Apakah Gaji dari PNS yang Diperoleh Melalui Suap Selamanya haram? Simak Penjelasan Buya Yahya
Seorang jemaah Al Bahjah yang berasal dari Majalengka, Jawa Barat, mengajukan pertanyaan kepada KH Yahya Zainul Ma'arif, atau yang akrab disapa Buya Yahya.
Praktik suap menyuap adalah budaya negatif yang dilarang oleh syariat. Sayangnya, tindakan menyogok masih marak terjadi di Indonesia, terutama dalam upaya memperoleh pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi.
Seorang jemaah Al Bahjah dari Majalengka, Jawa Barat, mengajukan pertanyaan mengenai praktik suap kepada KH Yahya Zainul Ma'arif, yang lebih dikenal dengan sebutan Buya Yahya.
-
Bagaimana cara PPS mendapatkan gaji? Gaji PPS Pilkada 2024 menurut keputusan tersebut, maka ketua PPS akan menerima gaji sebesar Rp 1.500.000 per orang. Sedangkan anggota PPS akan mendapatkan gaji sebesar Rp 1.300.000 per orang, serta sekretaris PPS akan mendapatkan gaji sebesar Rp 1.150.000 per orang.
-
Apa itu zakat penghasilan? Zakat Penghasilan adalah zakat yang dikeluarkan dari pendapatan rutin seseorang yang berasal dari pekerjaan atau aktivitas ekonomi lainnya.
-
Siapa yang menerima suap? Gratifikasi yang diterima Iswaran dalam rangka penyelenggaraan Grand Prix Formula 1 di Singapura.
-
Apa saja yang termasuk dalam zakat profesi? Zakat penghasilan atau zakat profesi (al-mal al-mustafad) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu.
-
Mengapa zakat profesi wajib dikeluarkan? Zakat profesi wajib hukumnya dengan ketentuan nisab setara 85 gram emas 24 karat dengan kadar 2,5%.
-
Siapa yang menetapkan gaji PPS? Gaji PPS Pilkada 2024 menurut keputusan tersebut, maka ketua PPS akan menerima gaji sebesar Rp 1.500.000 per orang.
Jemaah tersebut secara khusus menanyakan tentang hukum menerima gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diperoleh melalui sogokan. Apakah gaji tersebut dianggap haram? Buya Yahya menjelaskan bahwa menyogok untuk masuk ke dalam PNS berarti memberikan sejumlah uang agar dapat lolos dalam proses rekrutmen di instansi pemerintah.
Buya Yahya menegaskan bahwa praktik tersebut adalah kesalahan dan merupakan dosa. Menurutnya, dosa tersebut hanya ada pada saat proses menyogok dilakukan. Buya Yahya juga menjelaskan bahwa terdapat dua jenis praktik suap yang memiliki hukum yang berbeda.
Pertama adalah tindakan murni menyuap. Jika seseorang yang tidak memenuhi syarat untuk menduduki suatu posisi tetap membayar agar bisa mendapatkan posisi tersebut, maka hal itu dianggap haram baik bagi pihak yang menyogok maupun bagi pihak yang menerima sogokan tersebut.
Pandangan Buya Yahya
Dalam pandangan Buya Yahya, terdapat dua model dalam proses seleksi PNS. "Yang kedua. (Misalnya) saya punya ijazah, saya layak jadi PNS, cuma seleksi PNS itu ruwet. Kalau gak nyogok saya gak bisa lolos. Kalau saya gak bayar saya gak lolos. Saya sebenarnya berhak, nilai saya terbagus kok, prestasi bagus, kalau saya memegang jabatan itu layak. Karena layak, maka dia tidak disebut nyogok. Dia bayar untuk bisa mengambil posisi tersebut, dia tidak disebut nyogok," tutur Buya Yahya, dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Rabu (27/11/2024).
Buya Yahya menjelaskan bahwa model yang kedua ini tidak bisa disebut sebagai tindakan suap dan tidak dianggap haram secara langsung. Namun, individu tersebut tetap terjebak dalam praktik yang tidak baik, yaitu membudayakan tindakan suap.
"Gara-gara dia nyogok kan semuanya jadi nyogok. Maka, itu memang wilayah setan kalau sudah sogok menyogok," ujar Buya Yahya. Dengan demikian, meskipun secara teknis tidak dianggap menyuap, tindakan tersebut tetap berdampak negatif pada praktik kejujuran di masyarakat.
Jabatan
Apabila seseorang memperoleh jabatan atau pekerjaan melalui tindakan suap, pertanyaannya adalah apakah gaji yang diterimanya halal? Menurut Buya Yahya, "Gaji Anda halal. Dosanya waktu nyogok saja. Anda waktu nyogok dosa. Istighfar yang banyak, taubat jangan nyogok lagi. Halal gaji Anda, asalkan Anda kerjanya benar. Ini judulnya sudah beda. Waktu masuknya salah tapi di dalam (kerja) harus serius agar gajinya halal." Hal ini menunjukkan bahwa meskipun cara mendapatkan pekerjaan tersebut salah, selama individu tersebut menjalankan tugasnya dengan baik, gaji yang diterima tetap dianggap halal. Namun, Buya Yahya juga menekankan bahwa karena cara masuknya melibatkan suap, individu tersebut cenderung akan meneruskan praktik tersebut dalam pekerjaannya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menjelaskan, "Dan karena Anda waktu naiknya jadi penyogok, (biasanya) waktu Anda duduk di tempat tersebut ya pengen disogok sama orang. Akhirnya balas-balasan. Maka, itu memang wilayah setan kalau sudah sogok menyogok." Hal ini menunjukkan bahwa pola pikir dan perilaku yang dibangun dari praktik suap dapat mengarah pada siklus yang tidak baik, di mana praktik menyuap menjadi hal yang biasa.
Oleh karena itu, meskipun gaji mungkin halal jika pekerjaan dilakukan dengan benar, cara memperoleh jabatan yang tidak etis dapat mengakibatkan konsekuensi moral dan spiritual yang serius. Wallahu a'lam.