Cinta yang Bertumbuh & Berpulang, Kisah Najwa Shihab & Ibrahim Assegaf, Dari Menikah Muda hingga Dipisahkan Maut
Kisah cinta Najwa Shihab dan Ibrahim Sjarief Assegaf: perjalanan dari menikah muda, karier gemilang, hingga duka mendalam. Simak selengkapnya!

Kisah cinta Najwa Shihab dan Ibrahim Sjarief Assegaf bukan sekadar cerita tentang dua insan yang saling mencintai. Ini adalah kisah tentang keberanian mengambil keputusan besar di usia muda, tentang tumbuh bersama dalam suka dan duka, dan tentang cinta yang bertahan selama lebih dari seperempat abad—hingga maut memisahkan.
Awal Kisah: Menikah di Usia 20 Tahun

Tak banyak yang tahu, perempuan cerdas dan tegas yang dikenal lewat program Mata Najwa ini ternyata menikah di usia yang sangat muda, 20 tahun. Suaminya, Ibrahim, adalah kakak tingkat Najwa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saat itu, usia Ibrahim 26 tahun, dan ia telah bekerja sebagai jurnalis.
Najwa dilamar saat usianya baru 19 tahun. Ketika ditanya dari mana datangnya keyakinan, Najwa menjawab lugas, “Cinta itu enggak bisa dicari pembenarannya di akal, pembenarannya lewat hati. Dan terkadang kita hanya tahu sih.”
Sebelum memutuskan menikah, Najwa menjalani ibadah umrah bersama kedua orang tuanya dan melakukan shalat istikharah di sana. Dari sanalah ia merasa mantap untuk melangkah ke jenjang pernikahan.
Meski begitu, menikah muda bukan berarti melupakan pendidikan. Najwa tetap melanjutkan kuliahnya dan baru hamil setelah skripsinya hampir selesai. “Menikah enggak apa-apa, tapi make sure sekolahnya kelar,” ujar Najwa, mengenang pesan orang tuanya.
Bertumbuh Bersama: Cinta yang Dewasa Seiring Waktu
Menikah muda bukan berarti jalan mulus tanpa tantangan. Tapi Najwa dan Ibrahim memilih untuk bertumbuh bersama. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Merry Riana, Najwa menyebut bahwa dirinya dan sang suami telah melewati berbagai fase hidup bersama-sama, dari menjadi mahasiswa, orang tua muda, hingga sama-sama membangun karier.
“Semuanya dijalani bersama. Enggak ada bagian dari hidup saya yang suami saya enggak tahu,” ungkap Najwa.
Kesamaan latar belakang juga menjadi salah satu kunci hubungan mereka. Sama-sama dari dunia hukum, pernah bersekolah di luar negeri, dan berasal dari keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan, membuat komunikasi di antara mereka lebih lancar dan saling memahami.
Saling Mendukung, Bukan Menyaingi

Najwa dikenal sebagai sosok wanita karier yang aktif sejak masa kuliah. Saat memasuki dunia jurnalistik, jadwalnya sangat padat—liputan hingga malam, berpindah-pindah kota, dan menghadapi tekanan tinggi. Namun Ibrahim, yang juga pernah menjadi wartawan, justru menjadi pendukung terbesar Najwa.
“Suami saya memahami betul dunia jurnalisme, karena dia juga pernah jadi wartawan,” ujar Najwa.
Dukungan itu bukan hanya dalam bentuk kata-kata, tetapi juga tindakan. Saat Najwa harus liputan ke Solo, dan anak mereka yang masih bayi harus ikut serta, Ibrahim tak segan ikut mendampingi—menjaga anak mereka saat Najwa bekerja.
Hubungan mereka bukan soal siapa yang lebih dominan, melainkan bagaimana saling mengisi dan berbagi peran. Itulah yang membuat mereka menjadi panutan pasangan masa kini—true couple goals.
Menjaga Koneksi Lewat Quality Time
Kesibukan tak menjadi alasan untuk menjauh secara emosional. Najwa dan Ibrahim rutin menjaga quality time meski hanya lewat hal sederhana seperti menonton atau ngobrol santai.
“Punya waktu berdua itu penting banget buat menjaga koneksi dalam hubungan,” kata Najwa.
Dalam usia pernikahan yang menginjak 28 tahun, mereka tetap menemukan cara untuk tertawa bersama, berdiskusi, dan menikmati kehadiran satu sama lain. Hal ini menjadi salah satu rahasia keawetan hubungan mereka—menyempatkan diri hadir sepenuhnya, meski sebentar.
Menikah Muda Bukan untuk Semua Orang

Meski menikah di usia 20 tahun, Najwa tak pernah menganggap bahwa menikah muda adalah rule of thumb. “Menurutku enggak ada usia minimum maksimum loh. Just as long as you’re sure, mau umur berapa pun bisa,” ujarnya.
Namun ia juga menekankan bahwa kesiapan mental sangat penting. Terlebih lagi, perempuan juga harus tetap punya kemandirian dan menyadari peran yang akan diemban sebagai istri dan ibu.
“Sebelum memutuskan jadi ibu, penting juga untuk mengenal suami lebih dalam,” kata Najwa, menyinggung keputusannya untuk menunda kehamilan demi mengenal lebih jauh pasangannya.
Cinta yang Diakhiri oleh Maut
Kisah cinta panjang yang telah dijalani Najwa dan Ibrahim selama 28 tahun akhirnya dipisahkan oleh maut. Pada 20 Mei 2025 pukul 14.29 WIB, Ibrahim Sjarief Assegaf meninggal dunia, akibat stroke yang menimbulkan pecah pembuluh darah. Kabar duka ini sontak membuat banyak pihak berempati dan mengenang sosok pria yang selama ini mendampingi Najwa dari balik layar.
Meski tak banyak terekspos media, dari kisah Najwa terungkap bahwa Ibrahim bukan hanya seorang suami, tetapi juga sahabat, mitra diskusi, dan penyokong utama dalam hidup dan karier Najwa.
Kematian memang memisahkan secara fisik, namun tak pernah mampu menghapus kenangan, nilai-nilai, dan cinta yang telah bertumbuh selama dua dekade lebih itu. Seperti kata Najwa, “Kalau bisa bahagia sekarang, kenapa menunda kebahagiaan?”—kalimat yang kini terasa jauh lebih dalam maknanya.
Warisan Cinta untuk Generasi Muda

Dari perjalanan cinta Najwa dan Ibrahim, kita belajar bahwa cinta sejati bukan hanya soal perasaan, tapi juga soal komitmen, komunikasi, dan kesediaan untuk bertumbuh bersama. Mereka menunjukkan bahwa pernikahan bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari petualangan panjang—yang jika dijalani dengan saling dukung, bisa jadi luar biasa indah.
Najwa dan Ibrahim mungkin sudah tidak lagi berjalan berdampingan di dunia, tapi kisah cinta mereka akan terus menjadi inspirasi. Untuk siapa pun yang sedang mencari, menjalani, atau memperjuangkan cinta—kisah ini mengajarkan bahwa cinta bukan sekadar perasaan yang besar, tapi juga tentang hadir dalam hal-hal yang kecil, setiap hari.
“Penting juga sih untuk get to know your husband before decide to become a mother.” – Najwa Shihab
“You just know it.” – Najwa Shihab
Dan seperti cinta mereka, mungkin kita semua pun bisa berharap untuk just know it, lalu berani menjalaninya—bersama.