Fakta dan Perjuangan 18 Tahun Bu Sri Surhayati Melawan Penyakit: Istri Letnan Jendral Sayidiman Suryohadiprojo
Istri Sayidiman Suryohadiprojo, Ibu Sri Suharyati Djatioetomo, dengan kisah hidup menginspirasi dan cinta sejati melawan segala tantangan. Simak Detailnya
Sri Suharyati Sayidiman, istri dari seorang figur yang namanya mungkin kurang didengar media namun beliau lah salah satu sesepuh dan legenda dari TNI Angkatan Darat yang memiliki perjalanan hidup yang menarik.
Fakta dan Perjuangan 18 Tahun Bu Sri Surhayati Melawan Penyakit: Istri Letnan Jendral Sayidiman Suryohadiprojo Melawan Penyakit
Pada tahun 1976 menjadi tantangan yang berat bagi keluarga Sayidiman. Saat itu, ia mendapat tugas untuk belajar di Eropa, tetapi pulang ke rumah dengan kabar buruk. Istrinya, Sri Suharyati, mengidap penyakit yang jarang terjadi, yaitu Polycythemia Vera. Dari tahun 1976 hingga taun 1994, ia berjuang melawan penyakit ini yang membuatnya sulit berbicara dan setengah lumpuh. Peran Sayidiman sebagai gubernur tidak pernah menghalanginya untuk merawat dan mendukung istri tercintanya sepanjang perjuangan tersebut.
-
Apa penyakit Istri Jenderal Sayidiman? Sayidiman, suaminya, kemudian mengetahui bahwa penyakit ini dikenal sebagai Polycythemia Vera.
-
Siapa yang mendukung pengobatan istri Jenderal Sayidiman? Presiden Soeharto berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada keluarga Sayidiman, khususnya dalam hal upaya pengobatan Sri Suharyati. Ia berjanji bahwa pemerintah Indonesia akan membantu untuk memastikan bahwa Sri Suharyati dapat mendapatkan perawatan medis yang lebih baik di Jepang.
-
Bagaimana penyakit Istri Jenderal Sayidiman muncul? Sri Suharyati mengalami penyakit yang cukup langka dan aneh, yakni produksi berlebihan sel darah merah (hemoglobin) di tubuhnya. Akibat dari kondisi ini, sel darah merah yang berlebihan ini menggumpal di pusat syaraf. Akibatnya, tubuh sebelah kanan alami kelumpuhan dan kehilangan kemampuan berbicara.
-
Mengapa kesehatan istri Jenderal Sayidiman menurun? Menurut pengakuan Sayidiman, kondisi kesehatan istrinya disebabkan oleh dampak emosional akibat perlakuan tidak adil yang diterima oleh suaminya.
-
Bagaimana Putri Patricia melawan penyakitnya? Putri suka cerita tentang perjuangannya melawan tumor di medsosnya.
-
Siapa istri prajurit TNI ini? Bukan dengan wanita asli Papua, Ia berpacaran dengan wanita asal Pekanbaru, Riau.
Kisah Pernikahan Ibu Sri Surhayati dan Pak Sayidiman Suryohadiprojo
Sayidiman Suryohadiprojo menikah pada tanggal 6 Juli 1958 dengan Sri Suharyati Djatioetomo, Puteri Brigjen (Pol.) R. Djatioetomo. Dari pernikahan tersebut lahir 5 orang anak,berturut-turut yaitu: Adwin Haryanto pada Mei 1959 di Surabaya, Laksmi Andriyani pada Oktober 1960, Umi Riyanti pada Mei 1962, Adri Sarosa pada Oktober 1963, Diana Lestari pada Juli 1972 di Jakarta.
Ibu Sri nurhayati yang kala itu baru menikah sudah ditinggalkan sang suami karena bertugas di Bandung memimpin batalyon Sumedang - Malang.
Menemani Setiap Perjalanan Karir sang Suami
Kelahiran Anak Pertamanya
Sayidiman Suryohadiprojo kembali bertugas bersama batalyonnya selama sekitar 6 bulan. Saat itu, Sayidiman mendapat berita yang menggembirakan bahwa Sri Suharyati, dengan panggilan Tjiek, sedang mengandung anak pertamanya. Momen istimewa itu terjadi pada tanggal 28 Mei 1959, persis setelah kapal Sayidiman merapat ke pelabuhan Tanjung Priok.
Namun, Sayidiman tidak bisa langsung pulang karena memiliki banyak tanggung jawab dengan anggota batalyonnya, setelah itu sayidiman dapat mengambil waktu cutinya yang hanya 2 minggu.
Pada tahun 1960, Sayidiman memulai pendidikan perwira lanjutan kedua di Bandung dan mendapatkan tugas kepangkatan pertama. Lalu pada tanggal 15 Oktober 1960, kelahiran anak kedua mereka di Bandung terasa sangat tentram tutur sayidiman karena rumah dinas dan asrama berdekatan dan masih satu lingkup kota Bandung.
Ketika Sayidiman menjadi panglima di Makassar, keluarganya turut pindah ke sana. Setelah dua tahun menjabat sebagai panglima Hasanudin, Sayidiman kembali ke Jakarta pada pertengahan tahun 1970. Kebersamaan dan perjalanan pak sayidiman dan bu sri suharti sebagai keluarga terus menjadi bagian tak terpisahkan dalam kisah hidup Sayidiman Suryohadiprojo.
Awal Mula Sakit Tjiek
Masih pada tahun 1970, Sayidiman Suryohadiprojo menduduki posisi Ketua Gabungan-3 Hankam yang mengurusi bidang personalia di TNI. Pada suatu hari, ia menerima kunjungan dari Asisten Pribadi (Aspri) Presiden, yang juga menjabat sebagai Deputi III (Penggalangan) Bakin, yaitu Mayor Jenderal Ali Moertopo. Ali meminta Sayidiman untuk mempersiapkan perwira generasi muda yang akan mendukung proyek operasi khusus yang direncanakan. Meski demikian, Sayidiman hanya memberikan jawaban yang singkat, "Kita lihatlah nanti."
Ali Moertopo mengharapkan Sayidiman akan segera memenuhi permintaannya, namun Sayidiman menolak karena merasa bahwa tindakan Ali tidak sesuai dengan etika perwira TNI. Peristiwa Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974 menjadi puncak ketegangan.
Ali Moertopo menyalahkan Sayidiman atas kelompok perwira generasi muda yang terlibat dalam peristiwa tersebut, dan Sayidiman dicopot dari jabatannya oleh Soeharto. Sayidiman kemudian diasingkan ke Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) sebagai gubernur.
Sayidiman menerima situasinya dengan lapang dada, tetapi istrinya, Sri Suharyati, sangat terpukul. Kemunduran fisik yang dialami Sri Suharyati setelah peristiwa tersebut membuatnya merasa bahwa perlakuan terhadap suaminya tidak adil.
Perjuangan Tjiek Melawan Rasa Sakit
Pada tahun 1976, Sayidiman Suryohadiprojo menerima perintah untuk berangkat ke Eropa. Saat kembali ke rumah, ia dijemput oleh istrinya, Sri Suharyati yang mengungkapkan bahwa kondisinya tengah sakit
Pada tahun itu, mereka mengetahui bahwa Sri Suharyati menderita Polycythemia Vera, sebuah penyakit langka yang menyebabkan penumpukan sel darah merah yang berlebihan, pembekuan darah, kesulitan berbicara, dan lumpuh pada sebagian tubuh tjiek. “Selama 18 tahun dari tahun 1976 hingga 1994, tjiek melawan semuanya dengan penuh kekuatan dan keberanian” tutur Sayidiman .
Pada tahun 1993 adwin anak tertua mengakhiri studinya di itb, dan menikah.
Kemudian pada tahun berikutnya anak ketiganya, adri yang menikah dengan lily yang langsung berhadapan di depan jenazah ibunya, karena semasa hidup tjiek ingin masih menikahkan adri dengan lili (perempuan yang ditemui adri semasa kuliah) karena ini permintaan ibu sri maka andri dan lily menikah di hadapan jenazah ibunya adri yaitu bu sri dan pada itu sudah meninggal dunia.
Fakta Menarik Wasiat Tjiek Semasa Hidupnya.
Pada tahun 1994 selepas Ibu Sri meninggal pak sayidiman merasa sedih, tapi disatu sisi pak sayidiman merasa ikhlas karena selama 18 tahun tijek menderita sakitnya, pada saat tjiek meninggal pak sayidiman sedang tidak berada di jakarta dan tengah melaksanakan tugasnya di surabaya.
Pada 1 Juni 1994, Sri Suharyati meninggal dunia. Tidak lama setelah itu, Presiden Soeharto menganugerahkan Bintang Mahaputra Utama kepada Sayidiman. Barangkali untuk melipur lara Sayidiman yang kehilangan istri tercinta. Dua tahun kemudian, giliran Soeharto yang ditinggal mati oleh Ibu Tien pada 28 April 1996.
Apa Artip Paripurnawan?
Kata "para purnawirawan" merujuk kepada seseorang yang telah mencapai status purnawirawan dalam bidang tertentu. Status purnawirawan diberikan kepada individu yang telah pensiun dari tugas atau pekerjaan mereka, biasanya setelah memasuki masa pensiun usia. Dalam konteks militer, seorang pari purnawirawan adalah seorang mantan anggota militer yang telah mencapai usia pensiun dan tidak lagi aktif dalam tugas militer aktif.
Apa Arti Bintang Mahaputera?
Bintang Mahaputera adalah sebuah tanda kehormatan yang diberikan kepada individu sebagai pengakuan atas kontribusi luar biasa mereka kepada negara atau masyarakat. Tanda kehormatan ini adalah salah satu penghargaan tertinggi yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dan memiliki makna yang sangat penting.
Apa itu penyakit Polycythemia Vera?
Polycythemia Vera adalah penyakit darah kronis yang termasuk dalam kelompok penyakit mieloproliferatif. Penyakit ini ditandai oleh produksi berlebihan sel-sel darah merah dalam sumsum tulang, yang dapat menyebabkan kepadatan darah yang tinggi dan meningkatkan risiko pembekuan darah. Polycythemia Vera dapat mengenai berbagai kelompok usia, tetapi biasanya lebih sering muncul pada orang dewasa, terutama di atas usia 60 tahun.