Mau menikah? Calon Pengantin Harus Paham Stunting
Kurangnya pemahaman akan stunting dapat berakibat buruk pada anak yang akan dilahirkan
Kurangnya pemahaman akan stunting dapat berakibat buruk pada anak yang akan dilahirkan
Ketua Tim Informasi Komunikasi Kesehatan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Marroli J Indarto menjelaskan, para calon pengantin diharapkan segera memahami stunting, sebelum mereka menikah. Pasalnya, kurangnya pemahaman akan stunting dapat berakibat buruk pada anak yang akan dilahirkan. Hal itu disampaikannya dalam diseminasi informasi dan edukasi percepatan penurunan stunting bertajuk Genbest Talk 'Catin Cerdas, Stunting Terhempas', yang dihadiri para remaja di Kabupaten Wonosobo, Senin (24/7).
Menurutnya, kesehatan anak, bukan dimulai saat ia dilahirkan, namun jauh sebelum itu, yakni sejak masih dalam kandungan hingga berusia 2 tahun atau periode kritis 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Marroli menjelaskan salah satu pencegahan stunting yang bisa dilakukan oleh calon pengantin adalah mengonsumsi makanan bergizi, menjalani diet sehat, mengonsumsi rutin Tablet Tambah Darah (TTD), serta menjaga kebersihan diri. Selain itu, maksimal tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin juga wajib memeriksakan kondisi kesehatan ke puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lain yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan Sertifikat Layak Kawin.
Ia juga mengimbau, remaja tidak menikah di usia dini karena dapat berdampak buruk bagi kesehatan ibu maupun anak. Hal ini karena, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Bila nutrisi ibu tidak mencukupi selama kehamilan maka bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting. Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah menetapkan batas usia minimal pernikahan, yakni 19 tahun.
Hal ini penting untuk menuju Indonesia emas pada tahun 2045, yaitu ketika Indonesia diisi oleh generasi-generasi yang berkualitas.
Ia menjelaskan angka kelahiran Jawa Tengah saat ini masih tinggi dibandingkan angka wajar nasional, sehingga generasi muda perlu memahami bahwa memiliki anak bukan perkara kuantitas, melainkan kualitas. "Jadi di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah angka kelahiran sudah 2,15. Indonesia menghendaki hanya 2,1 saja. Tugas besar di BKKBN untuk menurunkan angka tersebut," ucap Eka.
Eka mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, pemerintah, orang tua dan terutama anak muda untuk sama-sama menjaga tingkat pertumbuhan penduduk seimbang serta berkualitas
kata Eka dalam diseminasi informasi dan edukasi percepatan penurunan stunting.
Dokter Gia Pratama Putra yang juga hadir sebagai narasumber menjelaskan, salah satu upaya mencegah stunting bagi calon pengantin adalah dengan menjaga jumlah sel darah merah agar tidak anemia. Hal ini karena anemia atau kondisi ketika tubuh mengalami penurunan atau jumlah sel darah merah berada di bawah kisaran normal, adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan ibu melahirkan keturunan stunting.
Ia berpesan kepada seluruh calon pengantin untuk menjaga kesehatan terutama dalam mencegah anemia dengan mengkonsumsi protein dan zat besi yang cukup. "Jadi ini (jumlah sel darah merah) harus dijaga jumlahnya agar anemia bisa terhindari," kata Gia. Ia juga menambahkan calon pengantin harus paham stunting karena mereka adalah pintu menuju generasi selanjutnya, sehingga yang menentukan keturunannya sehat atau tidak yaitu orang tuanya sendiri.
Terkait dengan kampanye penurunan angka stunting, Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak 2019 telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting melalui Kampanye Genbest (Generasi Bersih dan Sehat) yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.
Genbest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari.
Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, Genbest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik.
Kemenkominfo sejak 2019 telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting melalui Kampanye Genbest.
Baca SelengkapnyaKemenkominfo mendorong generasi muda Pontianak melakukan aksi dan menjadi agen komunikasi pencegahan stunting.
Baca SelengkapnyaGus Ipul juga menegaskan bahwa target penurunan untuk 14 persen tahun 2024 harus dicapai.
Baca SelengkapnyaSalah satu faktor penyebab stunting adalah menikah di usia muda atau menikah dini
Baca SelengkapnyaGenbest Talk yang diadakan di Kabupaten Toba merupakan bagian dari kampanye Genbest.
Baca SelengkapnyaForum diskusi Genbest Talk dilakukan di Lombok Utara dikarenakan kabupaten ini memiliki angka prevalensi stunting yang cukup tinggi.
Baca SelengkapnyaAlat ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mempercepat penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia menjadi 14 persen.
Baca SelengkapnyaSurvei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting nasional rata rata masih 21,6 persen.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan RPJMN 2020- 2024, prevalensi stunting ditargetkan turun hingga 14 persen pada 2023.
Baca Selengkapnya