
Kisah Hidup Bangsawan Keraton Surakarta yang Menjadi Pelopor Batik Indonesia, Ini Sosoknya
Go Tik Swan tumbuh besar dalam lingkungan pembatik. Karya-karyanya dihargai oleh Keraton Surakarta.
Go Tik Swan tumbuh besar dalam lingkungan pembatik. Karya-karyanya dihargai oleh Keraton Surakarta.
Go Tik Swan merupakan seorang bangsawan Keraton Surakarta yang juga merupakan sastrawan atau budayawan Indonesia yang disegani pada masanya. Sebagai bangsawan keraton, ia dikenal dengan nama K.R.T Hardjonagoro.
(Foto: Surakarta.go.id)
Go Tik Swan lahir pada 11 Mei 1931. Ia merupakan anak pertama yang dilahirkan dari keluarga Tionghoa. Karena kedua orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mereka, Go Tik Swan kecil diasuh oleh kakeknya, Tjan Khay Sing, seorang pengusaha batik di Kota Solo.
Sejak kecil Go Tik Swan biasa bermain dengan para tukang cap dan karyawan kakeknya. Apalagi sebagai pengusaha batik, sang kakek memiliki karyawan yang konon jumlahnya mencapai 1.000 orang.
Saat itu Go Tik Swan juga senang mendengarkan kesenian tembang dan dongeng tentang Dewi Sri dan cerita tradisional Jawa. Dari para seniman itulah ia belajar mengenal macapat, pedalangan, gending, hanacaraka, dan tarian Jawa.
Tik Swan kemudian dikirim untuk menempuh pendidikan di Neutrale Europeesche Lagere School bersama warga keraton, anak-anak ningrat, dan anak-anak bangsawan Belanda. Kedua orang tua Tik Swan merupakan keturunan pemuka masyarakat Tionghoa. Ayahnya merupakan cucu letnan Tionghoa di Boyolali, sedangkan ibunya cucu letnan Tionghoa dari Kota Solo.
Pada saat kuliah, Tik Swan melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia (UI).
Saat tinggal di Jakarta, ia sering berkunjung ke rumah Prof. Poerbatjaraka dan berlatih menari di sana.
Dalam perayaan Dies Natalis Universitas Indonesia, ia beserta rombongan penari diundang menari di Istana Negara. Tariannya membuat Presiden Soekarno sangat terkesan.
Saat tahu Go Tik Swan berasal dari keluarga pengusaha batik, Soekarno memintanya untuk menciptakan “Batik Indonesia”. Ia tergugah lalu pulang ke kota kelahirannya untuk mendalami segala hal tentang batik, termasuk sejarah dan falsafahnya.
Kedekatannya dengan keluarga Keraton Surakarta memungkinkannya untuk belajar langsung membatik dari ibunda Susuhunan Pakubuwana XII.
Sang ibunda raja mengajarkannya pola-pola batik langka yang kemudian dikembangkan sendiri oleh Go Tik Swan tanpa menghilangkan ciri dan maknanya yang hakiki.
Pola yang sudah dikembangkan itu diberinya warna-warna baru yang cerah, bukan hanya cokelat, namun juga warna biru dan putih kekuningan. Pengembangan pola dan warna itulah yang kemudian dinamakan “Batik Indonesia”.
Sejak saat itu batik Go Tik Swan terkenal dan menjadi rebutan kaum wanita golongan atas. Bahkan Ibu Soed, penggubah lagu anak-anak pada masa itu, belajar langsung membatik dari Go Tik Swan.
Batik-batik karyanya menjadi koleksi museum-museum di Eropa, Amerika, dan Australia. Saat itu pula Go Tik Swan menjadi orang kepercayaan Presiden Soekarno dalam hal menyelenggarakan pameran batik di Istana Negara.
Setelah Soekarno meninggal, Go Tik Swan sempat kehilangan gairah merancang batik. Bahkan ia merasa tersisih dan merasa jerih payahnya tidak dihargai. Sebagai bentuk protes terkait nasib dan kondisinya, ia menciptakan Batik Kembang Bangah.
kata Go Tik Swan saat itu, mengutip Dgi.or.id.
Namun bagi Raja Keraton Surakarta, Susuhunan Pakubuwono XII, Go Tik Swan adalah orang yang berjasa besar bagi perkembangan budaya Jawa dan Keraton Surakarta. Ia kemudian menganugerahinya gelar bupati bahkan bupati sepuh. Sejak saat itu namanya dikenal sebagai Kajeng Raden Tumenggung (KRT) Harjonagoro.
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Batubara merupakan salah satu sektor yang mendatangkan keuntungan besar bagi pengusaha di indonesia.
Baca SelengkapnyaPembangunan lorong sempit itu tak lepas dari strategi perang zaman dulu.
Baca SelengkapnyaTak hanya di Indonesia, karya-karya Ki Anom Suroto juga terkenal di mancanegara.
Baca SelengkapnyaKawah Gunung Kerinci di perbatasan Jambi dan Sumatera Barat dikabarkan mengalami keretakan. Para pendaki kembali diingatkan untuk lebih berhati-hati.
Baca SelengkapnyaPotret kereta kencana pembawa replika bendera pusaka pada kirab kemerdekaan.
Baca SelengkapnyaAda sejak tahun 1782 Masehi, Kori Brajana Lor berusia sekitar 3 abad lebih.
Baca SelengkapnyaSantunan tersebut merupakan bukti hadirnya negara memberikan kepastian hak jaminan sosial kepada seluruh pekerja Indonesia.
Baca Selengkapnya