Laskar Perempuan Pengokang Senjata dan Sapta Srikandi
Sejumlah catatan mengungkapkan, saat penyerbuan Belanda, Seksi Wanita turut Wingate Action ke daerah pendudukan Belanda.
Sesuai namanya laskar tersebut beranggota tujuh orang perempuan tangguh, bak tokoh wayang Srikandi.
Laskar Perempuan Pengokang Senjata dan Sapta Srikandi
Seorang laskar perempuan mengokang senjata laras panjang. Kendati mengenakan jarit, kebaya dan rambut digelung, perempuan tersebut berpose sangar di antara tujuh pria pejuang.
Foto dokumenter hitam putih tersebut memberi gambaran dan bukti kehadiran perempuan di medan perang dalam berjuang, khususnya mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945-1948. Kala itu para gerilyawan pejuang memang berbasis di Turen, sementara markas Seksi Wanita berada di Sumber Pucung, Malang Selatan. Perempuan pengokang senjata dalam foto tersebut dimungkinkan satu dari Sapta Srikandi yakni sebutan bagi kesatuan laskar pejuang perempuan di Malang Raya. Sesuai namanya laskar tersebut beranggota tujuh orang perempuan tangguh, bak tokoh wayang Srikandi.
Mereka terdiri dari Soeprapti (Ketua), Ninik Suratmi, Petty Soepatmi Kadarisman, Soekesi, Tutuk Rukamah, Nurul Komariah Soetowidjojo dan Marhati. Konon sebutan laskar perempuan pejuang Sapta Srikandi kala itu tidak hanya populer di Malang Raya, tetapi hingga daerah lain.
Dwi Cahyono, sejarawan Universitas Malang (UM) mengaku belum dapat mengidentifikasi atau memastikan terkait foto perempuan pengokang senjata tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan perempuan tersebut adalah salah seorang dari para Srikandi tersebut. "Namun dari selembar foto dokumenter itu telah cukup jelas, memberi kejelasan mengenai kontribusi kemiliteran dari wanita dalam momentum historis Perjuangan Pertahankan Kemerdekaan," kata Dwi Cahyono dalam tulisannya.
Dwi Cahyono menambahkan, sejarah kejuangan lokal seperti laskar perempuan Sapta Srikandi di Malang Raya, perlu ditelisik lebih mendalam dan detail. Karena sejarahnya memiliki arti penting untuk mengisi detail sejarah nasional era awal kemerdekaan, utamanya tentang konsep dan strategi Perjuangan Rakyat Semesta. "Perjuangan Rakyat Semesta itu kan berbagai pihak turut berperan dan mengkontribusikan fungsi dirinya sesuai kapabilitasnya, tak terkecuali para wanita," ungkapnya.
Sejumlah catatan mengungkapkan, saat penyerbuan Belanda, Seksi Wanita turut Wingate Action ke daerah pendudukan Belanda. Sebagian personel Seksi Wanita juga berkedudukan di Kotapraja Malang, seperti Ketawang Gede, Dinoyo dan Pusat Malang. Salah seorang di antara anggota Sapta Srikandi adalah Soeprapti atau Bu Prapti. Soeprapti sendiri sebelum meletus Perang Kemerdekaan pernah menjadi Kepala Sekolah Kepandaian Putri. Tetapi panggilan perjuangan kala itu, membuat Prapti meninggalkan bangku mengajarnya.
Prapti beserta kelompoknya turut berjuang sejak pertempuran heroik Surabaya hingga era Perang Gerilya (Agresi Militer I dan II) di pemerintahan Karesidenan Malang. Mereka bertugas mengurus jenazah korban, merawat luka korban dan memasak di dapur umum. Ketika induk dari kesatuan wanita mengalami kekosongan, Letnan Kolonel drh. Soewondho mengumpulkan mereka di area selatan Kabupaten Malang, yaitu di daerah Sumber Pucung. Sejak itu mereka berada di bawah naungan CMK Malang, dengan Komandan Soewondho.
Mereka menjadi sebuah kesatuan khusus, yang diberi nama Seksi Wanita dengan komandan seksi Soeprapti atau Bu Prapti. Prapti sendiri tinggal di Sumberporong, Lawang. Namun Prapti tidak menetap di satu lokasi. Karena kalanya menyamar sebagai seorang perawat, termasuk berperan dalam penculikan dokter dari rumah sakit Turen untuk dibawa ke lokasi gerilya.
Seksi Wanita pimpinan Prapti memiliki keberanian mengambil resiko dalam perjuangan. Salah satu tugasnya adalah sebagai 'penunjuk jalan'. Mereka berjalan di lini depan menguasai medan gerilyawan. Pejuang wanita diibaratkan sebagai mata dan telinga gerilyawan, sehingga dapat menghindari aksi serangan mendadak Belanda. Mereka bertindak pula sebagai kurir menyampaikan berita dari kesatuan ke kesatuan lain.
Perintah mengirimkan dokumen penting dari satu markas ke markas lain, satu kesatuan gerilyawan ke daerah lain seperti Gunung Kawi ke Gunung Semeru. Mereka menerobos daerah musuh melalui Kotapraja Malang yang menjadi basis Belanda. "Anggota Seksi Wanita yang gugur semasa Perang Kemerdekaan, antara lain Kurnia, yang gugur di daerah Kesamben. Atas jasanya Pemerintah Indonesia menganugerahi Bintang Gerilya," tulisnya. Pasca Pengakuan Kedaulatan RI, anggota Seksi Wanita masuk Kota Malang. Beberapa orang di antaranya bertugas sebagai anggota karyawati ABRI (sekarang TNI) dan menjadi guru.