Mengungkap Fakta GERD pada Bayi: Penyebab Utama dan Langkah Penanganannya
GERD pada bayi bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan komplikasi jika tidak ditangani dengan baik. Berikut adalah penyebab dan cara penanganan GERD untuk si kecil
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit refluks gastroesofagus adalah kondisi di mana asam lambung atau isi lambung kembali naik ke esofagus, menyebabkan sensasi tidak nyaman terutama di ulu hati (heartburn).
Mengambil kutipan dari artikel yang dipublikasikan oleh WebMD, gangguan pencernaan ini mempengaruhi cincin otot antara kerongkongan dan perut Anda. Cincin ini disebut sfingter esofagus bagian bawah (LES). Dalam pencernaan normal, LES (lower esophageal sphincter) Anda terbuka untuk memungkinkan makanan masuk ke perut Anda. Kemudian, menutup untuk menghentikan makanan dan cairan asam lambung mengalir kembali ke kerongkongan Anda. Refluks gastroesofageal terjadi ketika LES tidak bekerja secara efektif. Hal ini menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke kerongkongan.
-
Apa yang menyebabkan GERD? GERD disebabkan oleh refluks asam lambung, yaitu naiknya asam dari perut ke kerongkongan. Saat Anda menelan, otot cincin di bagian bawah kerongkongan yang disebut sfingter esofagus bagian bawah, akan mengendur untuk membiarkan makanan dan cairan masuk ke perut, kemudian menutup kembali. Namun, jika sfingter ini tidak berfungsi dengan baik atau melemah, asam lambung bisa kembali ke kerongkongan.
-
Apa itu GERD? GERD adalah kondisi medis yang terjadi ketika asam lambung dan isi lambung lainnya mengalir kembali ke kerongkongan (esofagus) secara berulang dan menyebabkan gejala yang tidak nyaman.
-
Apa yang membedakan GERD dan maag? GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) disebabkan oleh naiknya asam lambung ke kerongkongan, yang dapat menyebabkan gejala seperti rasa terbakar di dada (heartburn) dan kesulitan menelan. Sementara itu, maag adalah radang pada lambung yang sering disebabkan oleh infeksi atau penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid.
-
Kenapa GERD bisa menyebabkan batuk? Gejala GERD di antaranya adalah tekanan pada leher, sakit perut, rasa pahit di mulut, muntah, masalah pernapasan, hingga batuk kronis.
-
Bagaimana cara kerja GERD? GERD terjadi ketika asam dari perut naik ke esofagus—saluran yang menghubungkan mulut ke perut. Biasanya, ada otot seperti karet gelang yang menjaga agar isi perut tidak kembali ke esofagus. Namun, jika otot ini melemah atau tekanan di perut terlalu tinggi, isi perut bisa masuk ke esofagus.
-
Kenapa sembelit bisa terjadi pada bayi? Dari bayi hingga dewasa, konstipasi dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk pola makan yang tidak seimbang, kurang asupan serat, dehidrasi, dan kurang aktivitas fisik.
Beberapa dokter berpendapat bahwa penyebab utama penyakit ini adalah suatu kondisi yang disebut hernia hiatus. Menurut sebuah artikel yang diterbitkan dalam Journal of Gastroenterology and Hepatology, hernia hiatus terjadi ketika ada pergeseran abnormal dari lambung yang terdorong naik ke rongga dada melalui lubang diafragma yang disebut hiatus esofagus (tenggorokan). Hal ini sering dikaitkan dengan refluks gastroesofageal, terutama jika disertai dengan kelemahan sfingter esofagus bagian bawah (Lower Esophageal Sphincter - LES) yang bisa berujung pada kondisi lebih serius seperti GERD.
Kondisi ini umum terjadi pada bayi, terutama dalam beberapa bulan pertama kehidupan. Refluks fisiologis ini terjadi karena sistem pencernaan bayi yang belum matang. Bayi dapat mengidap penyakit ini jika refluks terjadi secara terus-menerus dan menyebabkan komplikasi seperti sulit makan, iritasi pada esofagus, atau masalah kesehatan lainnya. GERD pada bayi memerlukan perhatian khusus karena dapat mengganggu pertumbuhan, perkembangan, dan kenyamanan si kecil.
Penyebab GERD pada Bayi
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya GERD pada bayi. Berikut beberapa di antaranya:
Belum Matangnya Fungsi Sfingter Esofagus Bawah (Lower Esophageal Sphincter - LES)
Salah satu penyebab utama GERD pada bayi adalah fungsi sfingter esofagus bawah (LES) yang belum berkembang sempurna. Studi dari Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition (2017) menunjukkan bahwa imaturitas LES adalah penyebab utama terjadinya refluks gastroesofagus pada bayi. Penelitian ini menemukan bahwa 60-70% bayi mengalami refluks selama enam bulan pertama kehidupan, yang sebagian besar disebabkan oleh lemahnya fungsi LES. Ketika LES belum berkembang sempurna, hal ini memungkinkan asam lambung lebih mudah naik ke kerongkongan.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition menunjukkan bahwa otot sfingter esofagus pada bayi lebih lemah dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga meningkatkan risiko refluks. Dalam kebanyakan kasus, sfingter ini akan menguat seiring dengan bertambahnya usia bayi .
Pola Makan Bayi
Bayi yang diberi susu formula atau ASI, cenderung mengonsumsi makanan dalam volume yang relatif besar dibandingkan ukuran lambung mereka. Makanan dalam bentuk cairan (ASI atau susu formula) jika lebih mudah naik kembali ke esofagus. Volume makanan yang berlebihan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan di perut, yang memicu refluks asam lambung ke kerongkongan. Pada bayi yang memiliki risiko GERD, asupan makanan yang besar ini menjadi salah satu faktor pencetus utama.
Penelitian yang diterbitkan oleh Pediatric Research (2018) menemukan bahwa pemberian makan dengan volume besar secara berulang dapat menyebabkan peningkatan kejadian refluks gastroesofagus. Studi ini juga menunjukkan bahwa pengurangan volume makanan dan pemberian makan lebih sering dengan jumlah kecil dapat membantu mengurangi gejala GERD pada bayi.
Posisi Tubuh Setelah Makan
Posisi tubuh bayi setelah makan juga dapat mempengaruhi terjadinya refluks. Bayi yang sering diletakkan dalam posisi horizontal (berbaring) setelah makan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami GERD. Posisi ini membuat gravitasi tidak bekerja secara optimal untuk menjaga asam lambung tetap di dalam perut, sehingga memungkinkan refluks terjadi dengan lebih mudah.
Studi klinis yang dipublikasikan dalam JAMA Pediatrics (2019) menemukan bahwa bayi yang ditempatkan dalam posisi tegak setelah makan memiliki penurunan insiden refluks dibandingkan bayi yang langsung dibaringkan setelah makan. Selain itu, penelitian ini menyarankan agar bayi dipegang dalam posisi tegak selama minimal 30 menit setelah makan untuk membantu mencegah refluks .
Cara Mengatasi GERD pada Bayi
Pengobatan GERD pada bayi bervariasi tergantung pada tingkat keparahan gejala dan penyebabnya. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi GERD pada bayi:
Memperbaiki Posisi Bayi setelah Makan
Penempatan bayi dalam posisi tegak setelah makan telah terbukti membantu mencegah refluks asam. Gravitasi membantu menjaga isi lambung tetap di tempatnya dan mencegah naiknya asam lambung ke kerongkongan. Menjaga bayi dalam posisi tegak selama 20 hingga 30 menit setelah makan adalah praktik yang disarankan oleh banyak ahli.
Studi dari JAMA Pediatrics (2019) menemukan bahwa menjaga bayi dalam posisi tegak setelah makan dapat mengurangi jumlah episode refluks pada bayi. Penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang diletakkan dalam posisi tegak setelah makan mengalami penurunan signifikan dalam gejala refluks. Namun, penting untuk tidak meletakkan bayi di tempat tidur segera setelah makan, karena posisi horizontal (tiduran) dapat meningkatkan risiko refluks.
Obat-Obatan
Dalam kasus yang lebih parah, dokter akan meresepkan obat-obatan seperti antasida atau penghambat asam lambung (proton pump inhibitors). Obat-obatan ini bertujuan untuk mengurangi produksi asam lambung sehingga gejala refluks berkurang. Namun, penggunaan obat-obatan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan di bawah pengawasan medis yang ketat.
Studi dari Journal of Pediatric Surgery (2016) menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan seperti PPI pada bayi dengan GERD yang parah terbukti efektif dalam mengurangi gejala, tetapi juga harus disertai dengan pemantauan ketat untuk menghindari efek samping jangka panjang. Selain itu, pengobatan farmakologis hanya disarankan untuk kasus-kasus GERD yang parah atau yang tidak merespon terhadap terapi non-farmakologis.
Penyesuaian Diet pada Bayi dan Ibu Menyusui
Untuk bayi yang menyusui dan mengalami GERD, penyesuaian diet ibu dapat membantu. Penelitian dari Clinical and Experimental Allergy (2016) gejala GERD pada bayi yang memiliki intoleransi terhadap protein susu sapi akan berkurang secara signifikan setelah ibunya menghindari produk susu dalam diet mereka. Beberapa bayi mungkin memiliki sensitivitas terhadap makanan tertentu yang dikonsumsi oleh ibu, seperti produk susu, kafein, atau makanan pedas. Oleh karena itu, menghindari makanan yang dapat memicu refluks pada bayi sangat penting.
GERD pada bayi adalah kondisi yang umum terjadi, tetapi dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan komplikasi jika tidak ditangani dengan baik. Penyebab utama GERD pada bayi meliputi belum matangnya sfingter esofagus, pola makan yang tidak teratur, alergi makanan, dan posisi tubuh setelah makan. Penanganan GERD biasanya dimulai dengan modifikasi pola makan, hingga penggunaan obat-obatan jika diperlukan. Dengan diagnosis yang tepat dan perawatan yang benar, kondisi ini akan membaik seiring pertumbuhan mereka.