Pernah Menikah hingga Tujuh Kali, Kakek 90 Tahun Asal Boyolali Ini Ceritakan Pengalaman Hidupnya yang Unik
Walaupun sudah sering menikah, namun hanya satu istri yang bisa memberikan keturunan.

Walaupun sudah sering menikah, namun hanya satu istri yang bisa memberikan keturunan.
Foto: YouTube Jejak Tempo Doeloe

Pernah Menikah hingga Tujuh Kali, Kakek 90 Tahun Asal Boyolali Ini Ceritakan Pengalaman Hidupnya yang Unik
Everyone has untold stories. Setiap orang punya kisah hidupnya yang unik.
Makin tua usia seseorang, makin banyak kisah hidup yang didapatkan. Begitu pula dengan seorang kakek berusia 90 asal Boyolali ini.
Kakek itu tinggal di sebuah perkampungan kuno yang letaknya begitu terpencil, tepatnya di Dusun Kalikidang, Kelurahan Repaking, Kecamatan Wonosamudro, Boyolali.
Pria tua itu bernama Mbah Abdul Bahri. Sudah sejak lama ia tinggal di sana.

“Dulu waktu saya kecil ada danau kecil di sini,” kata Mbah Abdul Bahri.
Selama hidupnya, Mbah Abdul Bahri sudah pernah menikah tujuh kali. Walaupun sudah sebanyak itu menikah, namun hanya satu istri yang bisa memberikan keturunan.
“Anak saya dari istri yang terakhir. Setiap dua tahun, istri-istri saya minta cerai. Karena tidak dikaruniai anak,” kata Mbah Abdul Bahri seperti dikutip dari kanal YouTube Jejak Tempo Doeloe.
Mbah Abdul Bahri sempat kesal dengan istri-istrinya terdahulu yang menceraikannya. Lebih kesalnya lagi para mantan istrinya langsung dikaruniai anak begitu mendapatkan suami baru.
“Saya sempat putus asa. Bahkan saya sampai berobat ke Kudus sana. Saya itu punya istri berkali-kali tapi kok nggak punya anak,” ujarnya seperti dikutip dari kanal YouTube Jejak Tempo Doeloe.
Sekarang Mbah Abdul Bahri sudah punya tujuh anak. Ia mengatakan, kelahiran anak terakhir itu bahkan sempat membuat ibunya hampir kehilangan nyawa.
“Bukan cesar, tapi cukup lama nggak keluar-keluar,” kata anak ketujuh Mbah Abdul Bahri yang mendampingi ayahnya saat ditemui Jejak Tempo Doeloe.
Mbah Abdul Bahri mengatakan, pada zaman dahulu, banyak warga yang berhaluan pada PKI. Ia menyebut beberapa nama di antaranya adalah Sastro Sajad dan Sastro Slamet sebagai tokoh PKI sekitar tahun 1958.
“Rencana mereka mau membakar masjid. Tapi terus tertangkap di Karanggede Ndanglegi. Begitu mereka tertangkap, kondisi di sini berangsur aman,” kata Mbah Abdul Bahri.
Mbah Abdul Bahri mengatakan, dibandingkan zaman dulu, ia merasakan kondisinya secara ekonomi lebih bagus di zaman sekarang.
Ia bercerita, dulu petani yang belum bayar pajak harus sampai dikejar-kejar. Pada zaman sekarang, pendekatan untuk menagih pajak cenderung lebih halus.
“Dulu sampai diancam. Kalau nggak bayar pajak, rumahmu akan dijual,” kata Mbah Abdul Bahri.