Mengapa Kita Mudah Berbuat Jahat dan Membenci 'Orang Jelek', Ini Penjelasannya Menurut Sains
Artikel ini membahas alasan psikologis di balik perilaku jahat terhadap orang yang dianggap jelek, berdasarkan penelitian ilmiah.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mendengar ungkapan bahwa penampilan fisik bukanlah segalanya. Kita cenderung berpikir bahwa kita tidak menilai seseorang hanya berdasarkan wajah atau bentuk tubuhnya. Namun, kenyataannya, penilaian terhadap penampilan fisik masih sangat kuat dalam masyarakat kita. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: mengapa kita mudah berbuat jahat dan membenci orang yang dianggap jelek?
Dilansir dari IFL Science, menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Social Psychological and Personality Science, terdapat bias psikologis mendalam yang mengaitkan penilaian terhadap orang yang dianggap jelek dengan respons manusia yang telah terbangun selama ribuan tahun. Penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi kita terhadap orang yang dianggap tidak menarik sering kali didorong oleh insting yang berkaitan dengan penghindaran penyakit, bukan semata-mata karena penampilan fisik mereka.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai penyebab perilaku jahat terhadap orang yang dianggap jelek, serta bagaimana pemahaman ini bisa membantu kita mengatasi prasangka dan diskriminasi yang tidak berdasar. Mari kita lihat beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap fenomena ini.
Insting Menghindari Penyakit
Studi menunjukkan bahwa manusia memiliki sistem kekebalan perilaku yang bertujuan untuk melindungi kita dari penyakit. Ketika kita melihat seseorang yang dianggap jelek, reaksi emosional seperti jijik dapat muncul. Ini bukan berarti orang yang tidak menarik lebih mungkin memiliki penyakit, tetapi insting ini bekerja untuk melindungi kita dari potensi ancaman.
Seperti yang diungkapkan dalam penelitian, "reaksi jijik adalah respons emosional yang telah berevolusi untuk melindungi kita dari penyakit." Ketika kita melihat wajah atau tubuh yang dianggap tidak menarik, otak kita secara otomatis mengaitkan penampilan tersebut dengan kemungkinan adanya ancaman kesehatan, meskipun tidak ada bukti nyata yang mendukung hal tersebut.
Prasangka dan Diskriminasi
Menilai seseorang hanya berdasarkan penampilan fisik merupakan bentuk prasangka dan diskriminasi. Hal ini menunjukkan ketidakdewasaan emosional dan kurangnya empati. Banyak orang tidak menyadari bahwa perilaku jahat terhadap orang yang dianggap jelek dapat menyebabkan dampak negatif yang nyata bagi kehidupan mereka.
Orang yang dianggap tidak menarik sering kali mengalami stigma sosial yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk peluang pekerjaan, hubungan sosial, dan bahkan keadilan hukum. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang dianggap jelek lebih jarang mendapatkan pekerjaan, lebih mungkin dihukum berat oleh juri, dan kurang berpeluang untuk terpilih dalam pemilihan politik.
Kesepakatan Umum tentang Kecantikan dan Keburukan
Menariknya, ada konsensus yang cukup tinggi di antara orang-orang tentang apa yang dianggap jelek dan tidak. Meskipun penilaian ini bersifat subjektif, banyak orang tidak menyadari seberapa dalam bias ini mengakar dalam perilaku mereka. Penelitian ini membantu kita memahami stigma yang dialami oleh mereka yang memiliki perbedaan fisik dan bagaimana hal ini berkontribusi terhadap ketidakadilan sosial.
Dengan memahami bahwa reaksi kita terhadap orang yang dianggap tidak menarik terkait dengan penghindaran penyakit, kita bisa lebih sadar akan bias ini dan berusaha untuk tidak memperlakukan mereka seolah-olah mereka memiliki penyakit menular. Kesadaran ini dapat membantu kita mengurangi stigma dan memperlakukan orang lain dengan lebih adil.

Kesadaran Estetika dan Perlindungan Spesies
Studi lain menunjukkan bahwa orang cenderung kurang mau mendonasikan dana untuk perlindungan spesies hewan yang dianggap tidak menarik. Banyak hewan yang terancam punah, seperti beberapa jenis kelelawar atau lemur, sulit untuk mendapatkan perhatian dan dukungan publik karena penampilan mereka yang dianggap jelek.
Namun, ada upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang hewan-hewan yang tidak menarik ini, seperti Ugly Animal Preservation Society yang didirikan oleh seorang biolog dan komedian asal Inggris, Simon Watt. Penelitian ini dapat membantu organisasi-organisasi tersebut memahami mekanisme psikologis yang menjelaskan mengapa kita kurang tertarik untuk melindungi hewan yang dianggap tidak menarik.
Pentingnya Mengatasi Bias dan Membangun Empati
Dengan memahami bias yang ada, kita dapat mulai mengambil langkah untuk mengatasi prasangka terhadap orang yang dianggap jelek. Kesadaran akan bias ini adalah langkah pertama menuju perubahan. Kita perlu berusaha untuk melihat melampaui penampilan fisik dan menilai orang berdasarkan karakter, tindakan, dan kata-kata mereka.
Empati merupakan kunci untuk mengubah perilaku ini. Dengan belajar untuk memahami pengalaman orang lain dan bagaimana stigma dapat mempengaruhi kehidupan mereka, kita dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif dan adil. Ini bukan hanya tentang mengurangi perilaku jahat, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan di mana setiap individu dihargai tanpa memandang penampilan fisiknya.
Perilaku jahat terhadap orang yang dianggap jelek bukanlah fenomena baru, tetapi hasil dari berbagai faktor kompleks yang berkaitan dengan psikologi manusia. Dengan memahami mekanisme di balik perilaku ini, kita dapat berusaha untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, serta membangun masyarakat yang lebih empatik dan adil bagi semua orang.