Benarkah Konsumsi Suplemen Vitamin B12 Bisa Merusak Ginjal? Ketahui Mitos dan Faktanya
Fakta dan mitos tentang dampak vitamin B12 terhadap ginjal, serta risiko konsumsi berlebihan tanpa pengawasan medis, terutama bagi penderita penyakit ginjal.

Vitamin B12 sering dipuja sebagai "nutrisi ajaib" penambah energi, peningkat fungsi otak, serta pendukung kesehatan secara keseluruhan. Tak heran, vitamin ini kini hadir dalam berbagai bentuk: tablet multivitamin, suntikan di klinik kecantikan, hingga anjuran konsumsi rutin dari berbagai sumber kesehatan populer.
Namun, di balik gemerlap reputasinya yang menjanjikan, muncul sebuah pertanyaan yang jarang dibahas namun krusial: Apakah konsumsi vitamin B12 secara berlebihan dapat merusak ginjal? Di tengah maraknya kebiasaan mengonsumsi suplemen harian, terutama pasca pandemi, pertanyaan ini menjadi semakin relevan.
Dilansir dari timesofindia.indiatimes, ginjal adalah organ vital yang bekerja tanpa henti untuk menyaring racun dan limbah dari darah. Maka, menjaga keseimbangan zat yang masuk ke dalam tubuh menjadi sangat penting. Sebelum Anda memasukkan B12 ke dalam rutinitas suplemen harian, mari simak lebih dalam fakta dan mitos di balik hubungan antara vitamin B12 dan kesehatan ginjal.
Mengupas Kaitan antara Vitamin B12 dan Kesehatan Ginjal
Sebuah studi dari Kanada yang dipublikasikan dalam Journal of the American Medical Association (JAMA) memberikan hasil yang mengejutkan. Penelitian ini melibatkan pasien dengan penyakit ginjal akibat diabetes yang diberi dosis tinggi vitamin B12 dan B6. Hasilnya, fungsi ginjal mereka justru menurun lebih cepat dibanding kelompok yang menerima plasebo.
Temuan ini tentu menimbulkan kekhawatiran. Bukan berarti vitamin B12 berbahaya bagi semua orang, namun menunjukkan bahwa kondisi kesehatan tertentu, khususnya penyakit ginjal, dapat mengubah cara tubuh merespons B12. Sebab, meskipun vitamin ini bersifat larut air dan umumnya dibuang melalui urin, ginjal yang sudah melemah tidak mampu melakukan proses tersebut dengan efisien.
Dengan kata lain, yang membuat B12 berisiko bukanlah vitaminnya sendiri, melainkan kondisi tubuh yang menerima.
Suplemen dengan Dosis Tinggi: Perlu atau Justru Berlebihan?

Kebanyakan suplemen vitamin B12 yang dijual di pasaran mengandung dosis yang sangat tinggi, mulai dari 500 mikrogram hingga 1000 mikrogram per tablet. Padahal, kebutuhan harian manusia dewasa berdasarkan pedoman dari National Institutes of Health (NIH) hanya sekitar 2,4 mikrogram per hari. Perbandingan ini menunjukkan kesenjangan yang sangat besar.
Saat tubuh menerima lebih banyak vitamin daripada yang dibutuhkan, sistem ekskresi akan mencoba mengeluarkannya. Namun pada penderita gangguan fungsi ginjal, proses ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya, vitamin B12 dapat tertimbun dalam darah, menciptakan risiko kesehatan baru yang selama ini mungkin tak terpikirkan.
Pelajarannya jelas: yang terpenting bukan apa yang tertulis di label botol, melainkan apa yang ditunjukkan oleh hasil tes darah. Melakukan pemeriksaan kadar vitamin B12 dalam darah sebelum mengonsumsi suplemen jangka panjang sangat disarankan untuk menghindari kelebihan dosis yang tidak perlu.
Suntikan Vitamin B12 Bukan Sekadar Tren: Hati-Hati Menggunakannya Tanpa Resep
Tren suntik vitamin B12 kini semakin marak, terutama di kalangan yang ingin mengatasi kelelahan, menurunkan berat badan, atau bahkan mencerahkan kulit. Suntikan ini sering kali diberikan dalam dosis tinggi dan langsung masuk ke dalam aliran darah, melewati sistem pencernaan.
Namun, di balik kemudahan dan hasil instan yang dijanjikan, tersimpan risiko yang kerap diabaikan: jika ginjal sedang berada dalam kondisi tertekan misalnya akibat usia lanjut, diabetes, atau hipertensi. Beban dari suntikan B12 dosis tinggi bisa terlalu berat untuk ditangani.
Dokter biasanya hanya meresepkan suntikan B12 untuk kasus defisiensi yang terbukti secara klinis, seperti anemia pernisiosa atau gangguan penyerapan makanan. Jika tidak ada alasan medis yang jelas, penggunaan suntikan B12 justru berubah menjadi eksperimen kesehatan yang berisiko.
Kebutuhan Tubuh Tidak Sama untuk Semua Orang

Faktor usia memegang peran besar dalam kebutuhan dan penyerapan vitamin B12. Setelah usia 50 tahun, kemampuan tubuh dalam menyerap B12 dari makanan secara alami akan menurun. Di saat yang sama, fungsi ginjal pun mulai melambat, meski tanpa adanya penyakit tertentu.
Artinya, lansia mungkin memang membutuhkan suplemen B12, namun bentuk dan dosisnya harus dipilih secara hati-hati. Mengonsumsi pil vitamin secara sembarangan setiap hari bukanlah pilihan bijak. Alternatif seperti tablet sublingual berdosis rendah atau makanan yang diperkaya B12 bisa menjadi opsi yang lebih aman.
Sayangnya, banyak keluarga atau pengasuh yang melewatkan nuansa ini, berpikir bahwa “semakin banyak semakin baik”. Padahal, untuk tubuh lansia yang lebih rentan, keseimbangan lebih penting daripada kuantitas.
Interaksi dengan Obat dan Penyakit Tertentu: Kombinasi yang Harus Diwaspadai
Beberapa kondisi medis dan obat-obatan juga memengaruhi cara tubuh menyerap dan memproses vitamin B12. Contohnya, penggunaan metformin obat yang umum digunakan penderita diabetes dapat menurunkan kadar vitamin B12 dalam tubuh. Hal ini kerap mendorong seseorang untuk mengonsumsi lebih banyak B12 tanpa mempertimbangkan interaksi obat lainnya.
Belum lagi jika orang tersebut juga rutin mengonsumsi antasida. Obat penetral asam lambung ini ternyata bisa menghambat penyerapan B12 dari makanan, karena asam lambung sangat diperlukan untuk melepaskan B12 dari protein makanan.
Bayangkan seseorang dengan diabetes, rutin minum metformin dan antasida, lalu menambahkan pil B12 setiap hari tanpa konsultasi dokter. Kombinasi semacam ini bisa mengganggu keseimbangan tubuh secara tidak sengaja.
Kombinasi Vitamin Tak Selalu Aman
Mengonsumsi vitamin memang bermanfaat, tetapi tidak berarti semua jenis vitamin aman bila dikombinasikan secara sembarangan. Salah satu contohnya adalah vitamin B12 yang bila dikonsumsi bersamaan dengan vitamin C dosis tinggi dapat mengalami gangguan dalam proses penyerapannya. Sayangnya, hal ini sering diabaikan karena banyak orang beranggapan bahwa semua vitamin bisa dicampur tanpa risiko.
Padahal, bahkan vitamin yang dikenal aman tetap bisa berdampak negatif jika dikombinasikan dengan zat lain dalam jumlah berlebihan. Prinsipnya sederhana: lebih tidak selalu berarti lebih baik. Maka dari itu, penting untuk memahami interaksi antarvitamin dan mengonsumsinya sesuai anjuran. Konsultasi dengan tenaga medis tetap menjadi langkah bijak sebelum menambahkan suplemen baru dalam rutinitas harian.
Jangan Sembarangan Menentukan Kebutuhan Tubuh

Satu hal yang perlu diingat, tubuh manusia adalah sistem yang kompleks. Kebutuhan nutrisi setiap individu sangat dipengaruhi oleh usia, gaya hidup, riwayat penyakit, serta pola makan. Oleh karena itu, mengandalkan informasi dari media sosial atau promosi produk untuk menentukan asupan suplemen adalah keputusan yang berisiko.
Konsultasikanlah kebutuhan vitamin B12 dengan tenaga medis, terutama jika Anda memiliki:
- Riwayat penyakit ginjal
- Diabetes dan sedang menggunakan metformin
- Usia di atas 50 tahun
- Kebiasaan mengonsumsi antasida
- Diet vegetarian atau vegan ketat
Khusus bagi vegetarian atau vegan, defisiensi vitamin B12 memang lebih berisiko terjadi karena sumber utama B12 berasal dari produk hewani. Namun, penambahan suplemen tetap harus mempertimbangkan kadar B12 dalam darah dan kondisi ginjal.
Vitamin B12 memiliki banyak manfaat dan tetap menjadi bagian penting dari sistem metabolisme tubuh. Namun, penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan individu, bukan hanya berdasarkan tren atau klaim kesehatan semata.
Perlu diingat, bahkan sesuatu yang baik sekalipun, jika dikonsumsi secara berlebihan atau tanpa pertimbangan kondisi tubuh, dapat berubah menjadi beban. Ginjal kita, meski tak terlihat, bekerja keras setiap detik demi menjaga keseimbangan tubuh. Jangan biarkan keputusan yang keliru mempercepat keausannya.
Sebelum Anda menelan pil B12 berikutnya, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah saya benar-benar membutuhkannya? Atau hanya ikut-ikutan tren?”
Karena dalam urusan kesehatan, lebih bukan selalu berarti lebih baik. Kadang, yang dibutuhkan hanyalah keseimbangan dan kesadaran untuk menjaganya.