis
Dikutip dari esi.kemdikbud.go.id, ketika Jepang menduduki Nusantara, banyak sekolah yang ditutup dan Ojong pun kehilangan pekerjaan sebagai guru. Tahun 1946, ia mencoba untuk berkarier di bidang jurnalistik lalu bekerja di Star Weekly.
Ia kemudian diangkat menjadi Pemimpin Redaksi Star Weekly pada 6 Mei 1951 sampai pada akhirnya majalah tersebut dibredel pemerintah pada tahun 1961. Hal ini disebabkan karena tulisan Ojong dinilai mengkritik kebijakan pemerintah.
Selain itu, Ojong juga dikenal sebagai tokoh di beberapa organisasi, seperti anggota Badan Pimpinan Pusat Partai Katolik, bendahara Pengurus Pusat Serikat Penerbit Surat Kabar, bendahara Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah kebudayaan Horison, bendahara Lingkaran Seni Jakarta, dan masih banyak lagi.
Dirikan Kompas
Pada tahun 1963, ia bersama Jakob Oetama mendirikan majalah Intisari yang menjadi cikal bakal dari harian Kompas. Selain itu ia juga membuka toko buku pada tahun 1970 dengan tujuan untuk memudahkan akses bacaan yang bermutu bagi para wartawan dan masyarakat.
Selain itu, Ojong bersama Mochtar Lubis membentuk Yayasan Obor, sebuah lembaga yang direstui oleh Adam Malik saat menjabat Menteri Luar Negeri RI maupun ketika dirinya menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Tahun 1972 Ojong mendirikan radio Sonora, tahun 1976 mendirikan Gramedia Film serta mendirikan art gallery di Jakarta dan Yogyakarta untuk membantu pemasaran tulisan.
Kemudian Ojong juga terlibat langsung dalam penerbitan majalah Horison yang diterbitkan oleh Yayasan Indonesia dan lembaga Lingkaran Seni yang saat itu masalah utamanya adalah memasyarakatkan Taman Ismail Marzuki
Akhir Hayat
Menjelang akhir hayatnya, Ojong masih sempat menulis beberapa tulisan yang dimuat di majalah Intisari dengan judul “Berakhir Pekan di Australia” pada bulan April 1980. Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
Untuk mengenang jasanya, didirikan patung Ojong di halaman Bentara Budaya Jakarta atau suatu lembaga nirlaba yang bertujuan untuk pelestarian dan pengembangan seni budaya Indonesia