Tangani Kasus Mbah Tupon Korban Mafia Tanah, Polda DIY Periksa Tiga Orang
Kejanggalan terjadi pada Maret 2024, ketika seorang petugas bank datang dan menunjukkan fotokopi sertifikat tanah.

Tupon Hadi Suwarno, yang akrab disapa Mbah Tupon, seorang warga Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY, diduga menjadi korban praktik mafia tanah. Mbah Tupon kini terancam kehilangan tanah seluas 1.655 meter persegi beserta bangunan rumah yang ada di atasnya.
Kasus ini telah resmi dilaporkan ke Polda DIY pada pertengahan April 2025 dan sedang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda DIY.
Kombes Idham Mahdi, Dirreskrimum Polda DIY menyatakan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi terkait dugaan penipuan dan penggelapan tanah milik Mbah Tupon.
“Sudah diinterogasi saksi dari pihak pelapor. Sudah ada 3 orang yang diperiksa,” ujar Idham saat dihubungi wartawan, Senin (28/4).
Idham menambahkan, penyelidikan kasus ini masih berlangsung. “Kasus dilaporkan pada 14 April 2025 dan saat ini masih dalam proses penyelidikan,” katanya.
Kronologi Kasus
Heri Setiawan (31), putra pertama Mbah Tupon mengungkapkan, masalah ini bermula pada tahun 2020, ketika Mbah Tupon menjual sebagian tanahnya kepada seorang yang berinisial BR seluas 298 meter persegi. Tanah tersebut dijual dengan harga Rp 1 juta per meter persegi. Mbah Tupon memiliki total tanah seluas 2.100 meter persegi.
“Saat itu, bapak juga menyumbangkan sebagian tanahnya untuk gudang RT seluas 54 meter persegi dan akses jalan seluas 90 meter persegi,” kata Heri, Minggu (27/4).
Setelah penjualan, proses pecah sertifikat tanah tersebut selesai, namun ternyata ada kekurangan pembayaran sebesar Rp 35 juta dari BR. Pada tahun 2021, BR menawarkan untuk melunasi kekurangan pembayaran itu dengan cara membiayai pemecahan sertifikat tanah Mbah Tupon yang tersisa 1.665 meter persegi. Tanah itu rencananya akan dipecah menjadi empat sertifikat, atas nama Mbah Tupon dan tiga anaknya.
Namun, keluarga Mbah Tupon baru mengetahui ada kejanggalan pada Maret 2024, ketika seorang petugas bank datang dan menunjukkan fotokopi sertifikat tanah tersebut yang sudah beralih nama menjadi milik IF.
“Sertifikat tanah itu dipakai untuk jaminan pinjaman bank sebesar Rp 1,5 miliar, tetapi IF belum membayar cicilan pinjaman tersebut,” ungkap Heri.
Buat Laporan ke Polisi
Setelah mengetahui sertifikatnya dibalik nama, Heri dan keluarga mengunjungi BR untuk menanyakan masalah tersebut. BR mengklaim, notaris yang terlibatlah yang bersalah dan berjanji akan melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
Heri menjelaskan, selama proses pemecahan sertifikat, Mbah Tupon beberapa kali menanyakan perkembangan kepada BR, namun BR selalu memberi jawaban prosesnya masih berjalan. Heri juga menambahkan, Mbah Tupon diminta menandatangani beberapa berkas tanpa mengetahui isi berkas tersebut, karena beliau tidak bisa membaca atau menulis.
“Saya tidak tahu kalau bapak diajak oleh TR (orang kepercayaan BR) untuk menandatangani berkas,” jelas Heri.
Setelah kejadian ini, Heri melaporkan dugaan mafia tanah ini ke Polda DIY, dengan melibatkan lima orang yang dilaporkan, termasuk BR, TR, IF, serta dua notaris, yakni TRY dan AR.