Mengenang Dja Endar Moeda Harahap, Pelopor Pers di Indonesia asal Padang Sidempuan
Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
sejarah persBerkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
Mengenang Dja Endar Moeda Harahap, Pelopor Pers di Indonesia asal Padang Sidempuan
Sosok Dja Endar Moeda Harahap dikenal sebagai tokoh perintis pers berbahasa Melayu. Kariernya begitu mentereng di dunia surat kabar Indonesia.
Ia menempuh pendidikan di Kweekschool Tano Bato, Padang Sidempuan yang didirikan oleh Willem Iskander dan lulus pada tahun 1884.
Setelah lulus, Dja Endar Moeda diangkat menjadi kepala sekolah di Batahan, sebuah daerah di Mandailing Natal. (Foto: akhirmh.blogspot.com)
Sebelum terjun ke dunia pers, Moeda sempat melakukan ibadah haji lalu menerbitkan sebuah tulisan berisi perjalanannya yang terbit di Bintang Hindia dengan judul "Perdjalanan ke Tanah Tjoetji".
Dalam karyanya tersebut, Moeda banyak bercerita soal pengalamannya naik haji mulai dari biaya yang dikeluarkan saat ibadah yang berkisar 750 sampai 1.000 gulden.
Tinggal di Padang
Pulang dari Makkah tahun 1893, Moeda mengganti namanya menjadi Haji Muhammad Saleh lalu memutuskan untuk tinggal di Kota Padang. Ia lalu mendirikan sekolah dan menjadi redaktur Pertja Barat yang didirikan oleh Lie Bian Goan yang terbit perdana pada tahun 1894.
Kemudian Moeda turut mendirikan organisasi Medan Perdamaian tahun 1900 yang membuka cabang di Pematangsiantar, Semarang, dan Bukittinggi. Selama menjadi ketua, ia berjasa meningkatkan mutu pendidikan di Kota Semarang.
Selain Pertja Barat, Dja Endar Moeda juga memimpin dua surat kabar lain bernama Tapian Na Oeli dan Insulinde. Tapian Na Oeli sendiri diterbitkan dalam bahasa Mandailing menggunakan huruf latin. Sedangkan Insulinde merupakan majalah pendidikan di Pulau Jawa dan Sumatra yang bertujuan untuk meningkatkan peranan guru dan priyayi agar tercapainya kemajuan bangsa.
- Curhat Penuh Semangat Pria 80 Tahun Depan Mahfud, Sejak Belum Sunat Sudah Gabung PDI
- Terpilih Jadi Anggota DPRD Nganjuk, Ini Sosok Trihandy Cahyo Saputro Salah Satu Caleg dengan Suara Terbanyak di Indonesia
- Usai Konferensi Pers Kasus Kematian Vina Cirebon, Pegi Setiawan Meronta-ronta Sampai Angkat Tangan
- Menengok Kembali Kasus Suap Harun Masiku dan Kaitannya dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
- Jatuh saat Akan Disumpah Jadi ASN PPPK, Honorer K2 di Makassar Meninggal
- Tak Usah Khawatir, Ini Daftar Menu Konsumsi Jemaah Haji Indonesia Selama di Arafah Muzdalifah dan Mina
Moeda sempat terlibat perselisihan dengan Mahyuddin Datuk Sutan Maharaja. Mereka saling menjatuhkan melalui tulisan yang diterbitkan dari masing-masing surat kabar mereka sendiri. Moeda menyebut Mahyuddin dengan sebutan "Datuk Bangkit" yang artinya suka mengungkit.
Lalu, Mahyuddin pun juga tidak ketinggalan untuk merespons tulisan dengan membuat syair yang mengkritik kebiasaan Moeda yang suka minum alkohol. Latar belakang konflik ini adalah persaingan pasar surat kabar Melayu yang memiliki target yang sama.
Merambah ke Aceh
Tahun 1906, Moeda pindah ke Kutaraja (Aceh) kemudian mendirikan media cetak bernama Pemberita Atjeh. Surat Kabar ini menjadi yang pertama di Aceh dengan bahasa Melayu.
Kepindahannya ini membuat kursi kepemimpinan Pertja Barat diserahkan kepada Dja Endar Boengsoe atau Abdul Kahar.
Namun, di Kutaraja ia tidak tinggal cukup lama. Selang 3 tahun kemudian ia pindah ke Medan dan menerbitkan surat kabar Warta Berita serta Minangkabaoe. Pemberita Atjeh pun berhenti terbit karena ada saingannya yaitu Sinar Atjeh.
Tahun 1910, Moeda mendirikan Pewarta Deli yang mayoritas diisi oleh orang dari Suku Mandailing dan Suku Angkola. Di Medan menjadi surat kabat pertama berbahasa Melayu dan dimiliki oleh orang pribumi.
Namun, hubungan Dja Endar Moeda dengan direksi tidak berjalan harmonis. Hal ini diakibatkan ketika Moeda dalam surat kabar Pertja Barat mencaci maki direksi dan surat kabar tersebut hingga akhirnya ia memutuskan keluar tahun 1911 bersama anaknya. Ia dicerca hendak menjatuhkan perusahaan, sehingga posisinya digantikan oleh Soetan Parlindoengan.
Penghargaan
Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
Pada 5 Februari 2023 lalu, ia dianugerahi penghargaan kepeloporan bidang media yang diterima bersamaan dengan Parada Harahap, Mangaraja Hezekiel Manullang, Mohammad Said, Ani Idrus, dan Muhammad TWH saat hari pers nasional di Medan.