Protes Pengusaha: Pemerintah Salah Kaprah Golongkan Bisnis Spa ke Kelompok Hiburan
Bisnis SPA merupakan bagian dari kelompok perawatan kesehatan
Bisnis SPA merupakan bagian dari kelompok perawatan kesehatan
Pengusaha spa memprotes keras atas penggolongan bisnis spa ke dalam kelompok hiburan tertentu yang akan dikenakan pajak mulai dari 40 persen hingga 75 persen. Ketentuan ini diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah alis UU HKPD.
Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagalung mengatakan, penggolongan bisnis spa sebagai hiburan tertentu dalam UU HKPD bertentangan dengan Undang Undang Nomor 10 tahun 2010 tentang Kepariwisataan.
Sebab, dalam Pasal 14 UU Pariwisata, usaha SPA tidak merupakan jenis usaha yang berbeda dengan penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi.
Merdeka.com
Menurut Lourda, bisnis SPA merupakan bagian dari kelompok perawatan kesehatan atau wellness sebagai payung besarnya. Adapun cakupan utama bisnis spa ialah promosi (promotion) dan pencegahan (prevention).
"Kami menilai, SPA lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata. Apalagi, secara definisi SPA memang bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan kesehatan," jelasnya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi besar dalam pengembangan industri jasa spa. Mengingat, setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan tersendiri di bidang spa untuk kesehatan dan kebugaran.
"Dengan kondisi seperti ini kami baru bisa menemukan 15 etnik pola pengobatan untuk kesehatan dan kebugaran dengan berbagai bukti empirisnya yang di lakukan oleh para ahli yang tergabung dalam Assosiasi IWMA yang dikenal dengan Etnaprana," ucapnya.
Antara lain dengan memberikan insentif pajak khusus hingga 0 (nol) persen untuk bisa berkontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.
Merdeka.com
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan merespon protes pengusaha atas pengenaan pajak diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa mulai dari 40 persen sampai dengan 75 persen. Besaran pungutan pajak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu.
"Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan," ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).
Pengenaan pajak hiburan khusus tersebut telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Dalam proses pembahasan UU HKPD bersama DPR RI disepakati bahwa besaran pungutan pajak hiburan karaoke hingga spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen.
"Jadi, dalam dinamika pembahasan bersama DPR maka ketemu lah angka segitu," ucap Lydia.
Mendagri Tito menilai, gugatan yang dilayangkan pelaku usaha spa tersebut merupakan hak dari pelaku usaha atas regulasi pemerintah.
Baca SelengkapnyaPengusaha menilai kenaikan itu tergesa-gesa. Padahal Bali saja bangkit usai pandemi.
Baca SelengkapnyaKeberatan itu disampaikan Ketua BPD PHRI Bali Prof Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati.
Baca SelengkapnyaPHRI Bali akan memperjuangkan agar para pengusaha SPA di Bali tetap eksis.
Baca SelengkapnyaSurat edaran pajak hiburan tersebut nantinya akan mengatur pemberian insentif insentif dalam bentuk pajak penghasilan badan (PPh Badan) sebesar 10 persen.
Baca SelengkapnyaMengingat pemerintah menaikkan pajak bagi penyedia jasa hiburan sebesar 40 persen - 75 persen.
Baca SelengkapnyaAturan kenaikan pajak hiburan dari 40 persen hingga 75 persen dipastikan tidak akan diterapkan dalam waktu dekat.
Baca SelengkapnyaJasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Baca SelengkapnyaDirektur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan, besaran pungutan bagi pajak hiburan berada di wewenang pemerintah daerah.
Baca Selengkapnya