Intip Pembuatan Gula Kelapa di Borobudur yang Unik, Pakai Cara Tradisional
Di perkampungan sekitar Borobudur ada wisata gastronomi pembuatan gula kelapa yang masih tradisional.
Di perkampungan sekitar Borobudur ada wisata gastronomi pembuatan gula kelapa yang masih tradisional.
Walaupun menggunakan nama Gubuk Kopi, namun bukan komoditas itu yang diandalkan. Tetapi proses pembuatan gula kelapa yang konon sudah ada sejak dulu.
Sang owner, Agus Prayetno mengaku jika dirinya ingin mengenalkan potensi desanya yang dikenal sebagai daerah penghasil gula kelapa turun temurun.
“Walau namanya kopi, tapi yang kami kenalkan itu olahan atau potensi Desa Karangrejo, yakni mengolah gula Jawa dari nira kelapa,” kata Agus, dikutip dari kanal YouTube Capcapung, Jumat (23/6)
Agus mengatakan jika air nira yang digunakan untuk gula kelapa harus benar-benar segar. Menurutnya, untuk menghasilkan gula kelapa yang baik dan bagus, proses pengambilan harus dilakukan mulai pukul 07.00 WIB, pagi.
Di jam itu, para pencari nira harus segera naik ke pohon kelapa agar mendapatkan nira yang segar. Caranya dengan menaruh tempat penampungan sampai penuh.
“Cara pembuatannya sendiri, warga mulai menaruh tempat untuk nira di atas pohon kelapa itu jam 07.00 WIB pagi, terus dibiarkan sampai sore, ” katanya.
Para petani nira kelapa di Karangrejo biasanya hanya menggunakan dua alat untuk menyadapnya, yang pertama arit dan bumbung bambu. Arit digunakan untuk menyayat bagian pohon atau batang yang berpotensi mengeluarkan nira, sedangkan bumbung bambu dijadikan wadah untuk menampung niranya. Setelahnya nira dibawa ke pawon untuk diproses. “Ini proses memasaknya bertahap, 2 jam pertama apinya harus kecil, kemudian setelah coklat dipindah lagi dengan api sedang, kemudian diaduk sampai menjadi karamel,” katanya.
Proses karamelisasi bisa memakan waktu total 3 jam. Selama itu, pembuat harus menjaganya agar adonan mengeras merata dan tidak menggumpal.
Setelah dirasa cukup, adonan bisa dimasukkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat dari batok kelapa. Kemudian didiamkan hingga mengeras, sampai bisa dicicipi.
“Setelah dinginkan 20 menit, finish, nah baru bisa kita nikmati untuk teman ngeteh atau teman ngopi,” terang Agus.
Di Gubuk Kopi, Agus biasanya akan mengajak wisatawan menikmati gula kelapanya dengan cara yang unik. Dia tidak mencampurkannya ke dalam segelas kopi atau teh, melainkan memotong dadu dan digigit setelah menyeruput teh atau kopi pahit.
Gula kelapa buatannya memiliki karakter warna coklat kekuningan cerah, dan tekstur yang tidak terlalu keras. Ini sangat nikmat disandingkan dengan minuman hangat, sembari menikmati suasana asri di sekitar warung.
“Gula yang disebut warga sini gula batok ini lebih sehat, karena kandungan glikemiknya rendah, sehingga bisa untuk penderita diabetes, ” kata Agus lagi.
Selain digunakan sebagai pemanis alami, gula kelapa ini awalnya sebagai jamu. Sebelum ke sawah, warga akan menggigit gula untuk sumber tenaga alami. Ini akan membantu saat mencangkul dan memanen. “Sebetulnya ini untuk menambah energi, jadi kita nyangkulnya kuat, panennya maksimal, ” lanjut Agus.
Misi Agus mendirikan Gubuk Kopi adalah mengenalkan potensi gula Jawa yang sehat dan alami. Dia ingin pekerjaan yang dijalankan keluarganya turun temurun bisa terus bertahan.
Ini juga yang ditangkap Agus untuk memaksimalkan potensi wisata kebudayaan di desanya, yang penuh dengan pohon kelapa.
“Kan anak muda sekarang mulai jarang yang tertarik ke sini, jadi wisatawan yang datang kita kenalkan proses, kita coba kasih pemahaman tentang gula kelapa, gula aren dan lontar, tapi yang diunggulkan gula kelapa sesuai banyaknya petani di sini,” katanya.
Wisata ini disebut Agus dijalankan bersama dengan warga dan petani gula nira kelapa di Desa Karangrejo. Dia juga menjual varian lain dari gula kelapa, seperti gula bubuk, dan lain-lain.
Dia ingin menggali keunggulan daerahnya, sehingga bisa dikenal banyak orang dan dijadikan pembelajaran bagi daerah lain.
“Kita harus menggali dulu, bareng dengan warga sekitar itu pasti ada. Jadi dikonsep bareng dengan warga, ini akan meningkatkan perekonomian dan membantu masyarakat, ” katanya.
Untuk gula nira kelapa, Agus jual Rp30.000 per kilogramnya di pasar-pasar sekitar Kabupaten Magelang.
Gulat tradisional ini jadi kesenian unik di Ujungberung, Bandung
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Suku Osing yang unik di Desa Kemiran, Glagah, Banyuwangi
Baca SelengkapnyaMelihat tradisi unik kebo-keboan yang ada di Banyuwangi, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaSuasana guyub rukun terasa saat masyarakat Bonokeling merayakan perlon besar.
Baca SelengkapnyaPanitia menyiapkan 9 ton nasi, 14 ekor kerbau, dan 80 ekor kambing untuk tradisi Buka Luwur.
Baca SelengkapnyaKriya khas Palembang ini menjadi hiasan cantik di peralatan makan dan barang lainnya.
Baca SelengkapnyaIndonesia tumbuh dengan ragam budaya. Setiap budaya memiliki kekhasannya tersendiri. Salah satu ciri khas dari ragam budaya ini adalah kain tradisional.
Baca SelengkapnyaBagi Anda yang ingin menikmati kelezatan olahan singkong mulai dari tradisional hingga kekinian, dapat membuatnya sendiri di rumah.
Baca SelengkapnyaTradisi Petik Laut di Probolinggo berlangsung meriah. Ribuan orang hadir menyaksikan.
Baca Selengkapnya