Angka Kasus TBC Indonesia Tertinggi Kedua di Dunia, ini Gejala dan Penyebab yang Harus Diwaspadai
Berikut gejala dan penyebab penyakit TBC yang perlu diwaspadai.

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang bagian tubuh lainnya seperti ginjal, tulang, dan otak. Gejala TBC bervariasi tergantung stadium penyakit dan bagian tubuh yang terinfeksi.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara saat penderita TBC paru batuk, bersin, atau berbicara, menyebarkan bakteri ke udara. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan terus berupaya mengatasi masalah TBC, dan data terbaru menunjukkan angka kasus yang masih cukup tinggi.
Penting diingat, tidak semua yang terinfeksi bakteri TBC mengalami gejala. Beberapa hanya mengalami infeksi laten (tidak aktif) namun tetap dapat menularkan bakteri. Oleh karena itu, waspada terhadap gejala-gejala yang muncul, dan segera konsultasi ke dokter jika mengalami batuk lama.
Pengobatan TBC memerlukan waktu dan konsistensi dalam meminum obat sesuai resep dokter. Jangan pernah putus asa dan hentikan pengobatan sebelum tuntas, karena hal tersebut dapat menyebabkan resistensi obat dan memperparah penyakit.
Bagaimana gejala dan penyebab penyakit TBC yang perlu diwaspadai? Melansir dari berbagai sumber, Jumat (9/5), simak ulasan informasinya berikut ini.
Laporan Kasus TBC di Indonesia

Kementerian Kesehatan Indonesia secara rutin merilis data mengenai kasus TBC di Indonesia. Data tersebut menunjukkan jumlah kasus TBC yang masih cukup tinggi, meskipun terdapat upaya-upaya untuk menurunkan angka kejadian.
Berdasarkan data dari berbagai sumber, termasuk laporan Global TB Report, Indonesia konsisten menempati posisi kedua dunia dengan jumlah kasus TBC tertinggi setelah India. Angka kasus baru diperkirakan mencapai lebih dari satu juta per tahun, dengan angka kematian yang sangat mengkhawatirkan. Ini bukan sekadar angka, melainkan nyawa-nyawa yang hilang akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati.
Peningkatan angka kasus ini tidak sepenuhnya menunjukkan peningkatan jumlah penderita, tetapi juga peningkatan deteksi dan pelaporan. Artinya, sistem kesehatan kita semakin baik dalam mendeteksi kasus TBC, namun ini juga menunjukkan betapa besarnya masalah yang sebenarnya.
Sebelum pandemi COVID-19, angka kasus TBC di Indonesia relatif lebih rendah. Namun, setelah pandemi, angka tersebut meningkat signifikan, menunjukkan adanya dampak pandemi terhadap deteksi dan penanganan TBC.
Gejala TBC Lebih Lengkap
Gejala awal TBC sering kali tidak spesifik dan mirip penyakit pernapasan lainnya, sehingga sering terabaikan. Gejala ini meliputi batuk lebih dari 2-3 minggu (kering atau berdahak, bahkan berdahak darah), kelelahan berlebihan, demam ringan hingga sedang, berkeringat malam hari, penurunan berat badan signifikan, hilang nafsu makan, dan sesak napas.
Jika tidak segera ditangani, gejala akan semakin parah. Gejala lanjut meliputi nyeri dada saat bernapas atau batuk, batuk berdahak hijau kekuningan atau berdarah, kulit pucat (anemia), dan pegal-pegal serta sakit kepala. Pada anak-anak, pertumbuhan dan penambahan berat badan terhambat juga menjadi indikasi TBC.
Berikut rincian gejala TBC berdasarkan stadiumnya:
Gejala Awal:
- Batuk lebih dari 2-3 minggu
- Kelelahan
- Demam
- Berkeringat malam hari
- Penurunan berat badan
- Hilang nafsu makan
- Sesak napas
Gejala Lanjut:
- Nyeri dada
- Batuk berdahak (hijau kekuningan atau berdarah)
- Kulit pucat
- Pegal-pegal
- Sakit kepala
- Pada anak-anak, pertumbuhan dan penambahan berat badan terhambat
Perlu ditekankan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi bakteri TBC akan menunjukkan gejala. Beberapa orang mungkin hanya memiliki infeksi laten dan tidak menunjukkan gejala apapun, tetapi tetap dapat menularkan bakteri ke orang lain.
Penyebab TBC
TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang paru-paru sehingga sering disebut juga dengan flek paru-paru. Bukan hanya menyerang paru-paru saja, TBC juga dapat menyebar ke organ tubuh lain. Penularan terjadi melalui udara, saat penderita TBC paru batuk, bersin, atau berbicara, menyebarkan bakteri ke udara. Orang di sekitarnya dapat menghirup bakteri tersebut dan terinfeksi.
Meski begitu, penularan penyakit TBC tidak semudah penyebaran flu maupun batuk. Melansir dari Alodokter, proses penularan bakteri TBC memerlukan kontak yang cukup dekat dan lama dengan penderita. Contohnya seperti tinggal atau kerja bersama dan sering melakukan interaksi dalam kesehariannya.
Tidak hanya itu saja, Anda juga perlu memperhatikan faktor risiko seseorang bisa terkena TBC. Terdapat beberapa kelompok orang dinilai lebih mudah tertular penyakit TBC, di antaranya:
- Perokok aktif
- Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Misalnya bayi, anak-anak, lansia, penderita HIV/AIDS, penderita diabetes, kanker hingga penderita gagal ginjal stadium akhir
- Orang yang tengah menjalani pengobatan dan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Misalnya, kemoterapi
- Orang yang sedang mengonsumsi obat imunosupresan. Seperti penderita kanker, lupus, rheumatoid arthritis serta penyakit Crohn
- Orang dengan gaya hidup buruk. Contohnya, menyalahgunakan narkoba ataupun mengonsumsi alkohol
- Orang yang tinggal bersama penderita TBC
- Petugas medis yang merawat pasien TBC
- Orang yang tinggal atau bekerja di lingkungan berisiko tinggi. Seperti panti jompo ataupun tempat penampungan tunawisma
- Orang yang tinggal di pemukiman padat penduduk dan kumuh
Cara Mengatasi dan Mencegah TBC

Pengobatan TBC memerlukan waktu dan konsistensi. Penderita harus meminum obat sesuai resep dokter dan menyelesaikan pengobatan hingga tuntas. Jangan pernah menghentikan pengobatan sebelum waktunya, karena dapat menyebabkan resistensi obat dan memperparah penyakit. Pengobatan yang tepat dan tuntas sangat penting untuk mencegah penularan dan menyembuhkan penyakit.
Akan tetapi, Anda bisa mencegah untuk tidak terkena penyakit TBC. Terdapat beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena penyakit TBC. Berikut di antaranya:
- Vaksinasi BCG: Vaksin BCG diberikan pada bayi untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap bakteri TBC.
- Menjaga kebersihan lingkungan: Ventilasi yang baik di rumah dan tempat kerja dapat mengurangi risiko penularan.
- Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin: Hal ini mencegah penyebaran bakteri ke udara.
- Memperkuat daya tahan tubuh: Dengan pola hidup sehat, seperti makan bergizi, istirahat cukup, dan olahraga teratur.
- Deteksi dini: Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, terutama jika memiliki faktor risiko.
Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TBC dan menerapkan pencegahan yang tepat, kita dapat bersama-sama mengurangi angka kejadian TBC di Indonesia.
Upaya Pemerintah Menuju Deteksi 90%
Pemerintah Indonesia telah meningkatkan komitmennya dalam penanggulangan TBC melalui berbagai strategi. Salah satu target utama adalah mendeteksi 90% dari total kasus TBC pada tahun 2024. Ini merupakan target yang ambisius, namun sangat penting untuk menekan angka kejadian dan kematian akibat TBC.
Strategi yang dilakukan pemerintah meliputi perbaikan sistem deteksi dan pelaporan, peningkatan akses layanan kesehatan, dan kampanye pencegahan. Peningkatan kualitas layanan kesehatan dan akses terhadap pengobatan sangat penting dalam mencapai target tersebut.
Kolaborasi antar sektor, termasuk sektor kesehatan, pendidikan, dan sosial, juga sangat penting dalam upaya penanggulangan TBC.
Vaksinasi BCG: Benteng Pertahanan Pertama

Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guérin) merupakan salah satu upaya pencegahan TBC yang efektif. Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC.
Meskipun vaksinasi BCG tidak memberikan perlindungan 100%, vaksin ini tetap penting dalam mengurangi risiko terkena TBC dan mengurangi keparahan penyakit jika terinfeksi.
Peningkatan cakupan vaksinasi BCG sangat penting dalam upaya pencegahan TBC, terutama pada anak-anak yang rentan terhadap penyakit ini.