Begini Cara WN Malaysia Kendalikan 8 Pekerja Pabrik Narkoba Terbesar di Malang
Bareskrim Polri mengungkap pabrik narkoba berkedok kantor EO di Malang. Pabrik ini dikendalikan warga negara Malaysia yang masih buron.

Bareskrim Polri mengungkap pabrik narkoba berkedok kantor EO di Malang. Pabrik ini dikendalikan warga negara Malaysia yang masih buron.

Begini Cara WN Malaysia Kendalikan 8 Pekerja Pabrik Narkoba Terbesar di Malang
Pabrik narkotika sintetis yang ditengarai terbesar dan tercanggih di Indonesia ini terletak di kawasan Jalan Bukit Barisan Kota Malang, Jawa Timur. Pabrik sekaligus laboratorium ini diduga bagian dari jaringan narkotika China-Indonesia.
Para pelaku memproduksi narkotika jenis tembakau gorila, ekstasi, dan xana. Fasilitas ilegal ini diduga sudah beroperasi kurang lebih 2 bulan.
Delapan pekerja berusia muda diamankan dari pabrik narkoba itu. Polisi masih memeriksa mereka, termasuk proses rekrutmennya.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Mukti Juharsa mengatakan,
WN Malaysia itu memandu para pekerja membuat narkoba hanya lewat video conference.
Dia diduga mengendalikan para pekerja melalu konferensi video itu, teremasuk soal tata cara memproduksi narkoba.

Kedelapan tersangka pun berbagi peran dalam proses produksi hingga distribusi narkoba itu.
Tersangka YC (23), warga Desa Karang Asih, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, diduga berperan sebagai peracik narkotika menjadi produk jadi.
Tersangka FP (21), FP, DA (24), AR (21), dan SS (28), warga Bekasi, bertugas membantu menyiapkan peralatan.
Sementara yang bertugas menjadi pengedar atau kurir narkotika adalah RR (23), IR (25), dan HA (21).
"(Produksi) Hanya 2 bulan jadi 1,2 ton sinte, 25 ribu butir inex dan 25 butir ribu sanax. (Dikirim ke) Pulau Jawa," sebut Mukti.
Polisi masih mendalami warga negara Malaysia yang menjadi otak dari produksi tembakau sintetis itu.
"Kita masih lakukan pemeriksaan," ujarnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 113 ayat (2) subsider Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati dan denda maksimal Rp10 miliar.